5 Diktator Korup Ini Bernasib Tragis

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Diktator memang biasanya memiliki catatan hitam yang buruk. Pemerintahan para diktator diidentikkan dengan tangan besi, yang seringkali membuat para penguasa bernasib tragis. Namun, sebagai penguasa suatu negara, yang etika dan integritasnya tidak diragukan lagi, mengapa tidak berprinsip sebagaimana mestinya?

Terutama banyaknya diktator yang melakukan korupsi. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini diktator dunia yang paling mematikan dan banyak melakukan korupsi.

  1. Ferdinand Marcos, Presiden Filipina (1965 – 1986)

Ferdinand Marcos dari Filipina mengklaim dirinya sebagai pahlawan perang paling dihormati di negaranya (sebuah gelar yang sekarang didiskreditkan, dengan hanya 3 dari 27 medali yang diklaim telah diberikan selama Perang Dunia II).

Marcos terpilih sebagai Presiden ke-10 Filipina di tahun 1965. Pada bulan September 1972, di tengah masa jabatan keduanya, ketakutan akan pengambilalihan komunis mengakibatkan Marcos membubarkan Kongres dan mengumumkan darurat militer. Selama dua dekade masa pemerintahannya, korupsi meluas. Miliaran uang negara disedot ke rekening pribadi Marcos di Swiss.

Pada tahun 1986, Marcos kembali terpilih menjadi Presiden Filipina. Namun, pemilu yang diduga dipenuhi kecurangan, intimidasi, dan kekerasan ini akhirnya membuatnya digulingkan oleh Revolusi Kekuatan Rakyat pada tahun itu. Setelahnya, dia melarikan diri ke Amerika Serikat, di mana dia tinggal di pengasingan sampai kematiannya di Hawaii tiga setengah tahun kemudian.

Selama 21 tahun berkuasa, Filipina menjadi salah satu negara yang berhutang paling banyak di Asia. Hutang luar negeri meningkat dari 5 triliun rupiah (pada tahun 1962) menjadi 367 triliun rupiah (pada tahun 1986). Upah pekerja turun sekitar sepertiga, dan jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan hampir dua kali lipat, dari 18 juta orang menjadi 35 juta orang.

  1. Mobutu Sese Seko, Presiden Zaire (Republik Demokratik Kongo) (1965 – 1997)

Jenderal Mobutu Sese Seko menjadi Presiden di Zaire (sekarang Kongo) sejak tahun 1965 hingga 1997 setelah melakukan kudeta. Selama Krisis Kongo 1960, dia memimpin kudeta yang menggulingkan Patrice Lumumba, pemimpin pertama yang dipilih secara demokratis di negara itu. Sebagai gantinya, Mobutu diangkat menjadi panglima angkatan bersenjata. Kurang dari lima tahun kemudian dia memimpin kudeta kedua, mengangkat dirinya sebagai presiden dan kemudian memerintah negara selama hampir sepertiga abad.

Dia selalu tampil dengan kopiah bercorak macan tutulnya yang khas. Selama memerintah, Mobutu diduga melakukan banyak pelanggaran HAM. Dia juga mengeksploitasi kekayaan mineral negara yang melimpah dan menggunakannya untuk keuntungan pribadi. Korupsi pemerintah yang merajalela selama beberapa tahun menyebabkan hiperinflasi, utang luar negeri yang besar, dan devaluasi mata uang besar-besaran.

Memegang kekuasaan selama 32 tahun, Mobutu akhirnya melepaskan kekuasaan pada Mei 1996, menyusul pemberontakan yang dipimpin oleh Laurent Kabila (seorang Zairian Tutsi). Hanya dalam waktu tiga minggu, pemberontakan tersebut berubah menjadi pemberontakan politik berskala penuh. Mobutu, yang sudah sakit parah, melarikan diri ke Togo dan kemudian ke Maroko, di mana dia meninggal karena kanker prostat pada tahun berikutnya.

  1. Slobodan Milosevic, Presiden Serbia / Yugoslavia (1989 – 2000)

Slobodan Milosevic menghabiskan dua masa jabatan sebagai Presiden Serbia (antara 1990 hingga 1997) sebelum menjadi Presiden Republik Federal Yugoslavia. Namun, Milosevic terkenal karena perannya dalam perang Yugoslavia, di mana dia memimpin kekacauan dan pembunuhan massal yang terjadi di Kosovo, Kroasia, dan Bosnia. Pengadilan Pidana Internasional untuk Negara Pecahan Yugoslavia (ICTY) kemudian mendakwa dia atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan; pengadilan kejahatan perang internasional pertama diadakan sejak Pengadilan Militer Internasional 1945.

Setelah pemilihan presiden tahun 2000 yang disengketakan, Milosevic mengundurkan diri dari jabatannya. Dia kemudian ditangkap oleh pihak berwenang dan didakwa melakukan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan penggelapan. Ketika penyelidikan tersendat karena kurangnya bukti, dia diekstradisi ke Den Haag untuk menghadapi dakwaan ICTY. Membela dirinya sendiri, Milosevic menolak untuk mengakui keabsahan pengadilan tersebut karena tidak diamanatkan oleh Majelis Umum PBB. Dia kemudian diadili dan meninggal dalam selnya tahun 2006.

  1. Arnoldo Aleman, Presiden Nikaragua (1997 – 2002)

Segera setelah meninggalkan jabatannya pada tahun 2002, Presiden Nikaragua ke-81, Arnoldo Aleman, ditangkap atas tuduhan korupsi yang melibatkan dana milik negara sebesar 1,4 triliun rupiah. Dia dihukum atas kasus pencucian uang, penipuan, penggelapan, kecurangan pemilu pada tahun berikutnya, dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Korupsi yang terungkap dalam pemerintahannya begitu marak sehingga menyebabkan 14 orang ditangkap lagi, termasuk sejumlah anggota keluarga dekat.

Menurut Bank Dunia dan UNODCs Stolen Asset Recovery Initiative (StAR), sebuah publikasi tahun 2008 oleh Badan Penegakan Hukum dan Imigrasi AS, menyatakan bahwa penyelidikan Nikaragua menemukan bahwa (antara 1999 dan 2002), Aleman dan kroninya diduga menggelapkan dana pemerintah sekitar 1,4 triliun rupiah. Aleman.

Pada tahun 2003, dia dihukum karena korupsi dan dijatuhi hukuman penjara 20 tahun, dan Transparency International menobatkannya sebagai pemimpin paling korup kesembilan dalam sejarah. Enam tahun kemudian, Mahkamah Agung Nikaragua secara kontroversial membatalkan dakwaan korupsi Aleman dan membebaskannya.

  1. Jean-Claude Duvalier, Presiden Haiti (1971 – 1986)

Presiden Jean-Claude “Baby Doc” Duvalier dari HaitiJean-Claude “Baby Doc” Duvalier mewarisi kepresidenan Haiti saat berusia 19 tahun setelah kematian ayahnya François “Papa Doc” Duvalier, pada bulan April 1971. Saat melaksanakan sejumlah reformasi yang diminta oleh sekutu utama Haiti, yakni AS. Tida lama setelahnya, Jean-Claude segera menjadi diktator dan mengakibatkan kelaparan dan resesi ekonomi di Haiti. Namun, tahun 1986, karena terdesak keadaan Duvalier melarikan diri ke Perancis.

Pada tahun Baby Doc mengambil alih, Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa 64 persen dari pendapatan pemerintah telah disalahgunakan, dengan jutaan dolar dialihkan untuk pengeluaran anggaran ekstra, termasuk setoran yang dilakukan ke rekening bank Swiss miliknya.

Pada tahun 1985, setelah referendum yang didukung oleh 99,9 persen populasi, Duvalier diangkat menjadi Presiden seumur hidup. Meskipun demikian, dia digulingkan oleh pemberontakan populer pada tahun berikutnya dan melarikan diri ke Prancis, di mana dia tinggal di pengasingan selama 25 tahun berikutnya. Dia tiba-tiba kembali ke Haiti pada tahun 2011, dan segera ditangkap serta dituduh melakukan korupsi dan penggelapan. Mengaku tidak bersalah, kasus itu tidak pernah disidangkan karena Duvalier meninggal dalam serangan jantung pada Oktober 2014.

Reporter: Safira Ginanisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini