Tasya Kamila Kritik soal Tes PCR di Bandara, Kenapa?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Mantan penyanyi cilik, Tasya Kamila mendadak jadi perhatian publik. Hal ini bermula dari ungkapan Tasya soal tes swab PCR yang ada di bandara.

Ungkapan ibu satu anak ini bermula dari pertanyaan netizen yang menanyakan biaya PCR untuk penumpang pesawat yang membawa anak. Jawab Tasya pun mendadak jadi sorotan.

“Bayar, anak-anak juga bayar, harganya 495 ribu per orang,” kata Tasya.

Dari tulisannya, Tasya mengungkapkan kebingungannya dengan maksud tes swab PCR ini. Pasalnya, ia mengaku wajib melakukan PCR dua kali, yakni di bandara dan hotel saat karantina.

“Gak paham deh kenapa harus sampai PCR lagi di Jakarta, padahal kalau misalkan takut tertular di perjalanan, kan harus nunggu masa inkubasi dulu selama lima hari,” kata Tasya.

Tasya merasa bingung dengan kebijakan tersebut. Menurutnya, tes PCR bisa dilakukan jika dirinya dan keluarga sudah selesai karantina untuk mengetahui apakah dirinya benar terpapar Covid-19 atau tidak.

“Apa pun hasilnya wajib karantina, jadi kenapa gak PCR-nya sekalian aja setelah H+5 atau H+7,” kata Tasya.

Alhasil, pernyataan Tasya ini mengundang beragam komentar netizen. Ada yang sependapat, namun ada pula yang mengkritik tanggapan Tasya.

“Punya pemikiran gini udah lama banget sih. Sejak apa2 dan mau kemana2 wajib pcr. Sedangkan inkubasi virus itu paling cepet ya 5 hari,” kata akun ikonichu.

“Di negara lain juga begitu kok. Keluar dari pesawat langsung pcr. Covid penularan nya cepet untuk beberapa orang,” kata akun putripitaloka21.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini