Mahasiswa Desak KPK dan Kejaksaan Usut Tuntas OTT Kejati DKI

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Gerakan Anti Korupsi (GAK) Lintas Perguruan Tinggi mengkritisi upaya yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggelar Operasi Tangkap Tangan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 26 Juni 2019 lalu.

Dari aksi OTT ini, KPK telah menetapkan 3 tersangka yaitu 1 orang pengacara, 1 orang swasta dan 1 aspidum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.

Sementara proses hukum atas dua jaksa yakni Kasubsit Penuntutan Kejati DKI Jakarta (YHE) dan Kasi Kamnegtibum (YSP) dilimpahkan oleh KPK ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Dalam Konferensi pers yang digelar di Gedung UI Salemba, Ibong, salah satu pengurus GAK memaparkan bahwa pihaknya menyatakan sikap sebagai berikut: Pertama, menyatakan keprihatinan atas terulangnya kembali tindak pidana korupsi pejabat kejaksaan yang tertangkap dalam OTT KPK, padahal harusnya kejaksaan adalah salah satu pilar utama dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.

Kedua, GAK menuntut KPK untuk membongkar dugaan tindak pidana korupsi dan mengusut siapa pun yang terlibat di dalamnya tanpa pandang bulu.

Ketiga, GAK menyesalkan pelimpahan proses hukum atas 2 jaksa oleh KPK kepada Kejagung. Keempat, mendesak KPK secara konsisten melaksanakan amanat pasal 6,7,8,9 dari UU No. 30 tahun 2002 mengenai wewenang dan kewajiban KPK untuk melakukan supervisi, pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh pihak kepolisian dan kejaksaan.

Kelima, mendesak Kejagung untuk menindak, menuntut, dan menghukum seberat-beratnya semua aparaturnya yang terlibat dalam tindak pidana korupsi ini dan melakukan pembenahan internal secara menyeluruh. Hal itu agar kejaksaan dapat kembali menjadi penegak hukum yang dipercaya oleh masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Selanjutnya Saur Siagian, anggota pengurus GAK lainnya, juga ikut mengungkapkan bahwa pihaknya cukup mempertanyakan soal pernyataan salah seorang anggota DPR Komisi III yang menuduh OTT yang dilakukan KPK mempermalukan Kejaksaan, bahkan dianggap menyerang partai Nasdem.

“Ini jadi pertanyaan besar. Mengapa peristiwa hukum ini ditarik ke ranah politik,” kata Saur.

Lalu soal anak jaksa  yang semula diduga terlibat tapi ditanggapi jaksa agung sebagai hoax, Saur bilang, Ini perlu diusut tuntas oleh KPK dan pihak kejaksaan.

Begitu pun dengan dua jaksa yang kena OTT jugavperlu diusut tuntas, biar tak ada kesan kejaksaan menutup-nutupi kesalahan yang dibuat anggotanya. “Dan bila nanti mereka terbukti bersalah, maka harus dihukum seberat-beratnya. Bagaimana bisa lantai kita bersih tapi saku kita kotor,” ujar Saur.

Andy Saragih juga ikut berpendapat. Ia menjelaskan bahwa pemberantasan korupsi perlu dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Ia juga menyesalkan pernyataan dari anggota DPR Komisi III tersebut.

Alasannya karena Komisi III DPR sudah seharusnya  menjadi ujung tombak bagi penegakan korupsi dengan bersinergi bersama KPK, tapi kesannya kok malah melemahkan KPK. Maka ia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar mengawasi upaya pemberantasan korupsi oleh KPK hingga tuntas agar negeri ini bisa bebas dari korupsi.

Menanggapi hal itu, Ketua ILUNI UI Fakultas Teknik Tommy Suryatama mengharapkan agar ke depannya, para pelaku penegak hukum terutama pihak kejaksaan tak perlu diisi oleh orang partai.

Alasannya untuk menghindari ‘campur tangan’ partai tertentu dalam ranah hukum, terutama dalam kejaksaan. “Jadi mending ambil orang non partai karena masih banyak orang non partai yang profesional dan baik yang bisa tempati posisi ini,” kata dia

Lantas ketika ditanya soal duduk perkara dari kasus ini, apakah merupakan kasus sengketa tanah yang melibatkan dua perusahaan properti ternama di tanah air, Saur tak mengatakannya secara jelas.

Ia menyebut kasus ini lebih kepada kasus sogok yang melibatkan pihak swasta dan pihak kejaksaan. Sebenarnya tugas jaksa adalah bertanggung jawab ke presiden, tapi malah mereka salah gunakan tugasnya.

Maka ia menekankan agar KPK perlu mengusut kasus ini karena saat ini bukti suap yang terungkap baru 200 juta rupiah.

“Kita menduga bukti uangnya bisa miliaran rupiah, maka kita perlu dorong KPK agar publik tau kebenarannya. Jaksa agung juga perlu membantu sehingga kasus ini bisa selesai dan pertanyaan soal keterlibatan anaknya bisa segera terjawab,” katanya. (Krisantus de Rosari Binsasi)

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini