BIN Beberkan Rentetan Ancaman Bagi Indonesia, Paling Berat Bagian Ini!

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Ada sejumlah problem yang dianggap menjadi ancaman stabilitas ketahanan nasional. Ancaman itu terdiri dari pandemi Covid-19, konflik suku, ras, agama dan antar golongan. Kemudian separatisme Papua, penyebaran hoaks di meda sosial, radikalisme dan serangan siber.

Hal ini disampaikan oleh Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto. Terutama untuk kasus covid-19, saat ini masih bergerak fluktuatif dan cenderung menunjukkan tren peningkatan.

“Kecenderungan ini terindikasi dari adanya peningkatan kasus harian rata-rata yang selalu di atas angka 5.000 kasus,” katanya di Jakarta, Selasa, 15 Juni 2021.

Ia mengungkapkan bahwa fenomena ini tak bisa dipandang sebelah mata karena memiliki beragam efek domino. Di antaranya bisa mengancam keselamatan masyarakat, memperburuk resesi ekonomi dan mengakibatkan lumpuhnya fasilitas kesehatan.

“Bahkan bisa menghambat pendidikan dan gelombang pengangguran yang makin masif,” ujarnya.

Selanjutnya mengenai konflik SARA, ia menilai beberapa kasus mengemuka tentang sentimen keagamaan, konflik antar etnis, rasisme terhadap etnis tertentu, situasi di Papua, maupun konflik antara syiah dan sunni.

“Isu sensitif tersebut menjadi ancaman serius karena dapat menimbulkan konflik horizontal. Dan ini ada yang terus mengipas-ngipasi dengan berita hoaks,” katanya.

Ia juga menilai kasus separatisme Papua juga menjadi salah satu kendala yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Selain merongrong kewibawaan negara, kelompok separatisme juga terindikasi menjadi salah satu sumber konflik dan menghambat pembangunan di Papua.

Wawan juga menekankan tentang penyebaran hoaks. Hal ini perlu dikawal dengan serius karena penyebaran kabar bohong terkait isu sensitif akan berdampak luas karena sifat media sosial yang mampu menyebarkan informasi secara cepat.

“Apalagi pengguna internet Indonesia juga menukik tajam secara signifikan peningkatannya,” ujarnya.

Ia juga meminta agar publik tak mengabaikan pengaruh isu radikalisme. Penyebaran isu ini santer dilakukan lewat media sosial, khususnya bagi generasi muda. Kecenderungan ini dikuatkan dengan survei BNPT terbaru bahwa 85 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme.

Wawan menuturkan, kondisi tersebut patut jadi perhatian bersama mengingat Indonesia sedang menghadapi bonus demografi.

Sementara terkait ancaman serangan siber, Wawan mengakui hal tersebut sulit untuk dihindari di tengah masifnya penetrasi internet. Apalagi, pemahaman masyarakat soal keamanan siber masih perlu dibenahi sehingga peretasan pun masih dengan mudah terjadi. Serangan dari hacker ini berpotensi menghambat digitalisasi ekonomi dan rentan memicu pesimisme publik terhadap program revolusi industri 4.0.

Terhadap berbagai serangan tersebut, Wawan mengungkapkan bahwa BIN sebagai lini terdepan sistem keamanan nasional terus mengoptimalkan adanya deteksi dini dan cegah dini.

Salah satunya dengan kian mengoptimalkan patroli siber selama 24 jam untuk memonitor narasi yang berpotensi menggiring opini publik dengan berita negatif dan hoaks. Terutama terkait kinerja pemerintah di bidang sistem keamanan nasional di media sosial.

“BIN juga terus merangkul tokoh agama, tokoh adat, pelaku sejarah, jurnalis, dan kalangan pemuda untuk bersama-sama mendukung program pembangunan nasional,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini