Deradikalisasi Terhambat, Mantan Napiter : Residivis Masih Terikat dengan Kelompoknya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Program deradikalisasi adalah salah satu upaya untuk menetralisir ideologi radikal melalui pendekatan indispliner seperti hukum, psikologi, agama, ekonomi, pendidkan, kemanusiaan dan sosial budaya. Namun keberhasilannya juga tergantung dari masing-masing residivis dalam menanggapi upaya ini.

Maka mantan narapidana terorisme (napiter) dan penulis buku ‘Internetistan Jihad Zaman Now’ Arif Budi Setyawan mengemukakan bahwa faktor terkuat penghambat deradikalisasi adalah napiter.

“Faktor terkuat penghambat deradikalisasi adalah individu si napiter itu,” kata Arif kepada Mata Indonesia News, Sabtu 13 Februari 2021.

Ia menilai keterikatan napiter dengan kelompoknya sangat berpengaruh sehingga proses deradikalisasi cenderung tidak efektif. Komunikasi yang terjalin menyebabkan ikatan antar napiter dan kelompoknya masih terjalin baik.

“Misalnya ia masih mendapatkan bantuan dari kelompoknya, lalu masih memiliki akses komunikasi dengan kelompoknya,” kata Arif.

Namun ia juga tidak menutup peluang bila napiter masih memendam kebencian atau perasaan dendam yang begitu kuat sehingga sulit untuk menerima program deradikalisasi.

“Atau dendam pribadi yang sangat mengakar pada semua aparat negara,” kata Arif.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa upaya deradikalisasi tidak cukup hanya melibatkan aparat negara. Perlu melibatkan organisasi masyarakat sipil untuk melengkapi program deradikalisasi mengingat mereka lebih dekat dengan akar rumput.

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Semua Pihak Perlu Bersinergi Wujudkan Pilkada Damai

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Pilkada tidak hanya sekadar agenda politik,...
- Advertisement -

Baca berita yang ini