Tragedi Serangan 11 September, Ketika Umat Islam Disudutkan AS

Baca Juga

MATA INDONESIA, NEW YORK – Serangan yang terjadi pada peristiwa Twin Towers World Trade Centre (WTC) memberikan dampak kemarahan warga terhadap komunitas umat Islam di Amerika Serikat. Al-Qaida selaku kelompok ekstremis mengaku menjadi dalang dibalik peristiwa serangan 11 September 2001 terhadap gedung WTC.

Imam Masjid New York, Shamsi Ali merasakan dampak baik secara fisik maupun berupa cacian yang sangat menyedihkan dan juga mencekam dari warga setempat setelah peristiwa 11 September terjadi.

Pada 11 September 2001, dua pesawat menabrakan Gedung Twin Towers World Trade Centre New York. Pesawat pertama menabrak pada 08.46 waktu setempat dan South Tower pada pukul 09.03. Serangan ini menewaskan lebih dari 2.600 orang.

Shamsi Ali, Pimpinan Umat Islam di New York
Shamsi Ali, Pimpinan Umat Islam di New York

Shamsi Ali mengalami banyak cacian dan hujatan. Mulai dari supir taksi, penjual tiket kereta, dan teman-temannya di AS. Beruntung, tetangganya sepasang suami istri berusia 70 tahun, justru tidak mengecamnya.

Tetangganya yang non-muslim jika bertemu seringkali memeluknya. Mereka tahu kalua ajaran Islam tidak seperti yang tergambar dari para pembajak termasuk kelompok Al-Qaida.

Runtuhnya Citra Islam

Persepsi yang ada terhadap Islam dan umat Muslim sangat itu sangatlah buruk. Shamsi Ali mengatakan jika menggunakan busana muslim dan bertemu beberapa orang di Subway, Bus maupun pertokoan, maka akan dicurigai mau meledakan bom.

Shasmsi Ali mengaku ia merasakan berat untuk membangun kembali citra umat muslim, minimal di lingkungan sekitar. Komunitas Muslim di AS banyak mengalami perlakuan tidak mengenakan, seperti kekerasan, masjid yang dirusak, sampai perempuan yang menggunakan hijab dipukuli.

Menurut catatan Biro Penyelidik Federal, FBI, terdapat 28 laporan kejahatan anti-Muslim pada tahun 2000 dan jumlahnya pada tahun 2001, naik hampir 500.  New York Magazine menyebut Shamsi Ali sebagai ulama moderat yang memimpin 1.000 jemaah di Indonesian Culture Centre di Woodside, 4.000 jemaah di Jamaican Muslim Centre dan berkhotbah di depan 6.000 jemaah di Masjid 96th Street. Sejak kasus 11 September ia menjadi utusan tak resmi penegak hukum dan kantor wali kota New York.

Kiriman Bunga Dari Pendeta

Saat banyak komunitas Islam dan juga masjid yang diserang, masjid yang dipimpin oleh Shamsi Ali kedatangan dua pendeta yang membawa bunga sebagai bentuk prihatin dari tindakan masyarakat yang memiliki prespektif yang salah terhadap Islam. Sehingga melakukan tindak kekerasan kepada orang-orang islam.

Shamsi yang mendapatkan pendidikan pesantren di Sulawesi Selatan dan melanjutkan studi di Pakistan kemudian mendapat tawaran untuk bekerja di Arab Saudi selama dua tahun itu merasa shok dan kaget saat pindah ke New York.

Tetapi upayanya membuka diri bukan tanpa masalah dari jamaah sendiri. Ketika itu Shamsi Ali juga menjadi wakil imam di Islamic Cultural Center (ICC), masjid yang terletak di 96th Street. Ia berniat untuk menjalin hubungan dengan sejumlah rabbi dan komunitas Yahudi di lingkungan itu. Namun sejumlah jamaah tak setuju dengan kontak dengan Yahudi ini.

Di tengah penentangan ini, kontak eratnya dengan Rabi Marc Schneier membawa keduanya saling berkunjung ke masjid dan sinagoga. Keduanya kemudian membuat buku berjudul Sons of Ibrahim yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Anak-anak Ibrahim.

Tak hanya itu, keduanya juga diundang ke sejumlah negara, menjadi model untuk menjalin komunikasi antar agama.

Rabi Burton Visotzky, profesor kajian Yahudi mengatakan, ”Orang Barat sering bertanya-tanya apa pesan di masjid-masjid dan membuat orang Yahudi sering khawatir.”

Setelah tiba di New York pada 1996 dan memimpin Masjid al-Hikmah, Shamsi mendapat undangan untuk memberi ceramah tentang Islam di New York Police Department. Kontrak ini yang membuat NYPD memintanya mewakili komunitas Muslim dalam doa bersama antaragama di Stadion Yankee. Hadir sekitar 15.000 orang. Acara itu terjadi dua minggu setelah serangan 11 September.

Berkembangnya Islam di AS

Dua puluh tahun sejak terjadinya peristwa 11 September, persepsi yang salah tentang Islam dan umat Muslim di AS mulai berkurang. Islam menjadi agama yang popular dengan munculnya politisi-politisi Muslim, termasuk anggota kongres, wali kota dan anggota dewan perwakilan daerah New York. Di NYPD terdapat 1.000 lebih polisi yang Muslim dan mereka melakukan ibadah Shalat Jumat. Di sekolah umum, sudah ada liburan Idul Fitri, Idul Adha, dan makanan halal dari pemerintah, karena anak-anak perlu makanan halal. Terlihat bahwa masyarakat AS sudah melakukan perubahan dalam melihat Islam.

Pada 2001, sekitar satu juta Muslim tercatat tinggal di AS, menurut data Association of Religious Data Archives, dan jumlah pemeluk Islam sekarang tercatat sekitar 3,5 juta. Sementara jumlah masjid meningkat dua kali lipat sejak tahun 2000 menjadi lebih dari 2.700 di seluruh AS.

Pada 2013, Shamsi mendirikan Nusantara Foundation, organisasi sosial untuk mendorong dialog antaragama.

Melalui yayasan ini, kata Shamsi, “Saya ingin Amerika sadar, ketika mendengar kata Islam tak lagi menengok ke Saudi, Qatar, atau Timur Tengah. Tapi ke Indonesia.”

Reporter : Firda Padila

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini