Ini Enam Hal Unik Saat Sumpah Pemuda Disiapkan

Baca Juga

MINEWS.ID, JAKARTA – Setiap 28 Oktober yang selalu kita ingat adalah pembacaan tiga sumpah oleh peserta Kongres Pemuda pada 1928.

Namun, elearn.id menemukan sedikitnya enam hal unik yang terjadi seputar acara 27-28 Oktober 1928 tersebut.

1. Menggunakan Bahasa Belanda

Bahasa itu digunakan saat kongres berlangsung. Bukan hanya pembicara, notulen rapat pun masih menulis menggunakan Bahasa Belanda.

Hanya Mohammad Yamin yang konsisten menggunakan Bahasa Melayu dan menerjemahkan pidato serta kesepakatan sidang ke dalam bahasa itu. Di kemudian hari bahasa tersebut menjadi bahasa Indonesia.

2. Nama Ikrar Bukan “Sumpah Pemuda”

Rumusan yang ditulis Mohammad Yamin tersebut tidak disebut sebagai ‘Sumpah Pemuda.’ Ikrar yang dibacakan bersama-sama itu tidak memiliki judul.

Penyebutan ‘Sumpah Pemuda’ diberikan setelah kongres berlangsung beberapa hari. Namun, peringatannya setiap tahun mengacu kepada pembacaan ikrar tersebut pada 28 Oktober 1908.

3. Lagu Indonesia Raya Dibawakan Penciptanya Tanpa Syair

Saat kongres tersebut, Wage Rudolf Supratman, sudah memiliki lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya.’ Sayangnya kongres itu dijaga ketat oleh polisi Belanda sehingga mereka khawatir jika menggunakan kata ‘Indonesia’ dan ‘merdeka’ dalam kongres tersebut bakal rusuh.

Maka, WR Supratman membawakan lagu Indonesia Raya ciptaannya hanya dengan irama biola saja. Itulah pertama kalinya lagu ‘Indonesia Raya’ dibawakan penciptanya.

4. Hanya 6 Perempuan yang Ikut Kongres

Meski bunyi ikrar tersebut diawali kata, “kami putra putri Indonesia,” namun faktanya hanya enam putri atau peserta perempuan yang terdaftar pada kongres itu.

Peserta perempuan sendiri hanya ada enam orang, yaitu Dien Pantow, Emma Poeradiredjo, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernamawoelan, dan Siti Soendari.

Dari jumlah itu, hanya tiga peserta perempuan yang turut menyampaikan pidatonya dalam kongres, yaitu Mardanas Safwan, Emma Poeradiredjo dan Siti Soendari.

5. Naskah Sumpah Pemuda Ditulis satu Orang

Selaku Sekretaris Kongres, Mohammad Yamin bertugas untuk meramu rumusan dari hasil diskusi banyak itu sendirian. Hebatnya, tak butuh waktu lama untuk merumuskannya yang kemudian dia serahkan kepada kepala Kongres, Soegondo Djojopoespito.

Soegondo kemudian membaca rumusan Yamin dan memandang ke arahnya. Yamin tersenyum dan dengan spontan Soegondo membubuhkan parafnya. Seterusnya rumusan Yamin disetujui seluruh utusan organisasi pemuda.

6. Tidak boleh ada kata Merdeka

Kongres Pemuda II dijaga ketat oleh kepolisian Belanda. Saat kongres berlangsung, para peserta tidak diizinkan menyuarakan kata ‘merdeka’. Kata tersebut saat itu memang merupakan kata ‘terlarang’. Untungnya, meski peserta yang hadir merupakan darah muda, mereka masih bisa mengendalikan diri.

Cerdiknya mereka juga mampu merumuskan Ikrar atau Sumpah Pemuda yang menjadi pergerakan kemerdekaan meski tanpa penggunaan kata merdeka. Larangan kata merdeka pada saat itu juga turut menjadi alasan lagu Indonesia Raya yang didendangkan oleh WR Supratman, hanya dibawakan dengan iringan biola tanpa menyertakan syair.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

AMN Manado Bangkitkan Etos Pemuda Jadi Cendekia Cerdas dan Terhormat

Asrama Mahasiswa Nusantara (AMN) Manado membangkitkan etos para pemuda untuk menjadi cendekia yang cerdas dan terhormat, sehingga mereka terampil...
- Advertisement -

Baca berita yang ini