AS – Filipina Bahas Aktivitas Cina di Laut Cina Selatan

Baca Juga

MATA INDONESIA, WASHINGTON – Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat dan Filipina membahas mengenai aktivitas Cina di Laut Cina Selatan melalui panggilan telepon. Hal ini diungkapkan oleh Gedung Putih.

Filipina mengungkapkan bahwa kehadiran ratusan kapal berbendera Cina di dalam Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di sepanjang 200 mil di wilayah Whitsun Reef yang merupakan kedaulatan Filipina sebagai sebuah ancaman.

Negara anggota ASEAN itu meyakini bahwa ratusan kapal asal Cina tersebut diawaki oleh milisi maritime. Namun, Kedutaan Besar Cina di Manila menyatakan bahwa kapal yang berada di wilayah tersebut hanyalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari gelombang laut dan tidak ada milisi atau aparat keamanan.

Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan dan Penasihat Keamanan Nasional Filipina, Hermogenes Esperon setuju bahwa Washington dan Manila akan terus berkoordinasi erat dalam menanggapi tantangan di Laut Cina Selatan.

Amerika Serikat mendukung sekutu, Filipina dalam menegakkan tatanan maritim internasional berbasis aturan, dan menegaskan kembali penerapan Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Filipina di Laut China Selatan,” kata Jake Sullivan, melansir Reuters, Kamis, 1 April 2021.

Dalam sebuah pernyataan, satuan tugas Filipina di Laut Cina Selatan prihatin atas kehadiran milisi Cina yang melanggar hukum dan enggan mundur dari wilayah yang dipersengketakan tersebut.

“Baik Filipina maupun komunitas internasional tidak akan pernah menerima pernyataan Cina tentang apa yang disebut kedaulatan terintegrasi yang tak terbantahkan di hampir seluruh Laut Cina Selatan,” kata gugus tugas tersebut (31/3).

Mengutip data intelijen, gugus tugas Filipina mengungkapkan sebanyak 44 kapal masih berada di Whitsun Reef dan sekitar 200 lainnya tersebar di sekitar bagian lain dari pulau Spratly, termasuk di dekat pulau-pulau buatan Cina yang dimiliterisasi, di mana empat kapal angkatan lautnya terlihat.

Selain Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Taiwan, dan Cina memiliki klaim teritorial yang bersaing di Laut Cina Selatan, yang merupakan jalur kunci perdagangan dunia, di mana sekitar 25 persen arus pelayaran dunia melewati jalur tersebut dengan valuasi barang mencapai angka 3,4 triliun dolar AS.

Tak mengherankan bila kemudian wilayah perairan tersebut menjadi magnet bagi negara-negara yang memiliki visi perdagangan dan pertahanan. Masuk akal, bila kemudian perseteruan akan siapa penguasa Laut Cina Selatan tak kunjung usai, terutama antara Amerika Serikat dan Cina.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Antisipasi Daging Sapi Terjangkit Antraks, Pemkot Jogja Sidak Pedagang Pasar

Mata Indonesia, Gunung Kidul - Kasus antraks yang terjadi di Gunungkidul dan Sleman diantisipasi lebih cepat oleh Pemkot Jogja. Meski Kementan sudah menggerakkan jajarannya termasuk Pemkab Gunungkidul untuk memvaksinasi hewan ternak warga, antisipasi oleh pemerintah wilayah lain juga harus dilakukan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini