Ini Tiga Hal yang Bikin Prabowo Kalah di MK Tahun 2014

Baca Juga

MINEWS.ID, JAKARTA – Prabowo Subianto akhirnya mendaftarkan gugatan sengketa Pemilihan Presiden 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal yang sama dilakukannya pada 2014 saat dia berpasangan dengan Hatta Rajasa untuk membuktikan terjadi kecurangan pada Pemilu tersebut.

Namun, saat itu gugatannya ditolak majelis hakim konstitusi yang diketuai Hamdan Zoelva karena Prabowo tidak bisa satu pun membawa bukti kecurangan yang dia tudingkan. Setidaknya adalah enam hal kecurangan yang semuanya ditolak mentah-mentah oleh MK. Berikut keenam hal tersebut.

1.Daftar Pemilih Tetap (DPT) Bermasalah
Prabowo juga menuding penyusunan DPT yang bermasalah membuat dia kalah dari Jokowi-JK saat itu. Timnya menuding ada kecurangan yang terstruktur, masif dan sistematis pada penyusunannya dengan mengabaikan Data Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) sebagai dasar penyusunan DPT.

Pengabaian itu berujung manipulasi data DPT dan akhirnya berdampak sistemik hingga menimbulkan terjadinya kecurangan dalam proses pilpres yang menguntungkan Jokowi-JK.

Lagi-lagi bukti dan saksi yang dihadirkan tidak bisa meyakinkan MK. Bukti dan saksi-saksi itu bahkan tidak bisa menjelaskan secara rinci soal pengabaian DP4.

MK saat itu berpendapat, penyusunan DPT merupakan proses panjang yang dilakukan KPU dengan tahapan yang sesuai peraturan. Keberatan tersebut seharusnya diselesaikan saat proses penyusunannya.

2. DPKTb Mencurigakan
Tim Prabowo saat itu menuding tingginya jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) merupakan strategi mobilisasi massa memenangkan Jokowi-JK. Mereka menilai DPKTb tidak sah dan melanggar Undang-Undang.

Namun, MK menilai DPKTb sah dan menjadi sarana warga negara yang tidak terdaftar di DPT bisa menyalurkan hak konstitusionalnya.

Prabowo saat itu juga tidak bisa membuktikan berapa perolehan suara yang bakal dia peroleh jika daftar itu tidak ada.

3. Kecurangan Terstruktur, Masif dan Sistematis
Berdasarkan hasil persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) Tim Prabowo saat itu tidak menguraikan dengan jelas dan rinci pada tingkat mana dan di mana terjadinya kesalahan hasil penghitungan suara yang berakibat berkurangnya perolehan suara Prabowo dan menambah suara Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla saat itu.

Keterangan saksi yang diajukan pada persidangan tersebut justru membuktikan tidak ada keberatan dari semua saksi pasangan calon dalam proses rekapitulasi suara.

Akhirnya Mahkamah Konstitusi dalam sidang yang diketuai Hamdan Zoelva menolak seluruh Permohonan Perselisihan Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Jokowi-JK pun menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang sah.

Berita Terbaru

Pilkada Damai Membutuhkan Keterlibatan Semua Pihak

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen krusial dalam agenda demokrasi Indonesia yang membutuhkan keterlibatan aktif dari semua...
- Advertisement -

Baca berita yang ini