Duh! Radikalisme Kian Masif dan Sasar Anak SD, Ini Upaya Menanggulanginya

Baca Juga

MINEWS, SOLO – Pesatnya perkembangan digitalisasi ternyata memberikan angin segar dalam penyebaran pengaruh radikalisme. Apalagi, paham tersebut sudah menyasar pada dunia pendidikan, khususnya siswa sekolah dasar.

Menurut Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susetyo Pr, radikalisme berkembang cepat karena pengaruh digitalisasi.

“Penyebarannya memanfaatkan gawai, berupa tablet atau pun telepon cerdas. Untuk melawan perkembangan radikalisme yang masif itu, maka perlu memperkuat nilai-nilai luhur kebudayaan lokal,” kata Benny di Solo, Sabtu 12 Oktober 2019.

Ia menjelaskan, pengaruh radikalisme saat ini tidak berdiri sendiri. Paham tersebut tumbuh subur akibat dari tata dunia yang tidak beradab, tidak adil, dipenuhi permusuhan, dipenuhi marjinalisme dan cara melihat agama hanya dalam bahasa satu kebenaran saja.

Benny pun menganjurkan agar nilai-nilai luhur kebudayaan lokal perlu dibumikan lagi karena bisa menjadi salah alat dan benteng untuk melawan radikalisme.

Salah satunya memperkuat tradisi-tradisi yang telah ada di masyarakat. Semisal, bersih desa, selamatan, larung, dan tradisi-tradisi lain, harus dihidupkan kembali. “Itulah benteng kekuatan menghadapi radikalisme. Mereka takut kalau tradisi itu kuat,” kata dia.

Kemasan budaya lokal pun harus mengikuti kekinian, dan tidak terkesan kuno. Tujuannya agar menarik bagi anak-anak muda.

Sebab kreativitas seni budaya anak-anak muda yang bersifat massal harus ditampilkan. Tak hanya itu, pusat-pusat kebudayaan juga perlu dibangun.

“Melalui aktivitas kebudayaan itu, sikap dan tindakan seseorang akan menjadi lebih halus dan saling menghargai perbedaan. Menghadapi kekerasan dengan hanya kekerasan itu enggak mungkin,” ujar dia.

Radikalisme juga harus dilawan dengan menerapkan pendidikan kritis dan pendidikan karakter. Melalui pendidikan kritis, seseorang tidak akan mudah dipengaruhi paham radikal.

Untuk pendidikan karakter, kata dia, BPIP sudah menyiapkan materi pendidikan karakter bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Karakter yang akan ditanamkan antara lain menghargai perbedaan dan mencintai keindonesiaan.

“Penanaman ideologi Pancasila untuk melawan radikalisme harus juga memanfaatkan teknologi digital, misalnya membangun aplikasi khusus tentang penerapan nilai-nilai Pancasila,” ujar dia.

Terpisah, peneliti senior CSIS J Kristiadi mengatakan bahwa radikalisme atau unsur konservatisme sudah masuk ke Indonesia selama 30 tahun dan telah melahirkan kader-kader yang sangat militan.

“Maka, Negara harus melawannya melalui politik pendidikan. Maksudnya bahwa paradigma sentral pendidikan negara ini adalah mendidik orang-orang memiliki karakter untuk hidup bersama dalam perbedaan,” kata dia.

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini