Selama Pandemik, Bisnis Coffee Shop Terpukul

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Kedai Kopi Kopipola Backyard di Jalan H Hasan, Kelurahan Baru, Pasar Rebo, Jakarta Timur, siang itu tampak lenggang. Beberapa pelanggan dan pengemudi ojek online (ojol) terlihat menunggu pesanan di depan loket pemesanan yang juga berfungsi sebagai kasir.

Sejak virus corona mulai mewabah, kedai kopi ini mengalami penurunan angka penjualan yang cukup signifikan karena tidak adanya kunjungan customer ke outlet. ”Selama masa PSBB awal diberlakukan hingga PSBB 2, Kopipola Backyard mengalami penurunan sampai lebih dari 50 persen angka penjualan,” ujar Ridho Putro, pemilik Kopipola Backyard kepada Mata Indonesia, Senin 21 September 2020.

Antrean pengunjung dibatasi garis merah untuk menjamin pembatasan jarak fisik (physical distancing). Di samping kedai, deretan motor terparkir rapi. Sesekali, pengunjung turun dari mobil yang parkir di pinggir jalan. Kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSSB) membuat kedai ini mengubah pelayanan: hanya melayani pemesanan daring (online) maupun take away (bawa pulang). Pengunjung juga tak dapat masuk ke dalam kedai. Yang tidak berubah adalah jam operasional: tetap dari jam 07.00 – 22.00 setiap harinya.

Sepi akan pembeli juga dirasakan coffee shop lainnya, yakni Kultur Jaringan Kopi yang bertempat di bilangan Jalan Kalisari, Cijantung, yang saat ini hanya mengandalkan pemasukannya dari orderan online. ”Selama pandemik sampai diberlakukan kembali PSBB 2, dine in di Kultur jadi sepi, tapi setiap harinya Kultur pasti meroasting biji kopi untuk orderan online,” ucap Farhan, barista Kultur Jaringan Kopi.

Semula pelanggan kedai ini didominasi pekerja kantoran, mahasiswa dan anak-anak muda di sekitar Cijantung. Adanya kebijakan Work From Home (WFH) membuat kedai tak lagi ramai meski di hari kerja. Sebagi gantinya, kini sebagian besar pengunjung Kultur adalah pengemudi ojol. Mereka dapat mengambil pesanannya pada pukul 09.00 – 19.00.

Sebelum pandemi, kedai kopi merupakan salah satu bisnis yang moncer. Kedai tak hanya memanfaatkan kopi sebagai daya tarik, tapi juga atmosfer sebagai tempat berkumpul. Juga, tempat ajang unjuk kebolehan para barista meracik kopi.

Hasil riset independen Toffin bersama Majalah MIX Marcomm di akhir 2019 disebutkan, jumlah gerai kopi di Indonesia bertambah signifikan tiga tahun terakhir. Kemunculannya tidak terbendung dan terus tumbuh. Jumlah kedai kopi meningkat pesat dari 1.083 gerai pada 2016 menjadi 2.937 gerai pada Agustus 2019.

Angka tersebut belum termasuk kedai-kedai kopi independen yang modern, kedai kopi tradisional, dan kedai kopi keliling. Tak hanya itu. Penjualan produk Ready to Drink (RTD) Coffee atau kopi siap minum, seperti produk kopi yang dijual di kedai kopi, terus meningkat. Menurut data Euromonitor, volume penjualan kopi siap minum meningkat dari 50 juta liter pada 2013 menjadi hampir 120 juta liter pada 2018.

Kopi kini telah menjadi komoditas berharga bagi Indonesia. Minum kopi telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia, baik menyeduh sendiri di rumah maupun menikmatinya di warung atau kedai kopi.

Menjamurnya kedai kopi turut mendongkrak angka konsumsi kopi Indonesia. Merujuk data International Coffee Organization (ICO), konsumsi kopi masyarakat Indonesia meningkat dari 273.000 ton pada periode 2015/2016 menjadi 293.000 ton pada 2019/2020. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan konsumsi kopi terbanyak kelima setelah Uni Eropa, Amerika Serikat, Brazil, dan Jepang.

Reporter: Khansa Dhiya Sasikirana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

BEM Nusantara DIY Gelar Aksi Peringatan Hari Buruh Internasional

Mata Indonesia, Yogyakarta - BEM Nusantara DIY melakukan aksi peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Titik Nol Yogyakarta pada Rabu, 1 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini