Pengungsi Rohingya di Malaysia Terima Intimidasi

Baca Juga

MATA INDONESIA, MOSKOW – Seorang pengungsi dan aktivis Muslim Rohingya, Zafar Ahmad Abdul Ghani yang melarikan diri dari penganiayaan dan perselisihan etnis di Myanmar menyebut Malaysia sebagai tuan rumah untuknya selama tiga dekade.

Namun, segalanya berubah setahun yang lalu. Zafar yang berusia 51 tahun, tidak lagi dapat meninggalkan rumahnya di pinggiran Kuala Lumpur dengan aman, setelah informasi keliru yang menyebar secara masif di media sosial bahwa ia menuntut kewarganegaraan Malaysia. Isu ini memicu gelombang ujaran kebencian dan ancaman pembunuhan terhadap dirinya dan keluarganya.

“Saya masih takut. Selama setahun, saya tidak menginjakkan kaki di luar. Saya belum pernah melihat bumi di luar,” kata Zafar, melansir Reuters, Selasa, 6 April 2021.

Ayah tiga anak itu telah melaporkan tuduhan palsu dan serangan online ke pihak kepolisian, tetapi sepengetahuannya, tidak ada dakwaan yang diajukan. Zafar juga membantah mengajukan tuntutan kewarganegaraan atau hak yang sama sebagai warga negara untuk Rohingya di Malaysia.

Lebih dari 100 ribu Muslim Rohingya tinggal di Malaysia – negara yang notabene dihuni mayoritas Muslim. Negara anggota ASEAN ini dipandang bersahabat dengan minoritas yang teraniaya meskipun mereka tidak secara resmi diakui sebagai pengungsi.

Sentimen penyambutan memburuk setahun yang lalu ketika orang-orang mulai mengatakan Rohingya menyebarkan virus corona yang kemudian melonjak. Ujaran kebencian yang menyerukan kekerasan terhadap Rohingya dan migran tidak berdokumen tersebar luas secara online.

Sebagian besar volume menargetkan Zafar, yang mengepalai organisasi hak pengungsi Rohingya. Zafar masih menerima panggilan dan pesan kasar di ponsel dan akun media sosialnya setiap hari, dan detail serta foto keluarganya telah diedarkan secara online.

Istrinya, Maslina Abu Hassan yang merupakan warga negara Malaysia mengatakan serangan tersebut telah memakan banyak korban. Ketiga anak mereka juga tidak lagi bersekolah karena masalah keamanan dan Zafar didiagnosis depresi dan mulai minum obat-obatan untuk mengatasinya.

Zafar, yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), mengajukan untuk dipindahkan ke negara lain tetapi permintaannya ditolak setelah badan tersebut mengatakan dia tidak memenuhi kriteria untuk pemukiman kembali.

Seorang juru bicara UNHCR di Kuala Lumpur mengatakan melalui email bahwa badan tersebut tidak dapat mengomentari kasus individu. Zafar berharap agensi akan mempertimbangkan kembali kasusnya karena dia tidak lagi merasa aman di Malaysia.

“Saya tidak bisa merilekskan tubuh saya, otak saya, hati saya. Saya menangis bertanya mengapa orang melakukan ini pada saya,” tuntasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini