Ini Saran Pakar untuk Lawan Perang Medsos di Masa Kini dan Masa Depan

Baca Juga

MINEWS.ID, JAKARTA – Zaman telah berubah dan konsep perang pun ikut berevolusi. Dewasa ini dan nanti, perang bukan lagi soal mengangkat senjata, tapi lebih kepada perang cyber atau perang lewat media sosial (medsos).

Hal ini disampaikan oleh pakar pertahanan dan militer Connie Rahakundini dalam acara seminar kebangsaan bertajuk”Muara unjuk rasa:NKRI Mau Dibawa ke Mana?` di Balai Sarwono, Jakarta, Kamis, 3 September 2019.

Connie mengatakan bahwa media sosial telah menjelma sebagai salah satu ‘alat’ dan menjadi bentuk ancaman nyata dalam perang modern.
“Bahaya terbesar mendatang bukanlah meretas rekening bank atau surel, tetapi meretas otak kita. Tidak ada yang kebal terhadap efek samping medsos termasuk pencurian identitas, stalkers dan hacker. Jaringan sosial memungkinkan hoax dan informasi palsu menyebar dan menyebabkan kekacauan luas,” kata dia.

Alasannya karena saat ini peran medsos tidak hanya mendatangkan manfaat positif, namun menjadi ‘momok’ yang berbahaya bagi Indonesia di masa kini dan nanti.

“Sisi gelap medsos, dalam hitungan detik, apa pun dapat dikondisikan keluar dari proporsi dan konteks (Formichetti). Maka, negara harus hadir mengubah pola destruktif penggunaan medsos sebelum menghancurkan masyarakat dan negara,” ujar Connie.

Ia juga mengatakan bahwa perkembangan medsos turut berkontribusi bagi hubungan antar negara yang tak lagi memiliki batas yang jelas. setiap negara seolah-olah dipaksan untuk memahami perkembangan ekonomi dan politik di belahan dunia lain.

Hal ini sangat mendesak bagi negara Indonesia terutama dalam melindungi negara dari ancaman perkembangan teknologi. Selain itu, dapat menjadi bekal agar Indonesia tidak kalah dalam perang medsos di masa depan berhadapan dengan negara lain.

Dalam rangka menghindari ancaman terhadap negara dari perkembangan medsos, kata Connie, pemerintah Indonesia perlu menata penggunaan medsos.
Penataan ini dimaksud bukan untuk membatasai warga negara dalam mengakses media sosial, namun agar peran medsos lebih digunakan untuk kegiatan yang sifat membangun bagi negara.

Ia juga berharap agar Kementerian Pertahanan (Kemhan), TNI, BIN, BSSN, BAIS dan lembaga terkait lainnya mesti lebih serius lagi menghadapi ancaman perang medsos di masa depan.

“Kemhan dan TNI perlu lebih serius menempatkan lebih banyak kemampuan dan anggaran ke dalam tata kelola dan perlindungan dan pengendalian teknologi (komunikasi dan dunia maya) yang sedang dan akan muncul,” kata dia

Connie pun memberikan rekomendasi untuk menghadapi perang medsos antara lain sebagai berikut.

Pertama, dengan melakukan pemetaan isu dan penggalangan opini publik secara akurat. “Dapat dilakukan oleh BSSN, BAIS, BIN, Intelkam dan Cybercrime Polri,” ujar dia.

Kedua, mengumpulkan lawan dalam bentuk group garis keras di media sosial, misalnya WA atau telegram.

Ketiga, melakukan networking, social mapping, tracking hunting dan penangkapan. Ini bisa dilakukan oleh BIN dan BAIS.

“Prinsip tracking hunting adalah upaya akhir yang menyasar setelah social media warfare. Tapi yang utama adalah pada pencegahan dengan intervensi media sosial. Berupa counter berita-berita yang positif untuk tangkal hoaks,” kata dia.

Berita Terbaru

Upaya Berantas Paham Radikalisme dan Terorisme, Aparat Keamanan Berhasil Tangkap 7 Teroris di Sulteng

Aparat keamanan Republik Indonesia (RI) terus berupaya untuk memberantas penyebaran paham radikalisme dan terorisme di Tanah Air. Upaya tersebut...
- Advertisement -

Baca berita yang ini