MATA INDONESIA, JAKARTA – Cina mendeteksi kasus pertama varian baru virus Corona yang ditemukan pertama kali di Inggris. Temuan kasus ini diumumkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakut (CDC) Cina.
Seperti dikutip dari Reuters, varian baru ini terdeteksi pada seorang mahasiswi berusia 23 tahun yang baru kembali dari Inggris pada 14 Desember lalu. CDC menyebut pasien telah dirawat di rumah sakit saat kedatangannya karena mengalami gejala ringan.
Para pakar langsung melakukan pengurutan genetik dari sampel pada 24 Desember karena meninjau riwayat perjalanan dari Inggris dan kelainan dalam hasil tes asam nukleatnya. Akhirnya ditemukan strain yang dikenal sebagai VUI202012/01.
Varian tersebut termasuk mutasi genetik yang secara teori dapat menyebabkan Covid-19 menular lebih mudah di antara manuia. Saat ini, otoritas melakukan pelacakan kontak untuk menghentikan adanya penyebaran mengingat varian baru ini berpotensi memiliki kemampuan penularan yang lebih cepat.
Pada 24 Desember, Cina telah menutup rute penerbangan langsung dari dan ke Inggris tanpa batas waktu karena adanya varian baru virus Corona ini. Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mengatakan, varian baru virus Corona mungkin 70 persen lebih menular dari jenis sebelumnya.
Namun, sejauh ini belum ada bukti yang menunjukkan bahwa varian baru virus Corona menimbulkan infeksi lebih parah.
Pejabat CDC memastikan tidak ada tanda-tanda varian baru virus Corona akan memengaruhi dampak kekebalan vaksin. Dengan ini, masyarakat Cina diminta tak panik karena Pemerintah Cina pun sudah mengizinkan pemakaian vaksin Sinopharm.
“Tidak perlu panik,” kata Xu Wenbo, seorang pejabat di CDC Cina, kepada TV pemerintah.
Xu menambahkan, mutasi pada protein virus tidak akan mempengaruhi sensitivitas sebagian besar tes Covid-19 buatan Cina, yang menargetkan asam nukleat virus, pembawa informasi genetik.
Varian baru virus Corona ini juga mendorong lebih dari 50 negara menutup pintu kedatangan penumpang dari Inggris.
Reporter: Afif Ardiansyah
