Pemerintah Thailand Akan Menggunakan Semua Pasal untuk Demonstran yang Langgar Aturan

Baca Juga

MATA INDONESIA, INTERNASIONAL – Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha akan menggunakan semua undang-undang untuk menghukum para demonstran yang melanggar aturan. Para demonstran anti-pemerintah masih melakukan protes menuntut Prayuth turun dari jabatannya serta reformasi dalam kekuasaaan Raja Maha Vajiranlongkorn.

Protes merupakan tantangan terbesar bagi pemerintahan Thailand yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Mengkritik monarki adalah hal yang dianggap tabu di Negeri Gajah Putih dan dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 15 tahun!

Pengumuman Perdana Menteri Prayuth muncul sehari setelah ribuan demonstran melemparkan cat ke markas kepolisian Thailand dalam apa yang mereka sebut sebagai respons atas penggunaan meriam air dan gas air mata.

Sebagai catatan, sedikitnya 55 orang terluka ketika demonstran pro-pemerintah terlibat bentrok dengan aparat kepolisian dan massa anti-pemerintah dalam kekerasan terburuk sejak gerakan protes baru yang dipimpin generasi muda muncul pada Juli.

Bentrok yang terjadi pada Rabu (18/11), membuat polisi menembakkan meriam air dan gas air mata kepada para demonstran yang memotong barikade kawat silet dan menghilangkan beton di luar parlemen. Para demonstran juga menyemprotkan graffiti anti-monarki.

“Situasinya tidak membaik. Ada risiko eskalasi ke lebih banyak kekerasan. Apabila tidak segera diatasi, maka dapat merusak negara dan monarki tercinta,” kata Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, melansir Reuters, Kamis, 19 November 2020.

“Pemerintah akan meningkatkan tindakan dan menggunakan semua hukum, semua pasal, untuk mengambil tindakan terhadap pengunjuk rasa yang melanggar aturan,” sambungnya.

Perdana Menteri Prayuth tidak secara spesifik menyebutkan apakah ini termasuk Pasal 112 KUHP, yang melarang penghinaan terhadap monarki. Namun, ia menegaskan bahwa pasal tersebut tidak digunakan menyusul perintah Raja Maha Vajiralongkorn.

“Ini bisa berarti mereka menggunakan Pasal 112 untuk menangkap para pemimpin protes. Apakah ini sebuah kompromi?” kata seorang aktivis, Tanawat Wongchai di akun Twitternya.

Meskipun pihak Istana Kerajaan belum mengomentari soal aksi demonstrasi tersebut, raja memastikan bahwa Thailand merupakan “tanah kompromi” –sebuah frase yang kemudian menuai cemoohan pengunjuk rasa anti-pemerintah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini