Kisah Malcolm X Dibunuh Dua Pria Kulit Hitam Muslim

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Aktivis hak sipil Amerika dan mantan aktivis Nation of Islam (NOI), Malcolm X tutup usia setelah dibunuh pada 21 Februari 1965. Ia ditembak oleh dua pria Muslim kulit hitam lainnya saat berpidato dalam acara Organization of Afro-American Unity di Washington. Konon, mereka adalah suruhan NOI yang merasa Malcolm membelot dari perjuangan organisasi.

Malcolm X menjalani masa kecil yang suram karena kepergian ayahnya, James Earl Little, yang juga dibunuh secara brutal oleh kelompok supremasi kulit putih Black Legion. Pada 1937, Malcolm diambil petugas dinas sosial. Pada saat itu ia sudah berusia remaja, ia keluar dari sekolah dan pindah ke Boston tempat ia memulai terlibat dalam aktivitas kriminal.

Pada 1946, ketika berusia 21 tahun Malcolm masuk penjara karena perampokan. Di dalam penjara, ia masuk Islam dengan bimbingan Elijah Muhammad, ketua NOI. Organisasi yang menadvokasi hak asasi kulit hitam dan menentang pemisahan ras dan menyebut orang Amerika keturunan Eropa sebagai ‘setan’ tak bermoral.

Ajaran-ajaran Elijah Muhammad sangat mempengaruhi Malcolm. Ia lalu memasukan huruf ‘X’ sebagai nama belakangnya, sebagai simbol identitas Afrika yang telah diambil darinya. Setelah enam tahun, Malcolm akhirnya dibebaskan dari penjara dan menjadi anggota loyal dan aktif Nation of Islam di Harlem, New York.

Gerakan-gerakan keagamaan di Amerika Serikat pada saat itu selalu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Amerika. Mulai dari pengawasan terhadap gerak-gerik anggotanya sampai menimbulkan konflik yang berujung pada pembunuhan. Akan tetapi, meskipun gerakan NOI mendapat perlawanan dari pemerintah, faktanya sampai sekarang gerakan ini masih ada. Berbeda dengan gerakan-gerakan lain seperti Moorish Science Temple dan Universal Negro Improvement Association yang sudah hilang.

Keunikan gerakan NOI juga terlihat pada ajaran-ajaran Elijah Muhammad mulai tahun 1940-an. Di bawah bimbingan Elijah Muhammad, gerakan NOI mengembangkan dua ritual untuk kaum kulit hitam, yaitu pengembangan kemandirian ekonomi dan pemulihan identitas yang dapat diakui. Adapun ritual ekonomi yang diterapkan Elijah Muhammad, yaitu kerja keras, berhemat, menghindari utang dan gaya hidup konservatif. Selain itu, mengisinya dengan nasionalisme kulit hitam yang sangat kental.

Hal itu menunjukkan, meskipun gerakan NOI sebagai sebuah gerakan keagamaan, tapi dalam perkembangannya tidak lepas dari perannya dalam bidang ekonomi dan politik. Elijah Muhammad sebagai pemimpin NOI saat itu membentuk hirarki dengan dirinya sebagai pemimpin tertinggi, di bawahnya ada minister, kapten kepala, kapten dan letnan.

Pada saat itu juga membuat kedudukan Elijah Muhammad diangkat ke “utusan” atau “rasul”, dan Elijah sendiri kadang-kadang menyebut dirinya sebagai “nabi” (McCloud, 1995, p. 28). Elijah pun menghabiskan banyak waktunya untuk belajar, sering membaca tentang agama, sejarah kulit hitam dan lainnya di perpustakaan. Dia juga melakukan perjalanan untuk bertemu kaum Moor Amerika di berbagai kota-kota Timur (Chicago File, 1942, p. 12). Dia juga memutuskan melarang penggunaan kopiah untuk membuat gerakan NOI lebih berbeda dari gerakan Moorish Science Temple. Sejak Malcolm X mengenal Elijah Muhammad dalam suatu percakapan dengan salah seorang sahabatnya, kehidupannya berubah 180 derajat.

Tanda pertama yang jelas dari pemisahan diri dari kehidupan masa lalunya yang kelam adalah penolakannya untuk makan daging babi di kantin penjara, kemudian perubahan ini diikuti dengan minatnya yang besar pada bacaan dan belajar.

Dengan menghapal kamus dan membaca semua text book, Malcolm menemukan bahwa sejarah umat manusia telah “dicuci otak dengan nilai-nilai bangsa kulit putih”, bahwa hal ini adalah kebohongan besar yang dimaksudkan untuk membungkam superioritas bangsa kulit hitam dan agama Islam yang diajarkan Elijah Muhammad (Kepel, 2003, p. 49).

Malcolm X secara resmi baru bergabung dengan NOI pada bulan September 1952, segera setelah pembebasannya. Dia pindah ke Detroit di mana dia bergabung ke NOI. Mengadopsi nama berakhiran X dan menjatuhkan nama budak masa kecilnya. Ini merupakan praktik di NOI bahwa setiap anggota diberi nama Muslim di akhir namanya (biasanya Muhammad).

Eric Lincoln, seorang sarjana Afrika-Amerika, menjelaskan bahwa untuk mencapai konversi menjadi orang-orang beriman sejati, Elijah Muhammad menawarkan iming-iming kelahiran kembali atau idenitas yang dapat diakui. Orang percaya untuk menjadi Muslim sejati maka harus meninggalkan dirinya yang dulu dan mengambil identitas baru.
Elijah Muhammad pun mengubah nama pengikutnya, agamanya, tanah airnya, bahasa “alamnya” dan nilai-nilai moral serta budayanya untuk mencapai tujuannya dalam hidup. Dia tidak lagi menyebut nama “negro” yang begitu lama dibenci oleh orang kulit putih, kata tersebut telah memandang rendah dirinya sendiri. Dia menggantinya dengan “Black Man” (Lincoln, 1961, p. 109), penguasa alam semesta yang berbeda hanya dalam gelar dari diri Allah.

Untuk memperingati kelahirannya kembali, setelah terganggu oleh penghinaan sosial dan rasa menggerogoti diri sebelum gabung ke NOI, Malcolm menjadi seorang Muslim dan merasa dirinya mempunyai kekuatan Black Nation dan takdir yang mulia.

Mulai saat itu, Malcolm berfokus untuk mendorong kebebasan kulit hitam Amerika dengan segala cara yang dibutuhkan. Sebagai orator yang sangat Tangguh, Malcolm disegani komunitas kulit hitam Amerika di New York dan seluruh penjuru Amerika.
Pada tahun 1960-an, ia mulai mengembangkan filosofi yang lebih lantang dari pada Elijah Muhammad yang menurut Malcolm tidak banyak mendukung pergerakan hak sipil.

Pada akhir 1963, Malcolm menyebut pembunuhan Presiden AS John F Kennedy sebagai ‘ayam pulang ke kandang’. Membuat Elijah Muhammad yakin Malcolm sudah terlalu kuat, ia pun menskors Malcolm dari NOI.

Malcolm X pun menjadi politikus internasional. Dia berkawan akrab dengan Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser dan Pemimpin Kuba Fidel Castro.

Di tahun 1964, Malcolm meninggalkan NOI dan melakukan perjalanan ibadah haji. Di sana, Malcolm mendalami Islam aliran Sunni sekaligus mengganti namanya menjadi Al Hajj Malik El-Shabazz. Dia mengaku selama di NOI cara beragamanya ternyata keliru. Dia mengira Islam hanya alat untuk kemerdekaan kulit hitam. Malcom keluar NOI dengan alasan organisasi itu radikal dan lebih mementingkan persoalan ras daripada syiar agama Islam.

Setelah kembali ke Amerika, pada Juni 1964, ia mendirikan Organization of Afro-American Unity. Organisasi itu lebih menekankan persatuan komunitas kulit hitam dan menyatakan bahwa rasialisme bukan kulit putih yang menjadi musuh terbesar Amerika.

Pergerakan Malcolm dengan cepat mendapatkan banyak pengikut dan filosofinya yang lebih moderat semakin mempengaruhi pergerakan hak sipil terutama di kalangan pemimpin Student Non-Violent Coordinating Committe.

Ketenaran Malcolm terus meningkat. Elijah sebagai pemimpin NOI merasa tersaingi. Perseteruan keduanya kerap terjadi. Ketenaran Malcolm jug membuat Elijah marah, ditambah lagi Elijah takut jika Malcolm memutuskan untuk membeberkan perselingkuhannya Elijah dengan seorang sekretaris wanita, dimana tindakan ini sangat bertentangan dengan ajaran NOI.

Alhasil NOI melancarkan ancaman kematian terhadap Malcolm, pada tanggal 21 Februari 1965. Bahkan Elijah mengatakan orang-orang munafik seperti Malcolm harus dipenggal kepalanya. Malcolm pun tewas saat sedang berbicara di sebuah acara yang digelar di Audubon Ballroom, Manhattan.

Reporter: Indah Utami

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini