Dono Juga Merupakan Seorang Penulis, Ini Deretan Karya-karyanya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Selain handal beradu akting dalam film, ternyata seorang Dono juga memiliki bakat lain yakni menulis. Dirinya mulai meniti jalannya sebagai penulis sejak tahun 1987.

Tulisan yang diutangkan lewat sebuah novel merupakan bagian dari kritikan yang ia lakukan ke pemrintah selain lewat celotehannya di radio dan film.

Ada sekitar lima novel yang ditulis olehnya, antara lain karya pertama Dono adalah buku humor berjudul Balada Paijo (1987), Cemara-Cemara Kampus (1988), Bila Satpam Bercinta (1999), Dua Batang Ilalang (1999) dan Senggol Kiri Senggol Kanan (2009).

Novel Dua Batang Ilalang merupakan novelnya yang paling laris. Ditulis di sela-sela aktivitasnya menjadi pejuang reformasi ’98, setting dan ide cerita diambil tidak jauh-jauh dari sana.

Ia menciptakan karakter utama sebagai mahasiswa yang ikut turun aksi sehingga dikeluarkan dari kampus. Hal-hal yang ia tulis sebenarnya sangat dekat dengan kondisi sosial yang ada sehingga sangat mengena ketika dibaca. Nah, berikut karya novel komedian Dono yang berhasil dirangkum, apa saja?

  1. Balada Paijo, Karya Pertamanya

Saat itu, Dono menerbitkan karya tulis pertamanya berbentuk kumpulan cerita humor dengan judul Balada Paijo. Covernya kocak. Karikatur wajah Dono dengan gigi besar nan menonjol. Di kepalanya ada bakul nasi enamel. Tangannya memegang pistol berisi bunga. Dia sedang menaiki kuda mainan menyerupai pemain kuda lumping.

Dalam pengantar bukunya, Dono beberkan alasannya menulis kumpulan cerita humor. Dia terpengaruh maraknya buku-buku humor. “Orang pada membukukan cerita beginian. Saya pun ikut partisipasi! Kalau nggak kok kurang sip begitu. Apalagi saya dikenal kalangan lucu-melucu,” ujar Dono saat masih hidup.

Dono menempatkan tokoh bernama Paijo, seorang warga desa yang pindah ke kota, sebagai motor utama kumpulan kisah humornya. Dia sok kritis, sok tahu, dan sok peduli pada perubahan-perubahan sosial di sekitarnya akibat perkembangan teknologi dan pembangunan.

Balada Paijo terbit dalam ukuran saku. Membacanya hanya butuh waktu setengah hari. Sekarang buku ini sudah langka di pasaran. Di situs jual beli online, seorang penjual buku lawas membanderol harganya Rp 200.000.

  1. Tokoh Mahasiswa

Setahun setelah Balada Paijo, Dono kembali menerbitkan buku. Kali ini berupa novel dengan judul Cemara-Cemara Kampus. Kisahnya berpusat pada kehidupan seorang mahasiswa-aktivis-kampus-calon-ketua-senat. Dono memperkenalkan tokoh ini dengan bahasa pop yang kocak, gesit, tapi pedih.

“Lelaki itu bernama Kodi. Aslinya sih Kodiat Suryokusumo… Sedikitnya ada delapan cewek yang pernah menutup buku hariannya dengan deraian air mata,” tulis Dono.

Putu Wijaya, sastrawan dan dramawan kenamaan Indonesia, menyebut Dono mampu menyusun adegan-adegan yang rapi dari awal novel. “Dono membawa pembaca memasuki perkenalan dan konflik,” ungkap Putu dalam “Bila Dono Bercinta”, ulasannya di Tempo, 10 Juni 1989.

  1. Reformasi dalam Novel

Setelah Balada Paijo dan Cemara-Cemara Kampus, Dono menerbitkan dua novel lagi yang berjudul Bila Satpam Bercinta (1991) dan Dua Batang Ilalang (1999). Keduanya masih mengambil sosok mahasiswa sebagai tokoh utamanya.

Bila Satpam Bercinta memuat kisah Pilus, mahasiswa asal desa terpencil yang bekerja sebagai satpam kantor untuk membiayai kuliahnya. Dia jatuh cinta pada Nadia, putri pemilik gedung. Tapi Pilus punya saingan seorang lelaki kaya bernama Brendi.

Nadia memlih Pilus. Brendi tak terima keputusan itu. Dia menculik dan merogol Nadia. Laku durjana itu membuat Nadia hamil. Tapi Pilus tetap menikahinya dan membawanya menata hidup baru di desa. Di sini mereka bertemu banyak kesulitan. Dari keberatan orang tua Nadia terhadap pernikahan mereka, tirisnya keuangan keluarga, sampai gangguan dari Brendi.

Sementara itu, Dua Batang Ilalang merekam aktivisme mahasiswa sebelum dan selama Reformasi 1998.

“Gerakan mahasiswa ataupun respons pemerintah dalam novel disajikan dengan netral, maksudnya tidak terlihat keberpihakan penulis terhadap salah satu pihak antara mahasiswa atau pemerintah Orde Baru,” catat Ayuni Rianty dan Etmi Hardi dalam “Pengaruh Jiwa Zaman dan Latar Belakang Penulis dalam Dua Karya Novel: Laut Bercerita dan Dua Batang Ilalang”, termuat di Jurnal Kronologi, Vol. 2 No. 1 Tahun 2020.

  1. Masalah Rumah Tangga

Dono mulai meninggalkan tokoh mahasiswa pada novel pamungkasnya, Senggol Kanan Senggol Kiri. Dono tak sempat melihat novel ini terbit. Dia wafat pada 2001, sementara novelnya terbit pada 2009.

Dalam Senggol Kiri dan Senggol Kanan, Dono mengisahkan hidup seorang karyawan pemasaran perusahaan farmasi bernama Bagus Anantakusuma atau Mas Gabus. Dia punya seorang istri dan dua anak. Keluarganya tinggal satu rumah dengan adik iparnya.

Sekali waktu Mas Gabus berselingkuh. Suyat, teman kantor Mas Gabus, mengetahuinya. Dia memanfaatkannya untuk meminjam uang dari Mas Gabus tanpa niat mengembalikannya.

Dono mengutarakan masalah keseharian rumah tangga kelas menengah: perselingkuhan, ketidakjujuran, pengasuhan anak, dan utang-piutang. Dia juga menyisipkan kritik sosialnya dalam sejumlah dialog. Misalnya saat perempuan selingkuhan Mas Gabus meminta sesuatu dengan kasar kepada asisten rumah tangganya (ART).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini