Benarkah Layangan Tertua di Dunia Berasal dari Indonesia?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Layangan tak lagi asing bagi budaya permainan di Indonesia. Namun siapa sangka sejumlah ahli sejarah menyebutkan Cina sebagai negara pertama yang menemukan tradisi permainan layang-layang.

Wolfgan Bieck seorang ahli layang-layang yang berasal dari Jerman justru punya pendapat lain. Ia mengatakan layang-layang pertama di dunia berasal dari Sulawesi di Indonesia.

Mengutip sebuah artikel di majalah Jerman tahun 2003 berjudul The First Kitesman, pendapat Bieck V ini terbukti dari peninggalan sejarah lukisan layang yang berada di Goa Pulau Muna Sulawesi. Perkiraan Lukisan layang-layang ini dari zaman purba era Epi-Paleolitik sekitar 9.000 – 9.500 tahun sebelum masehi.

Lukisan tersebut menggambarkan orang sedang memainkan layang-layang. Lukisan ini menimbulkan spekulasi bahwa permainan ini telah lama muncul di Indonesia. Sampai sekarang lukisan purba tersebut ada di Goa Sugi Patani, Desa Liang Kabori, Pulau Muna.

Bukan hanya lukisan prasejarah saja, bukti lain adalah layang-layang tertua yang usianya mencapai 4 ribu tahun bernama Kaghati Kolope. Layang-layang ini berada di Desa Mabolu, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.

Kaghati Kolope terbuat dari daun kolope yang tersusun rapi menggunakan tali. Kolope merupakan tanaman sejenis umbi-umbian hutan. Sedangkan kerangkanya terbuat dari bambu.

Tak hanya di Sulawesi, di Tanah Air tercinta ini, banyak penemuan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Catatan pertama mengenai layang-layang ada dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) dari abad ke-17 yang menceritakan seorang pembesar kerajaan yang ikut festival layang-layang.

Di Bali, layang layang, menurut James Danandjaya pada buku Folklore Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain, mengelompokan kegiatan menerbangkan layang-layang dengan berlari menggunakan benang sepanjang empat meter merupakan jenis permainan sekuler atau duniawi sekaligus sakral bagi masyarakat Trunyan.

Permainan ini tergolong sakral karena menghibur para dewa pada suatu acara keagamaan atau merupakan bagian salah satu upacara.

Di sisi lain, layang-layang bahkan sebagai sarana berburu. Bagi masyarakat Sulawesi, layang-layang menjadi alat bantu berburu untuk menarik mangsa. Sementara di Pangandaran sengaja untuk jerat menangkap kelelawar.

Layang-layang di masa sekarang mengalami berbagai transformasi. Sejak 1970-an, layang-layang termodifikasi dalam berbagai bentuk. Ukurannya pun tidak lagi kecil tetapi sangat besar, yakni dalam bilangan meter. Bahkan tak jarang dalam bentuk tiga dimensi sehingga permainan ini oleh beberapa orang sekaligus menggunakan tali tambang sebagai pengganti benang.

Layang-layang seperti itu biasanya dimainkan oleh orang dewasa dalam suatu festival. Di Indonesia, lomba dan festival layang-layang bertaraf internasional sudah menjadi agenda tetap di sejumlah daerah, seperti Pangandaran dan Bali. Penilaian permainan ini berdasarkan bentuk, komposisi warna, keelokan gerak, bunyi gaungan, dan lama mengudara.

Selain sebagai permainan, layang-layang juga memiliki fungsi ritual. Di beberapa daerah, layang-layang sebagai bagian dari ritual tertentu. Di Bali, misalnya, masyarakat masih mengenal layang-layang untuk melindungi singgasana para dewa.

Dewa Layang-layang di Bali adalah Rare Angon. Dewa itu selalu mendapat sesaji sebelum layang-layang terbang. Layang-layang yang telah suci itu merupakan benda sakral dan tidak boleh sampai menyentuh tanah.

Di Sumatera Barat, masyarakat masih percaya pada layang-layang bertuah yang bisa memikat anak gadis. Kemudian di Pulau Jawa, ada layang-layang untuk mengusir serangga dan burung liar di ladang sawah.

Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia layang-layang sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan berhubungab dengan mata kail.

Reporter : Nia Isdamayati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini