Junta Militer Sewa Pelobi untuk ‘Rayu’ AS

Baca Juga

MATA INDONESIA, WASHINGTON – Junta militer Myanmar menyewa seorang pelobi untuk merayu Amerika Serikat. Kabarnya, pelobi berdarah Israel-Kanada itu mendapat bayaran sebesar 2 juta dolar AS atau sekitar 28 miliar Rupiah!

Pria bernama Ari Ben-Menashe ini akan menjelaskan mengenai kudeta dan situasi yang sebenarnya terjadi ke Paman Sam dan negara lain. Ari Ben-Menashe dan perusahaannya, Dickens & Madson Canada, akan mewakili pemerintah militer Myanmar di Washington, serta melobi Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Israel dan Rusia, serta badan-badan internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Perusahaan yang berbasis di Kota Montreal ini akan membantu perancangan dan pelaksanaan kebijakan untuk pembangunan yang menguntungkan bagi Republik Persatuan Myanmar, dan juga untuk membantu menjelaskan situasi nyata di negara tersebut.

Dalam nada yang disambut skeptisisme, Ben-Menashe mengatakan, ia ditugaskan untuk meyakinkan AS bahwa para jenderal Myanmar ingin bergerak ke Barat dan menjauh dari cengkraman Cina.

Selain itu, masih menurut Ben-Menashe, para jenderal Myanmar juga ingin memukimkan atau memberi tempat yang layak para Muslim Rohingya yang melarikan diri dari serangan militer tahun 2017 –di mana PBB menuduh para jenderal tersebut melakukan genosida atau pembunuhan massal.

“Sangat tidak masuk akan bahwa dia dapat meyakinkan Amerika Serikat mengenai narasi yang dia usulkan,” kata John Sifton, Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, Reuters, Rabu, 10 Maret 2021.

Dokumen lain yang diserahkan oleh Ben-Menashe menunjukkan kesepakatan telah dicapai dengan menteri pertahanan junta, Jenderal Mya Tun Oo dan bahwa pemerintah akan membayar perusahaan itu sebesar 2 juta dolar AS. Namun,  Mya Tun Oo dan beberapa jenderal top lain mendapat sanksi Departemen Keuangan AS dan pemerintah Kanada.

Sejak junta militer melakukan kudeta dan menangkap pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi pada 1 Februari, unjuk rasa terjadi di setiap sudut kota. Dan sejak saat itu pula 60 pengunjuk rasa dilaporkan meninggal dunia dengan 1,900 pengunjuk rasa lainnya ditangkap oleh aparat keamanan.

Terbaru, seorang pejabat dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Zaw Myat Linn meninggal dalam tahanan pada Selasa (9/3) setelah ditangkap di Yangon sekitar pukul 01.30 pagi waktu setempat. Hal ini diungkapkan oleh seorang anggota majelis tinggi parlemen yang dibubarkan, Ba Myo Thein.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini