Islamfobia, Mayoritas Warga Swiss Tidak Suka Niqab

Baca Juga

MATA INDONESIA, JENEWA – Tak ada angin tak ada hujan, sebuah jajak pendapat menunjukkan mayoritas warga negara Swiss mendukung adanya larangan pemakaian cadar dan niqab.

Swiss akan memberikan pengumumannya pada 7 Maret 2021 dalam sebuah referendum tentang keputusan pelarangan cadar dan niqab, burqa, serta penutup wajah penuh lainnya.

Jejak pendapat dan keputusan referendum ini dikritik sebagian besar masyarakat dunia sebagai keputusan yang rasis karena akan menargetkan wanita Muslim dan melanggar hak asasi manusia. Niqab, penutup wajah adalah bentuk praktik keagamaan yang dilakukan oleh wanita Muslim. Sebagian besar pemakai cadar atau niqab di Swiss adalah turis yang datang ke negara tersebut untuk berlibur. Hal ini mendorong pemerintah Swiss pada Januari 2021 untuk mendesak pemilih jajak pendapat menolak larangan tersebut.

“Sangat sedikit warga Swiss yang memakai penutup wajah (Niqab),” kata pemerintah Swiss.

Perkiraan jumlah total pemakaian niqab di Swiss berkisar antara 36 hingga 130 orang. Larangan secara nasional akan merusak kedaulatan, pariwisata, dan menyulitkan kelompok wanita Muslim di sana. Disamping pemerintah yang menentang atas dasar ekonomi, para pegiat pendapat pun mengatakan bahwa jajak pendapat dikendalikan oleh islamofobia.

Perusahaan media yang melakukan jajak pendapat rutin dengan topik referendum nasional mengatakan, para responden yang memilih mendukung larangan pemakaian burqa dan sejenisnya masih memimpin meski perbedaannya dengan yang tidak mendukung berjarak tipis. Berdasarkan jajak pendapat baru, mereka yang menolak larangan niqab telah meningkat sebanyak enam persen sejak 10 Februari 2021.

Swiss bukanlah negara Eropa pertama yang akan membuat keputusan pelarangan penggunaan niqab. Selain Swiss terdapat juga Prancis, Denmark, Belanda, Austia, Belgia, Latvia, dan Bulgaria. Semua negara itu telah mengesahkan undang-undang yang menargetkan pakaian wanita Muslim.

Para pegiat hak asasi manusia pendapat khawatir dengan diberlakukannya larangan tersebut akan berdampak pada komunitas Muslim. Menurut mereka, pemberlakuan ini hanya langkah pertama, setelahnya ada kemungkinan terdapat peningkatan undang-undang yang berkaitan dari pelarangan tersebut.

Larangan niqab ini sebetulnya dipelopori oleh Komite Egerkingen yang dibentuk pada tahun 2007 oleh sekelompok politisi sayap kanan dari Partai Rakyat Swiss (SVP), Partai Sayap Kanan terkemuka di Swiss.

Komiter Egerkingen pernah mempelopori kempanye kontroversial untuk melarang menara masjid lebih dari satu dekade lalu yang kemudian disahkan oleh lebih dari 57 persen suara. Setelahnya barulah SVP menyerukan pelarangan burqa dan sejenisnya. Kemudian di tahun 2016, Komite Egerkingen mulai mengumpulkan tanda tangan sebagai bagian dari kampanye pelarangan cadar. Sistem demokrasi langsing Swiss memungkinkan referendum untuk usulan perubahan peraturan jika pendukung mengumpulkan lebih dari 100.000 tanda tangan.

Namun, larangan tersebut ditolak pada tahun 2018, dan juga oleh parlemen nasional pada tahun 2020. Saat itu, para pendukung kampanye pelarangan burqa dan sejenisnya berpendapat bahwa pelarangan tersebut mencegah ancaman terhadap keamanan publik dan terorisme, meski disamping itu penggunaan masker tetap dijadikan kewajiban untuk tindakan perlindungan terhadp pandemi Covid-19.

Reporter : Anggita Ayu Pratiwi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini