Ini Legenda dan Mitos Gunung Guntur yang Terkenal

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTAGunung Guntur di Garut baru saja mengenalkan misterinya kepada publik melalui sekumpulan pendaki yang tersesat dan ditemukan warga tanpa busana. Soal misteri gunung indah tersebut memang sudah banyak diceritakan bahkan telah menjadi legenda.

Legenda Gunung Guntur
Legenda gunung itu pada masa berkuasaaan Kerajaan Timanganten saat dipimpin Sunan Rangga Lawe.

Sunan Rangga Lawe memiliki saudari perempuan bernama Maharaja Inten Dewata yang tidak tinggal di kawasan kerajaan, tetapi di sebuah pelosok desa Kerobokan bersama pelayannya.

Pada suatu masa kerajaan Timanganten mengalami kekeringan akibat kemarau panjang. Melihat rakyatnya hidup kekurangan air, sang Sunan memerintahkan staf dan menteri kerajaan mencari area yang tepat membuat bendungan atau danau.

Singkat cerita ditemukan kawasan yang cocok untuk membangun danau dan bisa membebaskan rakyat Timanganten dari kekurangan air. Tetapi lahan itu berada di bawah kekuasaan Maharaja Inten Dewata, maka Rangga Lawe mengirim utusan kepada kakaknya untuk meminta izin.

Namun, utusan itu pulang dengan wajah masam karena sang kakak tidak mengizinkan pembuatan danau tersebut, sebab itu adalah satu-satunya lahan yang dimiliki Maharaja Inten.

Tetapi rakyat Timanganten tetap berharap memiliki danau dan mendesak rajanya membuatkan sarana itu. Akhirnya sang Sunan Rangga Lawe mendatangi sendiri kakak perempuannya tetapi tetap tidak mendapat izin.

Tetapi atas hasutan menterinya, Rangga Lawe tetap membangun danau itu di tanah kakaknya. Setelah danau selesai air pun mengaliri seluruh penjuru desa. Namun, Maharaja Inten Dewata bersedih atas perlakuan adiknya yang semena-mena itu.

Dengan perasaan marah, Maharaja Inten Dewata meninggalkan kediamannya menuju gunung Kecil (hari ini disebut gunung Putri). Di gunung itu dia meminta kepada Batara Rambut Putih agar dibuatkan wadah air dan sekepal tanah.

“Aku hendak menaiki gunung Kutu (sekarang disebut gunung Guntur), aku hendak melihat kawasan Desa Kerobokan dari atas sana,” begitu alasan Maharaja Inten.

Setelah mendapatkan air dan sekepal tanah, ditemani Batara Rambut Putih, Maharaja Inten Dewata pun bergegas menaiki gunung Kutu. Sesampainya di puncak, ia menumpahkan air yang dibawanya dan menyebarkan tanah yang dikepalnya, sementara dia kembali ke gunung Kecil.

Sesaat setelah sampai di puncak gunung Kecil, tiba-tiba saja seluruh kawasan kerajaan Timanganten ditutupi awan gelap. Letusan dahsyat terdengar dari arah gunung Kutu, mengakibatkan hujan api dan batu serta menghancurkan kerajaan. Saking hebatnya, gunung-gunung yang berada di sekitar gunung Kutu ikut tergoyang setelah itu Gunung Kutu sering disebut Gunung Guntur.

Semua rakyat sangat ketakutan, mereka memilih meninggalkan desa itu dan mengungsi ke daerah lain, seperti Cianjur, Bandung, Karawang dan daerah lainnya, membuat kawasan kerajaan Timanganten kosong tak berpenghuni. Letusan gunung Kutu menghapus peradaban kerajaan Timanganten dari dunia.

Akhirnya Sunan Rangga Lawe menemui Maharaja Inten Dewata, memohon ampunan sambil mencium kaki kakak perempuannya. Sang kakak pun memaafkannya dan tiba-tiba bencana besar tersebut berhenti seketika. Tetapi Rangga Lawe tidak lagi memiliki kerajaan karena semua sudah disapu oleh bencana dari Gunung Guntur.

Tuyul Gunung Guntur
Desember 2017 dunia media sosial digembarkan akun Facebook milik Irsyad Farid yang disebut berhasil merekam mahluk gaib mirip tuyul di kaki Gunung Guntur.

Irsyad mengatakan, gambar misterius itu merupakan penggalan video yang diambilnya secara tidak sengaja saat melintasi lahan perkebunan di kaki Gunung Guntur, pada Sabtu, 2 Desember 2017, sekitar pukul 22.00 WIB malam

Irsyad mengatakan kejadian itu berlangsung cepat. Saat itu, ia bersama Sansan, temannya, berencana bertandang ke rumah sahabat mereka di kawasan Kampung Bojong Masta, Desa Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler.

Larangan Meniup Seruling
Beberapa warga yang menetap di kaki Gunung Guntur terutama Kecamatan Tarogong Kaler yakin mengenai mitos larangan tiup suling itu.

Jika ada yang meniup suling, menurut kepercayaan masyarakat setempat, maka akan memanggil macan siluman (maung bungkeleukan) ke hadapan Kamu.

Mitos itu disebut-sebut erat kaitannya dengan sejarah ketakutan warga saat berlangsungnya momen pemberontakan DI/TII. Orangtua di era itu menakut-nakuti anaknya dengan mitos itu supaya tidak bising terutama waktu malam hari karena tentara sedang melakukan operasi menghancurkan kelompok DI/TII.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini