Kisah Sedih Perjodohan Ny. Uma Preman, Sang Pendiri Lembaga Kesehatan India

Baca Juga

MATA INDONESIA – Perjodohan sering kali menimbulkan sesuatu yang tak terduga, salah satunya ialah tidak merasa bahagia. Seperti kisah Ny. Uma, sang Pendiri Lembaga Kesehatan di India yang harus menelan pil pahit akibat perjodohan.

Namanya juga nasib, siapa sangka perkawinan yang tak bahagia itu malah mengubah hidupnya, bahkan mengubah hidup orang lain juga.

Seperti wanita yang lain, Uma selalu memimpikan pernikahan yang sempurna di sebuah kuil tradisional di India dengan hiasan bunga warna warni dan pesta pernikahan di tepi pantai. Namun semua itu tidak akan pernah terjadi.

Uma masih ingat, 30 tahun lalu, tepanya pada Februari ketika ibunya menjodohkannya dengan seorang pria bermama Preman Thaikad, pada saat itu Uma baru berusia 19 tahun, sedangkan Preman berusia 26 tahun.

Pertemuan mereka hanya sekali, namun ibunya membaritahu jika Preman adalah suaminya, padahal tidak ada perayaan atau pun pernikahan.

“Ibu saya mengatakan kepada saya bahwa saya sekarang adalah milik Preman. Dia mengatakan kepada saya bahwa saya adalah istrinya tetapi saya tidak memiliki hak atas propertinya,” kata Uma, seperti dikutip dari bbc.com.

Preman membawanya kerumahnya dan meninggalkan Uma dirumahnya hingga malam hari. Keesokan harinya, Preman kembali, dan mengajaknya ke sebuah diskotek. Preman terus minum selama berjam-jam, dan Uma hanya duduk berdiam dan bertanya-tanya mengenai keputusan yang telah diambil dalam hidupnya.

Saat itu yang Uma ketahui, ia merupakan istri kedua, namun ternyata ia adalah istri ke empat. Preman juga mengatakan jika ia menderita tuberculosis akut, dan Uma harus menjadi pengasuhnya.

Sebelum Menikah

Uma dibesarkan di Coimbatore, sebuah kota di Nadu di India selatan. Sedari kecil ia memimpikan menjadi seorang dokter seperti ayahnya. Dia mempelajari beberapa cara merawat orang sakit.

Uma salut terhadap ayahnya yang sangat mencintai profesinya, ayahnya pernah menolong orang yang sudah berbau busuk dan menyelamatkannya meski hanya menggunakan sarung tangan kebun, karena saat itu ayahnya tidak puny sarung bedah.

Namun ibunya tidak suka dengan profesi sang ayah yang menghabiskan sebagian waktunya untuk menolong orang lain.

Suatu saat, menjelang perayaan Diwali, ibunya pergi karena mencintai laki-laki lain.

Seluruh kerjaan rumah diserahkan ke Uma, mulai dari mengurus adik laki-lakinya yang berusia tiga tahun. Uma juga tidak mengetahui cara memasak, namun ia terus berusaha keras untuk belajar memasak dengan tetangganya, karena ia tidak menyukai masakan ayahnya.

“Aku akan bangun jam 5 pagi untuk membuat sarapan dan makan siang. Kemudian aku akan pergi ke sekolah jam 9 pagi. Aku akan kembali di malam hari dan mengurus kakakku dan memasak makan malam,” kata Uma dikutip dari bbc.com

Uma terus memikirkan ibunya, dan khawatir tidak akan pernah melihat ibunya lagi.

Waktu terus berlalu, ketika Uma berusia 17 tahun, dia pergi bersama beberapa tetangga untuk mengunjungi kuil terkenal di Guruvayu. Di sana ia bertemu dengan seseorang yang mengatakan jika dia telah melihat seorang wanita yang tampak persis seperti dia.

Suatu hari, ada surat untuk Uma, surat itu dari Ibunya. Uma bergegas kembali ke Guruvayur untuk menemuinya, tetapi ternyata ibunya punya masalah dengan utang suami baru yang telah meninggalkannya.

Ibunya punya solusi, agar hutangnya lunas, Uma harus menikah dengan Preman yang cukup kaya, ia tidak mau dan terus berusaha mencari pekerjaan untuk melunasi utang sang ibu, namun gagal. Akhirnya ia pasrah dengan keputusan ibunya untuk menikahi Preman.

Setelah Menikah

Selama enam bulan, Uma dikurung di rumah oleh suami yang tak pernah dinikahinya tersebut.

Seiring berjalannya waktu, penyakit Preman memburuk. Mereka mulai menghabiskan sebagia waktu mereka di rumah sakit. Hingga pada tahun 1997, tujuh tahun setelah Uma pindah bersamanya, Preman meninggal. Meskipun begitu dia tidak punya ha katas harta Preaman.

Uma merasakan kebebasan pertama kali dalam hidupnya.

“Aku tidak ingin dia mati, tetapi aku merasa hidup telah memberiku kesempatan kedua,” ujarnya.

Selama bertahun-tahun bersama Preman, Uma melihat orang miskin seringkali tidak dapat memperoleh perawatan medis yang layak, tidak hanya karena mereka tidak mampu membelinya, namun karena mereka tidak mendapat informasi yang benar.

Saat itu, Uma mulai membantu mereka, mengisi formulir untuk mereka, membimbing mereka ke dokter yang tepat dan kadang-kadang hanya mendengarkan masalah mereka.

Ratusan orang mulai mendatanginya untuk meminta bantuan kepadanya. Perjuangannya dari satu rumah sakit hingga rumah sakit yang lain untuk mencari informasi dan membelikan obat untuk mereka yang sakit.

Hingga Uma bisa membangun sebuah sebuah lembaga amal yang didirikannya pada 24 Agustus 1997 di Guruvayur, distrik Trichur, Kerala, tempat ini merupakan pusat sumber daya di seluruh dunia, untuk mereka yang ingin mencari informasi medis, perawatan & bantuan keuangan untuk penyakit yang melumpuhkan atau mengancam jiwa.

Dalam tahun terakhir, prioritas utama Santhi Centre adalah membantu orang yang memiliki penyakit ginjal.

Sangat sulit untuk meyakinkan semua orang agar bisa menyumbangkan ginjalnya, dia memutuskan untuk memberi contoh, dan menyumbangkan salah satu ginjalnya sendiri. Dia memberikannya kepada seorang anak yatim yang mengidap gagal ginjal, namanya Salil, ia mengatakan sangat berutang hidupnya untuknya.

(Mila Arinda)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini