Rusia Pun Pernah Takluk Saat Melawan Jepang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hegemoni kaum kulit putih yang diwakili bangsa Eropa pernah luluh lantak saat perang Rusia-Jepang yang berlangsung sejak 10 Februari 1904 hingga 5 September 1905.

Meskipun tergolong sebagai perang berdarah, namun dari sinilah Jepang, sebagai negara Asia, mampu mengalahkan negara Eropa. Dan membuktikan bahwa negara Asia mampu menandingi negara Eropa.

Awal Mula Perang

Pada 6 Februari 1904, Jepang memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Rusia. Kedua negara ini bertahun-tahun bersaing menguasai Semenanjung Korea dan Manchuria, dua kawasan yang dianggap penting secara ekonomi dan militer.

Hari itu juga, armada laut Jepang dengan pimpinan Laksamana Togo Heihachiro berlayar menuju perairan Korea. Tak sampai seminggu, Jepang mendeklarasikan perang terhadap Rusia. Konflik itu melibatkan perang darat dan laut di sekitar Laut Kuning dan Manchuria.

Pada 2 Januari 1905 Kekaisaran Rusia menyatakan dirinya kalah dari Jepang. Sebagai konsekuensi atas kekalahan itu, mereka harus menyerahkan wilayah Port Arthur (Tiongkok) kepada Jepang.

Perseteruan kedua negara ini tak terjadi dalam semalam. Pada 1885, Rusia, Jerman, Inggris, Perancis, dan Jepang berebut Tiongkok. Bagi Jepang, Tiongkok harga mati. Jepang harus menguasainya. Bila perlu, mereka harus melawan Rusia.

Padahal, sejak awal abad ke-20, Rusia sudah menjadi negara terbesar dan sebagai simbol kekuatan dunia. Wilayahnya luas membentang dari Eropa Timur hingga ke Asia Tengah.  Sementara Jepang saat itu baru saja melakukan modernisasi dengan restorasi yang dilakukan Kaisar Meiji.

Perang

Laksamana Togo Heihachiro memimpin armada laut pada 8 Februari 1904 menuju Port Arthur. Tekad mereka adalah mengusir Rusia dari negara ini.

Jepang membawa kapal torpedo untuk menyerang kapal angkatan laut Rusia. Dari penyerangan tersebut, tiga kapal terbesar yaitu Retvizan, Pallada, dan Tsesarevich rusak parah.

Tak tinggal diam, Rusia berupaya untuk melancarkan serangan balik dengan menggunakan ranjau. Mereka berhasil merusak dua kapal perang Jepang. Meski begitu, Jepang masih menunjukkan dominasinya di Port Arthur. Dan terus memborbardir pelabuhan menggunakan senjata-senjata berat.

Penyerangan Jepang melalui jalur darat gagal. Yang terjadi, negara ini malah kehilangan banyak pasukannya.

Kemudian pada akhir April 1904, Jepang merencanakan penyerangan terhadap wilayah Manchuria. Penyerangan ini terjadi di Sungai Yalu. Mereka berhasil menekan mundur Rusia ke Port Arthur pada Mei 1904.

Di akhir Agustus, Rusia mengirim pasukan armada ke Port Arthur untuk membantunya. Namun Jepang berhasil memukul mundur pasukan tersebut dalam pertempuran Liaoyang, yakni pertempuran yang dilakukan di sekitar Pelabuhan.

Memasuki akhir tahun 1904, Jepang berhasil menenggelamkan setiap kapal di armada Pasifik dan menguasai garnisunnya. Secara umum, Jepang memenangkan peperangan di sepanjang tahun 1904 yang terjadi di beberapa lokasi. Namun Rusia belum mau menyerah, sehingga pertempuran berlanjut hingga tahun 1905.

1905

Di awal Januari 1905, Mayor Jenderal Anatoly Stessel, komandan garnisun Port Arthur, tiba-tiba membuat keputusan mengejutkan. Ia memutuskan menyerah kepada Jepang.

Rusia jelas marah. Stessel mendapat hukuman mati meski akhirnya mendapat pengampunan. Sebulan kemudian, konflik kembali berlanjut ketika Jepang menyerang Rusia di Mukden.  .

Penyerangan ini melibatkan 270.000 pasukan Jepang dan 330.000 pasukan Rusia. Meski jumlah pasukan lebih sedikit, namun Jepang berhasil mendesak Rusia untuk mundur.

Hingga akhirnya, pada 10 Maret 1905, Rusia telah kehilangan banyak pasukannya akibat perang di Mukden. Tercatat, ada sekitar 89.000 orang dari pasukan tewas, sementara korban tewas dari pasukan Jepang berkisar 71.000 orang.

Akibat kekalahan beruntun ini, Rusia meminta bala bantuan dari Armada Baltik Rusia, yang tiba pada Mei 1905. Dalam mendatangkan bala bantuan ini Rusia memiliki taktik, ia sengaja mendatangkan Armada baltik di malam hari agar Jepang tidak mengetahuinya.

Sayangnya, hal tersebut diketahui oleh Jepang, karena ada sebuah kapal yang menyalakan lampu mereka di kegelapan. Akhirnya bala bantuan tersebut ditangkap oleh Jepang, dan setelahnya Jepang memblokir jalur Rusia ke Vladivostok dan dari sinilah tercetus perang di Selat Tsushima pada 27 Mei 1905.

Baru sehari berperang, Rusia telah kehilangan lebih dari 5.000 pasukan dan delapan kapal perangnya Hanya tiga kapal yang akhirnya sampai ke tujuan mereka di Vladivostok. Peristiwa inilah yang menandai kemenangan Jepang dan memaksa Rusia untuk merundingkan kesepakatan damai.

Dampak Perang

Perang Rusia-Jepang merupakan perang besar pertama pada abad ke-20. Penggunaan kawat berduri dan parit, bermula dari perang selama 19 bulan ini.

Sejumlah pengamat menilai Jepang sedang menjalankan war of attrition, yakni strategi konflik yang sejak awal dirancang supaya lawan menguras sumber daya ekonomi negaranya sendiri.

Kemenangan Jepang salah satunya karena anggaran untuk perang tersebut sebenarnya jauh lebih besar ketimbang Rusia. Sebaliknya, Rusia, dengan anggaran perang yang terbatas, justru mengalami krisis politik dalam negeri.

Sebuah revolusi meletus pada Januari tahun itu, angkatan laut memberontak, buruh menggelar aksi pemogokan umum buruh di beberapa kota, dan bendera merah dikibarkan di Odessa, Ukraina.

Revolusi ini merupakan gong pertama keruntuhan Tsar yang resmi runtuh dalam Revolusi Bolshevik pada 1917. Revolusi 1905 berhasil memaksa Tsar menerima berdirinya parlemen (Duma).

Laksamana Togo Heihachiro
Laksamana Togo Heihachiro

Di Barat, dampak kemenangan Jepang melawan Rusia, Laksamana Togo Heihachiro jadi idola. Di Belanda dan Finlandia, ia jadi merek bir. Pemakaman Togo pada 1934 bahkan dihadiri oleh Chester W. Nimitz, panglima armada Pasifik AS dalam Perang Dunia II. Sebelum jadi diktator pada 1933, Hitler memuji-muji Jepang.

Reporter: Intan Nadhira Safitri

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini