Tembakau Awalnya Digunakan untuk Obat dan Ritual Agama

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Setiap tanggal 31 Mei, WHO mengkampanyekan Hari Tanpa Tembakau. Hal ini dilakukan karena kebiasaan merokok di seluruh dunia yang semakin mengkhawatirkan.

Merokok menjadi kebiasaan yang justru merusak kesehatan. Padahal, kebiasaan merokok tembakau ini awalnya justru untuk pengobatan.

Mengutip tobakonis.com, suku-suku asli di Amerika yang pertama kali menghisap tembakau sejak 5000 SM. Ketika itu, mengisap atau mengunyah tembakau merupakan bagian dari ritual perdukunan Suku Indian.

Diperkirakan Suku Maya mengonsumsi daun Nicotina tabacum untuk ritual dan pemujaan roh. Dugaan tersebut didasari oleh penemuan hieroglif yang menggambarkan seorang dukun Maya yang sedang merokok.

Ditambah lagi pada 2012, seorang arkeolog dari Universitas Albany menemukan sebuah guci peninggalan Suku Maya dari 1300 tahun yang lalu. Dalam guci tersebut, terdapat ukiran huruf yang kemungkinan berarti, “Wadah tembakau.” Setelah diteliti, ternyata guci tersebut memiliki alkaloid dengan banyak jejak-jejak nikotin.

Di bagian lain, seperti Kepulauan Bahama atau Teluk Meksiko, Suku Indian sudah memiliki kebiasaan merokok saat Columbus pertama kali datang. Daun tembakau biasa digulung rapat atau dimasukkan pipa sebelum dibakar. Biasanya, merokok dilakukan saat hari perayaan atau menyambut tamu.

Dalam kebudayaan Suku Aztec, tembakau lazim dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas. Daun tanaman ini biasanya dijadikan campuran untuk obat dan penghilang rasa sakit. Untuk penggunaan sebagai obat, daun ini tidak dibakar melainkan ditumbuk bersama bahan lainnya lalu dioles.

Pada tahun 1492, Christopher Columbus tiba di sebuah pulau yang kini dikenal dengan San Salvador. Saat itu ia disambut hangat oleh penduduk asli Amerika, ia dan awaknya kemudian diberikan hadiah beberapa dedaunan tembakau kering.

Bingung dengan hadiah yang mereka dapatkan, Columbus dan rombongannya pun membuang daun itu karena tidak bisa dimakan. Setelah melakukan penjelajahan lebih jauh, mereka menemukan penduduk asli Amerika yang sedang membakar dan menghirup asap daun tembakau.

Setelah mengetahui hal tersebut, rombongan Columbus pun kemudian membawa daun itu pulang. Mereka lalu memperkenalkan tembakau sebagai komoditas dagang.

Tanpa disangka, daun tembakau tersebut ternyata cukup laku, terutama di kota-kota pelabuhan di Spanyol dan Portugis. Berkat banyaknya pelaut yang melakukan perjalanan ke Amerika, peredaran daun tembakau pun makin besar di Eropa. Para pelaut percaya bahwa kandungan zat dalam rokok bermanfaat untuk meredakan pilek dan radang tenggorokan.

Kemudian pada 1556, tanaman tembakau mulai dikembangkan di Eropa. Negara Eropa yang pertama kali mengembangkannya yaitu Prancis, kemudian disusul Portugal, Spanyol, dan Inggris. Pada 1571, tembakau tersebar di sebagian besar Eropa, tapi pada 1600-an disahkan hukum yang membatasi perkebunan dan penjualan daun ini.

Oleh sebab itu, beberapa negara membawa dan mencoba memperluas perkebunan di tanah-tanah jajahan mereka. Amerika, Asia, dan Afrika menjadi tempat tujuan perluasan lahan. Sementara di negara-negara Timur Tengah, tembakau menyebar lewat perdagangan.

Pipa Rokok

Penggunaan rokok pipa sebenarnya sudah dikenal sejak oleh orang-orang asli Amerika, mulai dari Suku Olmec, Maya, dan Indian, untuk menghisap tembakau dan tanaman obat lain.

Bentuk pipa yang digunakan oleh masyarakat Mesoamerika beragam tergantung kebudayaannya. Tapi yang paling mirip dengan pipa orang-orang Eropa adalah Calumet milik suku Indian.

Pipa yang disebut calumet ini memiliki bentuk yang panjang dan tipis, serta dihiasi dengan bulu-bulu burung yang indah. Material yang digunakan kebanyakan adalah kayu, tapi ada juga yang menggunakan pipestone. Dengan calumet, orang indian tidak hanya menyulut daun tembakau,tapi juga tanaman obat lainnya.

Para pelaut yang melihat hal tersebut kemudian terinspirasi. Mereka lalu membuat sebuah pipa dari tanah liat. Tidak hanya berbeda bahan, orang-orang eropa kemudian mengubah bentuknya agar lebih kecil agar lebih mudah dibawa.

Seiring berjalannya waktu, pipa pun semakin marak digunakan oleh masyarakat eropa, terutama kalangan kelas atas. Bahan pembuatan alat tersebut juga semakin beragam, dari batu alabaster, pipestone merah, hingga kayu oak.

Tidak hanya di Eropa saja, di beberapa tempat di dunia, pipa juga dikenal dengan bentuk dan nama berbeda. Misalnya midwakh dari Timur Tengah, butz-choquin dari Prancis, kiseru dari Jepang, dan masih banyak lagi. Campuran yang digunakan dengan tembakau juga berbeda-beda, mulai dari opium, ganja, hingga tanaman obat.

Rokok Linting 

Penggunaan rokok linting di Eropa mulai meningkat pada tahun 1850-an setelah meletusnya Perang Krimea. Peningkatan tersebut paling banyak terjadi di kalangan angkatan bersenjata.

Hal ini dikarenakan merokok dengan menggunakan pipa agak merepotkan sehingga tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Mereka lebih memilih meniru kebiasaan prajurit Turki dan Rusia yang menggunakan kertas sigaret atau koran untuk melinting tembakau mereka. Sehingga lebih praktis karena hanya perlu menyulut lintingan tersebut.

Perang Dunia I dan II membuat kebutuhan sigaret terus meningkat sebagai penenang yang paling dicari oleh para prajurit. Hingga pada 1859, Pabrik Rokok Gloag resmi menjual merek rokok lintingan pertama di dunia. Ia awalnya menjual produk ini untuk para tentara, tapi lama kelamaan ia juga menjualnya untuk masyarakat luas.

Sayangnya meski permintaan tinggi, kemampuan produksinya tidak mampu memenuhi. Pada tahun 1875, sebuah perusahaan yang memproduksi kartu rokok, Allen and Ginter, membuat sayembara untuk menciptakan alat pelinting rokok. Kemudian lima tahun setelahnya, seorang pemuda bernama James Albert Bonsack memenangkan sayembara.

Bonsack berhasil membuat prototype mesin linting ciptaannya pada 1880, tapi sayangnya alat itu hancur karena kebakaran. Ia pun membangun alat linting yang baru lalu mematenkannya pada tahun 1881.

Mesin ini mengubah industri rokok di dunia. Harga yang mahal karena kelangkaan barang, perlahan-lahan menurun. Selain itu muncul banyak kompetitor-kompetitor perusahaan rokok sehingga tidak terjadi monopoli pasar

Rokok Filter 

Rokok putih filter merupakan jenis yang paling banyak dijual di pasaran. Sigaret jenis ini dianggap lebih sehat jika dibanding sigaret yang tidak menggunakan filter karena memiliki kadar tar yang lebih rendah.

Filter pada rokok pertama kali dibuat dengan tujuan agar serpihan tembakau tidak masuk ke mulut saat dihisap. Pada 1925, Boris Aivaz, seorang penemu asal Hungaria menciptakan filter rokok pertama kali dari kertas crepe. Filter jenis ini lama kelamaan ditinggalkan karena tidak begitu efektif.

Kemudian pada tahun 1935, diciptakan mesin untuk membuat filter. Filter tersebut kemudian dimasukkan dalam ujung lintingan pertama kali oleh perusahaan rokok asal Inggris-Amerika, B&W. Sejak saat itu, perusahaan-perusahaan rokok lain mulai memasarkan rokok filter.

Beragam inovasi pun dilakukan pada filter tersebut, mulai dari memodifikasi panjang dan mengubah bentuknya. Inovasi-inovasi seputar filter sigaret ini tidak hanya terpaku pada bentuk saja, tapi juga rasanya.

Pada 1956, perusahaan sigaret milik R.J. Reynolds pertama kali memasarkan rokok dengan mentol pada filternya. Pada 1960, kapsul rasa mentol dalam filter diperkenalkan di masyarakat, sayangnya inovasi ini tidak terlalu diminati masyarakat.

Kemudian pada 2007, brand rokok Camel meluncurkan kapsul rasa yang telah dikembangkan sehingga tidak hanya memiliki mentol, tapi juga buah-buahan. Langkah ini kemudian diikuti oleh merek-merek lainnya di berbagai negara.

Sekarang ini pengguna rokok menigkat pesat di dunia Barat pada abad ke-20. Di AS pada awal abad ke-20 tercatat konsumsi rokok rata-rata hanya 54 batang per orang setiap tahunnya. Namun, pada 1965 konsumsi rokok di Amerika Serikat melonjak menjadi 4.295 batang per kapita per tahun.

Saat itu 50 persen pria dan 30 persen perempuan menghabiskan 100 batang rokok dalam setahun. Pada 2000, konsumsi rokok di AS anjlok hingga 2.092 batang per orang per tahun. Dan pada 2016 kembali turun menjadi 1.691 batang rokok per orang per tahun.

Namun, secara global jumlah konsumsi rokok di dunia masih amat tinggi yaitu mencapai 5,7 triliun batang rokok setahun. Di negara-negara maju jumlah penikmat memang rokok terus menurun, tetapi tidak demikian di negara berkembang yang jumlah pengguna rokok semakin meningkat.

Seperti dimuat dalam situs tobaccoatlas.com, pengguna rokok di negara berkembang malah bertumbuh. Di Indonesia, misalnya, pengguna rokok diprediksi bertambah 24 juta orang antara 2015-2025.

Reporter: Ananda Nuraini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Kota Jogja Mulai Disorot, Heroe Poerwadi Akhirnya Diusung PAN, Budi Waljiman Dikawal Gerindra

Mata Indonesia, Yogyakarta - Persiapan untuk Pilkada pada pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jogja mulai memanas. Beberapa figur telah muncul sebagai calon potensial dari berbagai partai politik, di antaranya adalah Heroe Poerwadi dan Budi Waljiman.
- Advertisement -

Baca berita yang ini