Mahkamah Agung AS Menangkan Gugatan Tiga Pria Muslim Amerika yang Dilarang Naik Pesawat oleh FBI

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Mahkamah Agung AS memutuskan untuk memenangkan tuntutan tiga pria Muslim AS kepada FBI karena mereka dimasukkan dalam daftar larangan terbang setelah menolak untuk membantu FBI. Pengadilan mengatakan, ketiga pria yang merupakan warga negara AS itu dapat kembali mencari nafkah berdasarkan Undang-Undang Pemulihan Kebebasan Beragama.

Mereka bertiga itu mengaku bahwa FBI berusaha melanggar keyakinan mereka dengan menekan mereka untuk memata-matai orang Muslim lainnya. “Tidak ada satu pun dari para lelaki itu pernah dicurigai melakukan aktivitas yang melanggar hukum,” kata pengacara mereka.

FBI kemungkinan masih berupaya menyelesaikan kasus ini melalui jalur di luar pengadilan, atau meminta kekebalan yang memenuhi syarat (qualified immunity). Kekebalan yang memenuhi syarat adalah doktrin hukum yang melindungi petugas dari tanggung jawab pribadi karena melanggar hak konstitusional warga yang mereka tangkap.

Para pengkritik berpendapat bahwa kekebalan ini justru menghalangi upaya untuk meminta pertanggungjawaban para agen FBI. Sejumlah politikus Partai Demokrat di Kongres telah mengajukan upaya legislasi untuk mencabut hak kekebalan tersebut.

Namun, upaya mereka dihalangi oleh para politikus Partai Republik. Pemerintahan Trump juga berusaha untuk mengabaikan kasus tersebut, dengan alasan perkara tersebut terkait dengan masalah sensitif keamanan nasional dan penegakan hukum.

Menurut laporan New York Times, keputusan Mahkamah Agung dengan hasil suara 8-0 menandai fase awal kasus ini. Para hakim diharuskan untuk berasumsi bahwa tuduhan yang dibuat oleh orang-orang itu semuanya benar.

Kantor berita Reuters juga melaporkan bahwa para hakim memperkuat putusan pengadilan yang lebih rendah. Dan memungkinkan ketiga pria itu, semua warga AS, atau penduduk tetap yang berasal dari luar negeri, untuk menuntut ganti rugi berupa uang berdasarkan Undang-Undang Pemulihan Kebebasan Beragama.

Kasus ini bermula pada 2013, dimana dua warga Muslim yang berasal dari New York, dimasukan dalam daftar hitam penerbangan. Yakni Muhammad Tanvir dan Jameel Algibhah, serta satu warga Muslim yang tinggal di Connecticut, yaitu Naveed Shinwari.

Kendati demikian, tidak ada bukti yang menunjukkan mereka mengancam keselamatan maskapai atau penumpang pesawat. Muhammad Tanvir, penggugat utama merupakan penduduk tetap yang sah dan bekerja di New York sebagai sopir truk jarak jauh dimana ia harus terbang pulang setelah berkendara jarak jauh.

Namun pada 2010, dia ditolak masuk ke pesawat untuk penerbangan dari Atlanta. Para agen FBI pun mengantarnya ke terminal bus sebagai pengganti perjalanan pulang 24 jam.
Dua pria lainnya mengaku mereka memiliki pengalaman serupa.

“Saya merasa sangat senang dan puas. Alhamdullilah,” ujar Naveed Shinwari, salah seorang pria yang diduga menjadi sasaran FBI kepada NPR News.

Menurut Naveed, hal Ini merupakan kemenangan besar bagi setiap Muslim dan non-Muslim yang tidak dapat bersuara dalam melawan kebencian dan penindasan. Ia juga berharap hal ini dapat menjadi peringatan bagi FBI dan lembaga lainnya.

Mereka harus bertanggung jawab untuk kejadian-kejadian yang dapat masyarakat menjadi trauma dan dapat menghancurkan kehidupan mereka. Para pengacara dari ketiga orang itu mengatakan bahwa ada 80.000 orang yang masuk dalam daftar hitam pemerintah AS yang tidak segera mendapatkan hak menuntut karena mereka bukan warga negara AS.

Reporter: Muhammad Raja A.P.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Seluruh Pihak Harus Terima Hasil Putusan Sidang MK

Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di ruang sidang lantai...
- Advertisement -

Baca berita yang ini