Ini Perjuangan Pemerintah Dapatkan 10 Persen Saham Freeport untuk Rakyat Papua

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) di akhir 2018 tahun lalu berhasil mengakuisisi 51 persen PT Freeport Indonesia (PTFI) atau menjadi pemegang saham mayoritas. Sementara sisanya 49 persen dimiliki oleh Freeport McMoran.

Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman mengatakan bahwa renegosiasi itu telah menjadi babak baru bagi Freeport dan babak baru bagi pemerintah Indonesia dan Papua.

Ferdy mengungkapkan bahwa dari 51 persen saham tersebut, turut memberi ruang bagi Papua untuk mendapat 10 persen saham di Freeport dan pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Alumina (Inalum) mengontrol 41 persen saham.

“Dengan komposisi itu, pemerintah Indonesia kemudian mengontrol 51 persen saham, tapi hanya untuk sementara sampai pemerintah daerah sudah membentuk BUMD sendiri sehingga bisa ikut mengelola tambang freeport nanti,” ujar Ferdy kepada Mata Indonesia News, Rabu 21 Agustus 2019.

Lebih lanjut Ferdy mengatakan bahwa sebenarnya porsi 10 persen saham Freeport itu sudah cukup proposional bagi Papua. Cuma yang menjadi persoalannya adalah para elit penguasa di sana belum paham mekanisme dan cara mengelola bisnis tambang tersebut.

“Pembagian saham ini masih buntu hingga kini karena Gubernur Papua Lukas Enembe tak mau menerima skema porsi tersebut. Ia lebih mau jumlah tersebut diserahkan utuh ke pihak Pemda Timika. Logikanya kalau diserahkan ke sana maka tentu mereka (pemerintah Papua dan Timika) harus beli dong. Tapi mereka sekarang belum ada dana, jadi untuk sementara dikontrol Inalum,” kata dia menjelaskan.

Ferdy pun menganjurkan agar Pemda Papua harus lebih proaktif dan cari cara untuk bisa beli 10 persen saham tersebut. Hal ini menjadi penting agar bisa sertakan pihak Papua dalam susunan kepengurusan PT Freeport. “Sehingga merka bisa mengakomodir dan menentukan apa yang diinginkan orang-orang Papua ke depan,” kata dia.

Ferdy pun mengungkapkan bahwa sebenarnya potensi tambang tersebut cukup menguntungkan bagi Indonesia dan juga masyarakat Papua karena berkontribusi sebesar 94 persen bagi pertumbuhan ekonomi daerah Papua dan juga bagi pendapatan negara.

Maka pemerintah diharapkan perlu berhati-hati mengelola tambang ini ke depan karena pengaruhnya cukup besar bagi negara dan masyarakat Papua.

Keputusan pemerintahan Jokowi, kata dia, sangat penting bagi masa depan pertambangan Indonesia. Ia beralasan bahwa di 2021, tambang bawah tanah (underground mine) yang adalah cadangan baru akan mulai beroperasi. Dan hasilnya akan jauh lebih besar dibanding produksi Freeport di masa-masa sebelumnya. Misalkan produksi tembaga diperkirakan sebesar 170.000 Metrik Ton (MT)  per hari.

“Tentu itu bisa lebih untung, karena underground adalah masa depan Freeport. Risikonya memang tinggi dan butuh teknologi yang mumpuni. Kalau andalkan BUMD mana bisa? Ppersoalannya ada pada mentalitas para elit Papua. Mereka belum siap untuk kelola tambang itu. Karena mereka sangat korup dan ekstraktif. Lihat saja di mana-mana wilayah yang punya tambang, pasti pemimpinnya korup,” kata dia.

Sebenarnya upaya Inalum mengambil alih sementara 10 persen saham milik Papua ini, kata Ferdy, sebagai bentuk antisipasi dari pemerintah agar kepemilikan saham 10 persen itu tak jatuh ke tangan pihak lain (swasta).

“Pemerintah belajar dari kasus tambang Newmont di NTB yang mulanya diberikan ke Pemda yang berdalih tak ada uang kala itu, tapi malah dijual ke pihak swasta nasional,” kata dia.

Lebih lanjut, Ferdy juga menganjurkan agar pemerintah Indonesia lewat Inalum harus mengubah pola bisnisnya di Papua. Pemerintah diharapkan bisa menciptakan pendekatan yang menguntungkan bagi masyarakat di sana.

“Artinya mereka harus dilatih agar punya etos kerja, jangan mengharapkan bantuan saja karena itu menciptakan budaya malas. Revolusi mental itu perlu diterapkan di Papua sana. Terutama bagi para elit-elit pemerintah seperti Lukas Enembe dan Bupati Timika Eltinus Omaleng,” ujar Ferdy. #sobatpapua

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini