Tanggapi Pasar Muamalah, DPR: Pakai Rupiah Lebih Aman

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi menanggapi fenomena munculnya pasar ilegal berlabel muamalah di wilayah Depok, Jawa Barat, yang menjadi sorotan publik belakangan ini, karena bertransaksi menggunakan koin dinar dan dirham.

Menurut Fathan, masyarakat harusnya memahami, bahwa rupiah lebih aman digunakan sebagai alat transaksi resmi di Indonesia.

“Menggunakan rupiah selain lebih aman juga praktis, mengingat satuan pecahannya cukup lengkap, mulai dari pecahan Rp 100 sampai dengan Rp 100 ribu,” kata Fathan kepada Mata Indonesia News, Jumat 5 Februari 2021.

Ia menilai, penggunaan rupiah lebih praktis dan tidak merepotkan, dibanding harus bersusah payah memakai dinar atau dirham sebagai alat pembayaran.

Dia mencontohkan, jika memakai dinar atau dirham, otomatis masyarakat akan direpotkan untuk mengonversi terlebih dulu nilainya ke rupiah.

Fathan juga berkata, menggunakan rupiah sebagai alat transaksi dan pembayaran kini semakin mudah. Tidak hanya dengan cara konvensional dalam bentuk tunai, tapi juga bisa dilakukan dalam bentuk elektronik, seiring maraknya layanan dompet digital.

“Di era kemajuan teknologi digital sekarang ini proses pembayaran transaksi makin mudah dan sudah pasti menggunakan rupiah,” ujarnya.

Kemudian, Fathan menegaskan, Antam sebagai pihak yang diketahui terlibat mencetak koin dinar dan dirham itu, harus lebih ketat dalam pengawasan ke depannya. Ia mengingatkan, jangan sampai koin-koin ini menjadi bahan kegaduhan masyarakat kelak.

Selama ini penggunaan koin emas di masyarakat adalah sebatas untuk pembayaran zakat dengan alasan mengikuti aturan hukum Islam pada era klasik. Koin emas juga kini jadi tren dijadikan mahar pernikahan atau kado bagi orang terkasih.

“Sehingga koin emas dinar dan koin perak dirham peruntukkannya memang hanya untuk hadiah dan souvenir. Bukan sebagai alat transaksi dan pembayaran,” kata dia.

Seperti diketahui, polisi telah mengamankan penggagas pasar muamalah Depok, yakni Zaim Saidi, yang kemudian ditetapakan sebagai tersangka dan telah ditahan.

Zaim diduga melanggar Pasal 9 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini