Kasus Positif Covid-19 Meningkat, Haruskah Lockdown Dilakukan di Jakarta?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Setiap negara memiliki cara tersendiri dalam menekan angka penyebaran virus Covid-19, salah satunya dengan menerapkan lockdown. Sejumlah negara memilih lockdown sebagai solusi dalam menghambat virus mematikan itu, contohnya Inggris.

Negara asal band legendaris, The Beatles ini masuk dalam urutan ke-5 negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia. Per tanggal 6 Januari 2020, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kasus Covid-19 di Inggris menyentuh angka 2.774.479 dengan angka kematian mencapai 76.305.

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menerapkan kembali lockdown nasional akibat tingginya lonjakan kasus virus yang diklaim berasal dari Wuhan itu. Menurutnya, upaya ini dilakukan guna memastikan sistem kesehatan di Inggris tidak runtuh.

Sebelumnya, langkah ini dinilai efektif dalam memerangi Covid-19 di Inggris. Tahun lalu, Imperial College London dan Ipsos Mori, melaporkan tingkat virus Covid-19 menurun sebanyak 30 persem di negara pimpinan Ratu Elizabeth II itu.

Meski terbukti ampuh, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak mengikuti langkah yang diambil Pemerintah Inggris tersebut. Padahal, Jakarta menyumbang angka Covid-19 terbanyak di Indonesia.

Pada 6 Januari 2020, total kasus di Jakarta mencapai 2.408. Angka tersebut merupakan yang terbanyak sejauh ini. Sebelumnya, rekor tertinggi terjadi pada tanggal 25 Desember 2020. Saat itu, kasus Covid-19 menyentuh angka 2.096.

Berbeda dengan Inggris, Jakarta memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menekan angka penyebaran Covid-19. Pasca liburan Natal dan Tahun Baru 2021, angka Covid-19 di Jakarta naik drastis.

Oleh karenanya, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta,memperpanjang PSBB Transisi hingga 17 Januari 2021, Pemprov DKI Jakarta mengklaim jika perpanjangan PBB mampu menekan penambahan kasus Covid-19 di Ibu Kota.

Sejak awal, pemberlakuan PSBB di Jakarta ditentang oleh sebagian masyarakat. Mereka menyarankan agar Pemprov DKI menerapkan lockdown untuk mengentikan laju pertumbuhan Covid-19.

Sebetulnya, Anies pernah mengusulkan langkah tersebut kepada Presiden Joko Widodo. Namun, orang nomor satu di Indonesia itu menolak usual Anies. Menurutnya, tidak semua negara cocok dengan lockdown, termasuk Indonesia.

Pria yang akrab disapa Jokowi itu yakin dengan menjaga jarak atau social distancing serta rapid test mampu mengatasi wabah Covid-19 di Tanah Air.

Jokowi menambahkan jika perekonomian di Indonesia pasti akan sangat terganggu dengan munculnya Covid-19. Dengan diberlakukannya lockdown, akan menghambat perekonomian negara terlebih masyarakat kelas bawah.

Sedangkan menurut Bhima Yudhistira, Peneliti Ekonomi dari Institute for Development of Economis dan Finance, melaksanakan lockdown di Jakarta memiliki resiko yang sangat besar dalam perekonomian negara.

Menurutnya, tanpa lockdown pun Ibu Kota mampu menekan angka penyebaran Covid-19. Contohnya, Singapura yang memberikan pembatasan aktivitas di ruang publik. Terutama pada golongan warga lanjut usia.

Hal senada disampaikan oleh Erick Tohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurutnya, lockdown merupakan langkah yang keliru dalam penanganan virus Covid-19 di Indonesia.

Sebab, dengan diterapkannya PSBB, peringkat perekonomian Indonesia dalam G20 menempati posisi ke-2. Dalam IMF pun, Indonesia memperoleh rating 5. “Kita memang minus, tapi sedikit. Lari lambat tapi aman” tambahnya.

Sebetulnya, ada beberapa dampak yang ditimbulkan jika Jakarta menerapkan lockdown. Salah satunya, mengalami kelangkaan bahan pangan. Sebagaimana diketahui, sumber bahan pangan di Jakarta lebih banyak berasal dari luar daerah. Sehingga, proses distribusi barang akan terganggu.

Reporter: Diani Ratna Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Harga Daging Sapi di Bantul mulai Turun, Ini yang jadi Penyebabnya

Mata Indonesia, Bantul - Setelah Lebaran, harga daging sapi di Bantul mulai mengalami penurunan secara perlahan. Nur Wijaya, Lurah Pasar Niten, membenarkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa pada 15-16 April 2024, harga daging sapi sudah stabil.
- Advertisement -

Baca berita yang ini