Keputusan Iran Memperkaya Uranium Dinilai Provokatif

Baca Juga

MATA INDONESIA, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa yang terlibat dalam Kesepakatan Nuklir Iran 2015, menolak keputusan Teheran untuk memperkaya uranium dengan kemurnian 60 persen. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menyebut langkah tersebut provokatif.

Sebagai catatan, Iran menegaskan akan memperkaya uranium hingga 60 persen –langkah besar mendekati 90 persen untuk bahan setingkat senjata, sebagai respons atas apa yang dikatakannya sabotase oleh Israel terhadap fasilitas nuklir utama, Natanz pada pekan lalu.

Blinken juga mengatakan bahwa niat Iran tersebut menimbulkan pertanyaan tentang keseriusannya atas pembicaraan di Wina antara Iran dan kekuatan dunia untuk menghidupkan kembali Kesepakatan Nuklir Iran 2015 –yang ditinggalkan Paman Sam tahun 2018.

“Kami menanggapi dengan sangat serius pengumuman provokatif dari niat untuk memulai memperkaya uranium 60 persen. Saya harus memberi tahun Anda langkah yang mempertanyakan keseriusan Iran sehubungan dengan pembicaraan nuklir,” tutur Antony Blinken pada konferensi pers di markas NATO di Brussel, melansir Reuters.

Inggris, Prancis, dan Jerman juga menentang keputusan baru Teheran untuk memperkaya 60 persen, dari 20 persen yang telah dicapai sejauh ini, dan mengaktifkan 1.000 mesin sentrifugal canggih di pabrik Natanz. Ketiga negara tersebut menolak semua tindakan eskalasi oleh aktor mana pun, sebagai sinyal yang jelas bagi Israel.

“Pengumuman Iran sangat disesalkan mengingat itu datang pada saat semua peserta JCPOA dan Amerika Serikat telah memulai diskusi substantif, dengan tujuan menemukan solusi diplomatik cepat untuk merevitalisasi dan memulihkan JCPOA,” tutur ketiga negara dalam sebuah pernyataan, mengacu pada Kesepakatan Nuklir 2015.

“Komunikasi berbahaya Iran baru-baru ini bertentangan dengan semangat konstruktif dan itikad baik dari diskusi ini,” katanya tentang pembicaraan, yang dilanjutkan antara Iran dan kekuatan global di Wina pada Kamis (15/4), yang bertujuan untuk menyelamatkan kesepakatan tersebut.

Sebagaimana diketahui, Teheran dan kekuatan dunia mengadakan dialog konstruktif untuk memulihkan Kesepakatan Nuklir Iran 2015 yang ditinggalkan AS saat pemerintahan mantan Presiden Donald Trump – yang menganggap ketentuan itu terlalu lunak untuk Teheran.

Ledakan di situs pengayaan uranium Iran terjadi pada Minggu (11/4) menjelang pembicaraan pekan kedua. Israel – yang merupakan sekutu setia Donald Trump, belum secara resmi mengomentari insiden di situs Natanz Iran, yang tampaknya merupakan putaran terbaru dalam perang rahasia yang telah berlangsung lama.

Sebelumnya, Teheran menuduh musuh bebuyutan Israel menyabotase situs nuklir utamanya, Natanz, dan berjanji akan membalas dendam atas serangan itu. Otoritas Iran menggambarkan insiden tersebut sebagai tindakan terorisme nuklir dan berhak untuk mengambil tindakan terhadap para pelakunya.

Beberapa outlet media Israel mengutip berbagai sumber intelijen dan mengatakan bahwa layanan spionase Mossad berhasil melakukan operasi sabotase di situs Natanz yang berpotensi menghentikan pekerjaan pengayaan di sana selama berbulan-bulan.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini