STOVIA, Sekolah Kedokteran yang Banyak Melahirkan Tokoh Sumpah Pemuda

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Bicara soal sejarah, STOVIA tidak luput di dalamnya. STOVIA sering disebut sebagai kampus perjuangan karena melahirkan tokoh-tokoh pergerakan nasional.

Stovia merupakan singkatan dari School tot Opleiding Van Indische Artsen atau Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera. STOVIA dikenal sebagai pencetak tokoh pergerakan nasional seperti Tjipto Mangungkusumo, Wahidin Soedirohusodo, dan Dr. Sutomo.

Nama Stovia muncul karena usulan dari HF Roll yang menjabat sebagai direktur Sekolah Dokter Djawa. Ia mengusulkan ke pemerintah Belanda agar menyelenggarakan pendidikan kedokteran yang ada di Eropa.

Sekolah Tanah Djawa lebih dulu didirikan dengan tujuan untuk mendidik kaum pribumi agar menjadi mantri cacar. Karena pada saat itu, sekitar tahun 1851 di Jawa menyebar wabah penyakit dan pemerintah kolonial kesulitan menangani masalah ini.

Ingin mendatangkan dokter dari Eropa tapi pasti biaya yang dibutuhkan tidak sedikit. Sebab itulah muncul Sekolah Tanah Djawa.

Pada tahun 1903, sekolah tersebut diubah menjadi STOVIA. Versi lain menyebutkan, perubahan nama terjadi pada 1889 menjadi School tot Opleiding Van Inlandsche Geneeskundigen. Lalu pada 1898, berubah nama lagi menjadi School tot Opleiding Van Indische Artsen.

Pada awalnya STOVIA hanya menerima murid golongan priyayi dengan syarat mereka harus bekerja di dinas pemerintah. Umumnya ditempatkan sebagai mantri cacar.

Namun, para priyayi kurang tertarik untuk masuk sekolah itu (khususnya yang kurang tertarik dengan pekerjaan sebagai dokter atau mantri). Sekolah itu kekurangan murid.

Akhirnya pada tahun 1891, sekolah ini dibuka untuk umum karena sebelumnya sekolah ini hanya dibuka untuk anak-anak lulusan sekolah Belanda. Situasi ini mengundang minat pada anak-anak kalangan bawah atau menengah. Karenanya, STOVIA sempat dianggap sekolah orang miskin.

STOVIA membebaskan biaya kepada seluruh mahasiswanya. Selain itu, mahasiswanya juga mendapat alat-alat kuliah dan seragam gratis bahkan uang saku setiap bulannya. Hal ini dilakukan untuk membangun minat anak-anak muda pada saat itu untuk masuk ke sekolah dokter.

Dalam sistem pendidikan STOVIA pada tahun 1902, kelulusannya dianggap sebagai dokter dengan gelar Inlandse Arts (Dokter Djawa). Lalu pada 1913 diubah menjadi Inlandsch Arts yang artinya Dokter Bumiputera atau Pribumi.

Salah satu faktor yang mendorong lahirnya tokoh-tokoh pejuang adalah lokasi STOVIA itu sendiri. STOVIA berada di Weltevder, pusat Kota Batavia. Tempat yang sering dijadikan tempat berkumpul para kaum intelektual untuk sekedar berinteraksi atau bertukar pikiran.

Karenanya, para pelajar STOVIA mulai mendapat dorongan dari lingkungan sekolahnya yang kemudian mempengaruhi pola pikirnya.

Perpustakaan milik Douwes Dekker merupakan tempat yang paling disenangi oleh mahasiswa STOVIA. Douwes Dekker adalah seorang Indo yang sangat mendukung politik etis.

Dekker tinggal di dekat STOVIA. Keberadaannya sangat penting karena dia adalah seorang intelektual yang rumahnya selalu terbuka sebagai tempat pertemuan, memiliki ruang baca dan perpustakaan.

Para mahasiswa diajarkan untuk menyuarakan pendapat mereka dan semakin teliti melihat kondisi rakyat dan bangsanya dan berkeinginan untuk memperbaiki nasib bangsanya.

Semangat mereka semakin kuat dengan kedatangan Wahidin Sudirohusodo pada akhir tahun 1907. Wahidin menyampaikan gagasan pendidikan bagi kaum priyayi dan masyarakat kelas bawah. Melalui gagasannya tersebut membuka pikiran pelajar STOVIA dan menciptakan cita-cita baru.

Cita-cita inilah yang akhirnya mendorong lahirnya suatu organisasi baru. Pada 20 Mei 1908, terbentuk lah organisasi bernama Boedi Oetomo yang dibentuk oleh para mahasiswa STOVIA yang bertujuan untuk memperjuangkan nasib baik para rakyat bangsa.

Reporter: Nabila Rahadiantinur

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Harga Daging Sapi di Bantul mulai Turun, Ini yang jadi Penyebabnya

Mata Indonesia, Bantul - Setelah Lebaran, harga daging sapi di Bantul mulai mengalami penurunan secara perlahan. Nur Wijaya, Lurah Pasar Niten, membenarkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa pada 15-16 April 2024, harga daging sapi sudah stabil.
- Advertisement -

Baca berita yang ini