Tragedi Penulis Yukio Mishima, Bunuh Diri dengan Gaya Samurai

Baca Juga

MATA INDONESIA, TOKYO – Jepang terkenal dengan budaya bunuh diri. Aksi bunuh diri yang menjadi bahan perbincangan sampai sekarang adalah yang dilakukan penulis Jepang Yukio Mishima. Ia mati bunuh diri setelah gagal mendapatkan dukungan publik untuk kepercayaan politiknya yang seringkali dianggap ekstrem.

Yang menarik dari cerita Yukio Mishima adalah aksi saat mengakhiri hidupnya. Kejadiannya terjadi pada 25 November 1970 pagi hari saat pembukaan sesi ke-64 parlemen Jepang. Kaisar hadir dalam acara tersebut. Aksi bunuh diri Mishima membuat pidato perdana menteri tentang agenda pemerintah untuk tahun yang akan datang menjadi tak diperhatikan.

Aksi ini dilakukan Mishima dengan penuh rencana. Pada 25 November 1970 pagi, Mishima dan empat anggota Tatenokai (laskar milisi yang dibentuk Mishima) mendatangi Komandan of Kamp Ichigaya, markas besar Komando Timur Angkatan Bela Diri Jepang di Tokyo.

Mereka masuk ke dalam markas dan membajak kantor serta menahan Komandan kantor dengan cara mengikatnya di kursi. Dengan membawa manifesto yang sudah disiapkan sebelumnya dan sebuah spanduk. Mishima kemudian berdiri di balkon kantor sambil memulai pidato.

Novelis Yukio Mishima
Novelis Yukio Mishima

Mishima kemudian membacakan pidatonya, mencerca negara dan konstitusi yang didukung Amerika Serikat, mencaci-maki para prajurit karena kepatuhan mereka. Dia menantang para prajurit untuk mengembalikan Kaisar pada posisi sebelum perang sebagai dewa dan pemimpin nasional. Para tentara pada awalnya diam atau tertegun kemudian menghujaninya dengan ejekan. Mishima mundur kembali ke dalam dan berkata: “Saya rasa mereka tidak mendengarkan.”

Kemudian, dia berlutut dan bunuh diri dengan seppuku, ritual bunuh diri para Samurai. Padahal saat itu sudah tidak ada lagi yang mati karena seppuku sejak Perang Dunia II berakhir.

Kematian Mishima mengejutkan publik Jepang. Selama ini, Mishima dikenal dikenal sebagai seorang selebriti sastra, macho, dan provokatif tetapi juga memiliki karakter yang agak konyol.

Meski konyol, karya sastranya juga sangat terkenal yaitu novel berjudul Pengakuan Sebuah Topeng. Pada tahun 1949 Mishima hadir pada kancah sastra Jepang dengan novel tersebut. Pengakuan Sebuah Topeng mengisahkan cerita tentang seorang anak laki-laki yang ditawan oleh neneknya yang penyakitan di dalam sebuah kamar yang membuat sang anak lelaki tersebut memiliki fantasi yang liar dan ketidak normalan seksual .

Mishima menjadi sosok kontroversial dalam sastra Jepang pascaperang, dan karyanya dibaca oleh banyak orang Jepang. Dia berusaha masuk dalam masyarakat kelas atas Tokyo dengan fokus yang sama, menumbuhkan citra pesolek. Dia berteman dengan sejumlah wartawan asing dan korespondennya .

Sebenarnya Yukio Mishima adalah nama pena dari Kimitake Hiraoka. Lahir di Shinjuku, Tokyo, pada 14 Januari tahun 1925, Mishima lahir dari pasangan Azusa Hiraoka sebagai ayah yang seorang pejabat pemerintahan saat itu, dan istrinya Shizue sebagai ibu kandung Mishima.
Mishima sejak kecil sampai berumur 12 tahun tinggal bersama neneknya, Natsu. Natsu yang memiliki masalah kejiwaan dipercaya memengaruhi Mishima kecil mempunyai ketertarikan terhadap kematian dan hal-hal aneh lainnya. Ketika Mishima kembali ke orang tuanya, ayah Mishima yang seorang prajurit militer menentang minat Mishima yang “keperempuan-perempuanan”, hingga tulisan Mishima sering dirobek oleh Hiraoka.
Setiap saat Mishima menulis. Ia sekolah dan kuliah sewaktu siang, dan menulis pada malam hari. Mishima lulus dari Universitas Tokyo pada tahun 1947. Ia diterima sebagai pegawai negeri di Kementerian Keuangan, dan diyakini memiliki masa depan yang cerah. Namun Mishima cepat merasa lelah, sehingga ayahnya setuju anaknya yang baru bekerja pada tahun pertama, berhenti dari pegawai negeri untuk berkonsentrasi sebagai penulis.
Sepanjang hidupnya Mishima diketahui telah menulis 34 novel (termasuk novel tetralogi The Sea of ​​Fertility), sekitar 50 sandiwara, kira-kira 25 buku kumpulan cerpen, dan setidaknya 35 buku esai, satu libretto, serta sebuah film. Dia lebih menyukai Jepang sebelum perang dengan nilai patriotisme yang tinggi dan nilai-nilai tradisionalnya. Dalam semangat ini, dia mendirikan komunitas bela diri independent bernama Tatenokai yang terdiri dari sekitar 100 anggota.
Ia tiga kali dinominasikan sebagai penerima Nobel Kesusastraan. Karya-karyanya memadukan estetika modern dan tradisional yang menembus batas-batas budaya dengan fokus homoseksualitas, kematian, dan perubahan politik.

Reporter : Ananda Nuraini

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini