Anak-anak Palestina di Jalur Gaza Terbelenggu Rasa Trauma

Baca Juga

MATA INDONESIA, GAZA – Perang 11 hari antara Israel dan Hamas, bukan hanya menghancurkan gedung dan bangungan-bangunan di Jalur Gaza, tapi juga menyisakan luka dan trauma.

Tiga pekan sejak Suzy Eshkuntana berhasil diselamatkan usai terjebak di antara puing-puing rumahnya yang hancur akibat serangan udara Israel, gadis berusia enam tahun hampir tidak berbicara.

Suzy kecil sekarang hanya memiliki ayah, setelah ibu dan empat saudara kandungnya meninggal dunia. Dunianya terbalik, Suzy dan sang ayah kini tinggal bersama pamannya yang mengatakan bahwa gadis kecil itu hampir tidak makan, tidak bisa tidur nyenyak, bahkan untuk sekadar bermain.

“Dia banyak bertanya tentang ibunya, dan kami bilang ibunya ada di surga. Dia tidak bermain, dan dia berteriak ketika seseorang mendekatinya,” ungkap Ramzi, paman Suzy, yang mengatakan sebelumnya dia penuh energi, melansir Reuters, Kamis, 10 Juni 2021.

Hampir setengah anak muda di Gaza –sekitar 500 ribu anak-anak, membutuhkan dukungan psikologis setelah 11 hari pertempuran pada Mei, menurut laporan dari badan PBB untuk anak-anak, UNICEF.

Sedikitnya 66 anak termasuk di antara lebih dari 250 warga Palestina yang meninggal dunua akibat serangan udara Israel di Gaza. Dua anak termasuk di antara 13 orang yang tewas di Israel oleh tembakan roket militan Hamas.

Rumah Suzy dihantam gelombang serangan Israel di Kota Gaza pada 16 Mei yang menurut pejabat kesehatan Gaza menewaskan 42 orang, termasuk 10 anak-anak.

Israel mengatakan serangan itu menargetkan sistem terowongan bawah tanah yang digunakan oleh Hamas untuk mengangkut senjata. Militer Israel juga menyatakan bahwa jatuhnya korban sipil karena tidak disengaja dan mereka melakukan semua yang bisa dilakukan untuk menghindari kerugian sipil.

Psikolog telah mengunjungi Suzy secara teratur untuk membantunya memproses rasa trauma. Pada sesi terapi seni pada Minggu (6/6), dia duduk diam saat dia dan sepupunya melukis nama mereka di atas kertas. Di samping namanya, Suzy melukis dua hati besar dengan warna merah.

“Dia diambil dari pangkuan keluarganya, dari pangkuan ibunya … dia selamat dari kematian dengan keajaiban,” kata psikolog Samar Awad, yang mengawasi kasus Suzy.

Sekitar setengah dari dua juta penduduk Gaza berusia di bawah 18 tahun. Banyak yang membawa trauma dari tiga perang sebelumnya dan beberapa konflik kekerasan lainnya yang terjadi antara Israel dan kelompok militant Hamas sejak 2008, kata psikolog.

Depresi dan rasa tidak aman adalah masalah psikologis yang paling umum di antara anak-anak Gaza, kata Sami Owaida, seorang psikiater di Gaza yang mengkhususkan diri pada remaja.

“Itu artinya kamu tidak punya harga diri. Kamu (merasa) tidak punya apa-apa. Kamu (merasa) tidak berdaya, putus asa, tidak berharga,” katanya.

Owaida mengatakan bahwa akibat trauma, banyak anak Gaza mengompol, gagap berbicara, bermimpi buruk, dan menolak makan. Ia menambahkan, perasaan putus asa yang bisa luar biasa dialami anak-anak dan remaja di Gaza.

“Pertanyaan banyak anak sekarang – mereka bertanya kapan perang berikutnya akan … apa yang akan kita lakukan, ke mana kita akan pergi?” tuntasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini