Mengapa Warga Inggris Keluar dari Uni Eropa?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Inggris secara resmi melepaskan diri dari Uni Eropa setelah 48 tahun menjadi anggota. Ini dikarenakan mayoritas penduduknya memilih untuk hengkang yang ditandai dalam referendum Brexit pada tahun 2016.

Uni Eropa merupakan kemitraan ekonomi dan politik dengan anggota 28 negara di kawasan benua Eropa. Terbentuknya Uni Eropa setelah Perang Dunia II bertujuan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi, dengan harapan negara-negara yang menjadi mitra dagang akan menghindari perang satu sama lain.

Sementara itu, Brexit merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Setelah Parlemen Inggris meloloskan Rancangan Undang-Undang Kesepakatan Brexit (Withdrawal Agreement Bill) pada Desember 2019, Inggris akhirnya berpisah dari Uni Eropa pada 31 Januari 2020 dan menjalani masa transisi. Selama masa transisi (yang baru saja berakhir), Inggris masih terikat pada peraturan Uni Eropa.

Sejak Brexit dimulai, mata uang pound sterling sempat merosot ke level terendah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, pasar global juga jatuh dan mengakibatkan kerugian terhadap perekonomian Inggris.

Lantas, mengapa sekitar 51,9 persen dari 30 juta warga Inggris memilih untuk mendukung Brexit?

Memilih keluar dari Uni Eropa akan membantu Inggris mendapatkan kedaulatan penuh. Hal ini bisa terjadi lantaran Inggris tidak harus mematuhi peraturan Uni Eropa, yang sebagian besar dibentuk di Brussel (ibu kota Uni Eropa) dan diberlakukan berdasarkan kesepakatan negara anggota lainnya.

Selain itu, Inggris sebagai kontributor bersih untuk anggaran Uni Eropa dapat secara efektif menggunakan miliaran pound sterling untuk pertumbuhannya sendiri dan memutuskan cara membelanjakan uangnya. Menarik keanggotaannya dari Uni Eropa tidak akan merugikan pertumbuhan Inggris.

Melansir The Guardian, banyak pendapat menyatakan bahwa Uni Eropa telah membebani Inggris dengan peraturan yang merugikan ekonomi negara tersebut sebanyak 600 juta pound sterling (sekitar 11,6 triliun rupiah) per minggu.

Namun, dengan adanya Brexit, Inggris dapat mengubah beberapa undang-undang Uni Eropa untuk melakukan penghematan dengan mengabaikan beban peraturan yang berlaku.

Hal itu juga menciptakan Inggris kembali memegang kontrol perdagangan. Berbagai perusahaan di Inggris dapat terbebas dari beban regulasi Uni Eropa dan bisa melakukan negosiasinya sendiri dengan negara lain. Diketahui, hampir setengah dari perdagangan luar negeri Inggris dilakukan bersama Uni Eropa.

Perceraian dengan Uni Eropa pun dapat membantu mengurangi peraturan di tempat kerja, yang berpotensi menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Inggris dapat bebas menerima investasi baru dari luar Uni Eropa.

Selain itu, tingginya jumlah pekerja imigran di Inggris menjadi faktor penyebab lainnya. Inggris sekarang dapat memiliki peraturannya sendiri untuk pekerjaan yang ditujukan terhadap jumlah imigran yang tinggi di negara tersebut.

Sebelumnya, warga negara Uni Eropa memiliki hak untuk bekerja di negara anggota mana pun dan hal itu secara signifikan menurunkan gaji para pekerja di Inggris. Oleh karena itu, meninggalkan blok perdagangan Uni Eropa dapat membuat Inggris meningkatkan gaji para pekerjanya dengan bebas menentukan pekerjaan dan membatasi jumlah pekerja imigran.

Reporter: Safira Ginanisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Upaya Berantas Paham Radikalisme dan Terorisme, Aparat Keamanan Berhasil Tangkap 7 Teroris di Sulteng

Aparat keamanan Republik Indonesia (RI) terus berupaya untuk memberantas penyebaran paham radikalisme dan terorisme di Tanah Air. Upaya tersebut...
- Advertisement -

Baca berita yang ini