Malaysia Rela Barter Alat Perang dengan Kelapa Sawit Demi Laut Cina Selatan

Baca Juga

MINEWS, INTERNASIONAL – Malaysia nampaknya tak menyia-nyiakan potensi produk kelapa sawitnya untuk dijadikan barter atas peralatan militer. Negeri Jiran ini bahkan dikabarkan sedang bernegosiasi dengan enam negara untuk membeli peralatan militer dengan minyak kelapa sawit.

Rencana barter tersebut merupakan bagian dari kebijakan pertahanan 10 tahun yang akan diajukan ke parlemen tahun ini, dan akan berfokus  pada peningkatan kemampuan angkatan laut, termasuk di Laut Cina Selatan yang menjadi sengketa. Adapun sejumlah negara pun ikut mengklaim kepemilikan Laut Cina Selatan seperti Taiwan, China, Vietnam, Brunei, dan Filipina.

Melansir Malay Mail, Senin 26 Agustus 2019, negosiasi tentang rencana barter tersebut dimulai dengan Cina, Rusia, India, Pakistan, Tukri dan Iran. Malaysia sedang berusaha memperbarui peralatan dan memotong anggaran pertahanan dalam beberapa tahun ini.

Hal ini diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Malaysia Mohammad Sabu. Ia mengatakan bahwa upaya tersebut dilakukan untuk menggantikan kapal laut yang beberapa di antaranya telah beroperasi selama 35 tahun lebih.

“Selain kapal-kapal baru, Malaysia juga ingin membeli pesawat pengintai jarak jauh, kendaraan udara tak berawak dan kapal pencegat cepat,” kata dia.

Meski mendapat peringkat sebagai negara dengan ekonomi terbesar ketiga di Asia Tenggara, biaya telah menjadi rintangan besar bagi Malaysia saat ini. Sabu pun berharap cara ini dapat membantu membayar dan membuka jalan untuk meningkatkan pertahanan militer.

“Kami sangat senang jika negara-negara tersebut bersedia untuk barter dengan kelapa sawit. Kami memiliki banyak kelapa sawit,” kata dia.

Sebagai informasi, Malaysia dan Indonesia merupakan dua produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang turut memasok sekitar 85 persen minyak kelapa sawit dunia. Sebagian besar minyak kelapa sawit tersebut digunakan untuk masakan dan kosmetik seperti lipstik dan sabun.

Sayangnya, industri minyak kelapa sawit menuai banyak kritikan karena budidaya tanaman sawit diklaim dapat menyebabkan deforestasi dan berkontribusi dalam masalah kabut asap. Itu sebabnya, Uni Eropa berencana menghapuskan penggunaan kelapa sawit sebagai bahan bakar energi terbarukan di tahun 2030 yang memicu perselisihan dengan dua negara tersebut.

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini