Tudingan AS, Cina Membangun Tentara Super yang Tahan Sakit dan Rasa Takut

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Cina dilaporkan sedang membangun tentara dengan kemampuan tokoh-tokoh pahlawan super seperti di buku-buku komik dan film. Pernyataan ini keluar dari analisis badan intelijen Amerika Serikat.

Mantan direktur badan intelijen nasional (DNI), John Ratcliffe, secara terang-terangan menuduh Cina sedang membangun tentara dengan kemampuan di atas manusia biasa. “Cina melakukan percobaan terhadap anggota Tentara Pembebasan Rakyat dengan harapan mengembangkan tentara dengan kemampuan biologis yang jauh lebih andal. Pemerintah Cina tak peduli hal-hal yang bersifat etis,” ujarnya.

Menanggapi tudingan Ratcliffe, Pemerintah Cina pun langsung membantahnya. Secara resmi mereka mengeluarkan pernyataan bahwa tudingan itu hanyalah kebohongan yang dibuat-buat.

Analisa Ratcliffe cukup beralasan. Selain dari hasil temuan intelijen Amerika Serikat, pada 2019, terbit tulisan akademis soal militer Cina yang aktif mengeksplorasi teknik modifikasi genetika untuk membangun tentara super.

Dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa Cina sedang mengembangkan seragam canggih, kolaborasi antara manusia dengan mesin.

Penulis artikel bernama Elsa Kania ini menyebutkan Cina memang punya ambisi seperti itu, namun mereka terbentur dengan teknologi yang ada.

Elsa menjelaskan militer di seluruh dunia punya ketertarikan yang besar soal tentara super. Namun, pada akhirnya semua tersadarkan oleh kenyataan bahwa sains juga punya keterbatasan. ”Tidak mudah membuat pasukan super,” ujar Elsa.

Pendapat yang sama juga dikeluarkan Dr Helen O’Neill, pakar genetika molekuler dari University College London, Inggris. Ia berpendapat Sains dan Teknologi mengubah manusia hingga saat ini belum tersedia.

Teknologi yang dimaksud adalah penyuntingan genom dan kombinasinya dengan metode reproduksi berbantu (assisted reproduction). Teknologi ini sudah digunakan di bidang transgenik dan pertanian. “Namun untuk saat ini penerapannya pada manusia masih dianggap tidak etis,” kata O’Neill.

Pada 2018, ilmuwan Cina, He Jiankui, mengeluarkan pengakuan mengejutkan bahwa ia berhasil mengubah DNA pada embrio dua gadis kembar agar mereka tak tertular HIV. Pengakuannya memicu kemarahan.

Penyuntingan DNA dilarang di banyak negara, termasuk Cina. Biasanya dibolehkan dalam situasi khusus dan hanya dibatasi untuk embrio hasil bayi tabung yang gagal. Masih ada persyaratan lain, embrio tersebut dihancurkan dan tak dipakai untuk membuat bayi.

Saat itu He Jiankui membela diri. Ia pun dipenjara karena melanggar larangan pemerintah. Pengakuan He Jiankui memicu perdebatan. Ada yang setuju dan tentu saja ada yang tidak.

He Jiankui menggunakan teknologi CRISPR untuk menciptakan dua gadis kembar yang ia katakan ‘mengalami penyuntingan DNA agar tak terkena HIV’. Metode CRISPR ini terhitung menjanjikan karena bisa menyembuhkan penyakit bawaan.

Tapi apakah metode ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan militer? Apakah penyuntingan genetika bisa dipakai untuk membangun tentara dengan otot lebih kuat atau bisa bernafas normal di ketinggian?

Peneliti genetika di Francis Crick Institute, London, Christophe Galichet mengatakan dalam praktiknya tidak akan mudah.

Baginya, penyuntingan gen mungkin bisa membuat otot seseorang lebih kuat, tapi juga bisa menyebabkan munculnya kanker pada diri individu tersebut. Ia juga mengatakan efek perubahan galur gen akan diturunkan ke generasi berikutnya.

Tapi dalam pernyataanya, O’Neill mengatakan Cina sudah melangkah jauh di bidang penelitian genetika dan mungkin saja negara-negara lain akan segera tertinggal. Ia berpendapat banyak pihak saat ini masih fokus dengan debat tentang etika, bukan soal realita perkembangan di lapangan.

Reporter: Muhammad Raja A.P.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini