Kembali Menilik Perjalanan Oscar Lawalata Sebagai Transgender

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pengakuan Oscar Lawalata, seorang desainer kondang Indonesia, secara terbuka yang mengaku dirinya transgender mengejutkan banyak orang. Pengakuan itu muncul di tengah belum diterima sepenuhnya orang-orang yang memiliki pergumulan seperti Oscar.

Secara umum, keberadaan orang-orang seperti Oscar disebut LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Pengakuan ini menarik, karena sampai saat ini ada berbagai pandangan terhadap LGBT, seperti mempunyai penyakit mental, tidak normal dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.

Keluarga Oscar sendiri memang berat untuk menerima Oscar yang sesungguhnya, namun dengan seiring berjalannya waktu pada akhirnya mereka saling menerima. Yang dialaminya pun berat, mulai dari perang dingin, perang kata hingga menangis.

Oscar Lawalatu mempunyai pandangan sendiri terhadap Gay dengan Transgender itu berbeda. Oscar mengakui dirinya sebagai sorang transgender, hal itu ia ketahui setelah mempelajari kurang dari 5 tahun lalu siapa dirinya.

Lalu, Oscar mengalami pergulatan batin dan pergulatan dengan keluarganya. Karena pergulatan itu merasa dirinya berbeda dan memikirkan keluarga pasti tidak mudah menerimanya sebagai seorang transgender. Dalam proses ini Oscar mencoba mengenali lebih dalam sang ibunda dan juga adiknya.

Soal asmara, Oscar memandang cinta dan menikah berbeda. Pernikahan hanyalah pengesahan secara formal diatas kertas dalam sebuah hubungan.

Oscar mempunyai filosofi cinta sendiri yaitu seperti pasir dalam genggaman tangan, jika pasir di genggam erat itu akan habis. Sebaliknya, jika pasir di biarkan begitu saja di atas tangan itu tidak akan kemana-mana kecuali akan tertiup oleh angin.

Dalam perjalanan Oscar Lawalata sebagai transgender, ada tiga yang harus di pelajari, terlepas setuju atau tidak dengan keberadaan LGBT.

Pertama, cinta. Cinta dari seorang Ibu yang menerima anaknya dengan keadaan seperti sekarang. Cinta itulah yang dirasakan oleh Oscar sehingga memberanikan diri berbicara kepada Ibu dan adiknya. Ia siap menerima resiko apapun, termasuk diusir atau dibuang sebagai seorang anak.

Kedua, penerimaan. Reggy Lawalata, ibunda dari Oscar menerima keberadaan anaknya yang unik. Penerimaan semacam ini yang penting, agar anak yang tengah bergumul tidak justru lari pada hal-hal yang semakin memperburuk keadaan.

Penerimaan membuat kita tidak segera menghakimi mereka. Melainkan merankul mereka untuk bersama-sama menemukan jawaban atas persoalan hidup.

Ketiga, wawasan. Pergumulan ini tidak hanya membuat mereka bergumul dengan perasaan mereka. Mereka meluaskan wawasan dengan mencari pengetahuan. Butuh waktu 5-6 tahun mereka belajar, mengedukasi diri, sehingga memiliki wawasan tentang topik yang berat ini.

Reporter: Novita Sari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini