MATA INDONESIA, JAKARTA – Tidak ada faktor tunggal (single factor) yang menjadi penyebab munculnya terorisme. Pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta menilai bahwa isu-isu populis bisa menjadi cara bagi teroris untuk mendapatkan simpati.
“Tidak ada faktor tunggal dalam terorisme, namun isu-isu populis seperti kemiskinan bisa menjadi daya tarik bagi kelompok teroris untuk melakukan penggalangan dan simpati dari pihak lain,” kata Stanislaus kepada Mata Indonesia News, Senin 8 Maret 2021.
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) (2011-2014) Irjen (Purn) Ansyaad Mbai pernah mengemukakan hal serupa. Ia menilai bahwa kemiskinan bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan munculnya radikalisme.
Ansyaad menilai bahwa sejumlah pelaku teror tidak berasal dari kalangan perekonomian lemah. Ia mencontohkan sosok seperti Noordin M. Top dan Dr Azahari, mereka bukanlah merupakan orang yang miskin.
“Noordin M. Top dan Dr Azahari bukan orang miskin. Pepi (tersangka bom buku dan bom Serpong) juga punya penghasilan besar,” kata Ansyaad.
Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris juga pernah menegaskan bahwa faktor pendorong radikalisme semakin beragam, tidak hanya menyasar faktor ekonomi. Ia memberikan contoh adanya sosok pejabat dan berpendidikan tinggi yang memiliki keinginan untuk bergabung dengan ISIS.
“Jadi kalau alasannya ekonomi, eselon II Batam aja udah sejahtera. Eselon IV Kementerian Keuangan, bahkan S2 Flinders University, ditemukan di Suriah dengan 5 gadisnya berjuang. Jadi faktor ekonomi bukan tunggal,” kata Irfan.
Ia menilai faktor tersebut hanyalah pendorong awal karena aspek yang berbahaya adalah dikemas dengan tafsiran agama yang menyimpang.
“Jihad diarahkan satu makna, tafsiran hijrah diarahkan satu makna, tafsiran thoghut diarahkan satu makna, dan tafsiran kafir itu dipaksakan ke semua orang, bukan hanya polisi,” kata Irfan.
Maka masyarakat harus waspada karena berbagai potensi dapat mendorong munculnya paham radikal, terlebih dengan kemudahan akses internet.
 yang menjadi penyebab munculnya terorisme. Pengamat intelijen dan menilai bahwa isu-isu populis){kind=link}