Sisi Gelap Gerakan Wahabi, Suka Mengkafirkan Umat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Wahabi merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pengikut Muhammad bin Abdul Wahab.  Aliran ini muncul pada abad ke -18 di Najd, belahan timur kerajaan Arab Saudi sekarang.

Pada tahun 1744, Wahabi banyak dianut oleh masyarakat Arab Saudi. Kemudian pada abad ke-20 dan 21, aliran ini sudah tersebar luas hingga ke Qatar.

Melansir dari muslim.or.id, Jauh sebelum Wahabi lahir, tepatnya pada tahun 12 H, keadaan umat Islam sudah menyimpang dari kemurnian islam itu sendiri, baik dari aspek aqidah atau politik.

Saat itu, banyak umat Islam dan para ulama yang melakukan perbuatan syirik, maksiat, khirafat, dan bi’dah. Beberapa praktik syirik yang dilakukan masyarakat seperti meminta bantuan ke kuburan wali, memberikan sesajen ke batu dan pohon, serta mempercayai dukun atau peramal.

Para penguasa pun saling memperebutkan kekuasaan. Selain itu, mereka memperoleh kekayaan dari upeti yang diberikan oleh rakyat jelata. Sehingga, hal-hal menyimpang itu sangat berdampak negatif pada kemajuan ekonomi dan pendidikan agama.

Hingga pada tahun 1115 H, lahirlah Muhammad bin Abdul Wahab di Uyainah, daerah dekat Riyadh. Ia lahir di lingkungan keluarga agama, bapak dan kakeknya merupakan ulama tersohor di Najd.

Kepintaran Muhammad bin Abdul Wahab sangat dipuji oleh pengikutnya. Di usianya yang ke-10, ia sudah mampu menghafal Alquran. Dengan modal itu, ia mulai melakukan petualangannya untuk menimba ilmu ke berbagai daerah seperti Basrah dan Hijaz.

Sekembalinya ia dari belajar, Muhammad bin Abdul Wahab mulai berdakwah di Huraimilak. Di sana, ayahnya menjabat sebagai Qadhi atau hakim. Setelah ayahnya meninggal pada tahun 1153, ia melanjutkan dakwahnya ke Uyainah

Menurut islami.co, sebetulnya ayah dari Muhammad bin Abdul Wahab sudah lama merasa aneh dan janggal dengan pemikiran anaknya. Begitu pula dengan Sulaiman bin Abdul Wahab, kakak kandungnya, yang kerap mengkritik pandangan keagamaan dari adiknya. Kritikan Sulaiman tersebut ditulis dalam buku al-Shawa’iq al-Ilahiyyah fi al-Radd ‘ala al-Wahabiyyah.

Namun sepeninggal ayahnya, Muhammad bin Abdul Wahab mulai merasa bebas berpendapat. Ia pun kerap menyerang perilaku umat Islam yang bertentang dengan pendapatnya.

Tak hanya itu saja, pendiri Wahabi itu memahami Alquran dan hadis secara sempit dan tekstual. Dengan begitu, ia mudah sekali mengkafirkan orang yang tidak memiliki pemahaman seperti dirinya.

Sejak awal, pendapat Muhammad bin Abdul Wahab selalu mengundang kontroversi dan kritikan dari berbagai lapisan masyarakat. Salah satu pemikirannya yang menuai hujatan adalah menganggap ziarah kubur dan tawassul sebagai bentuk kemusyrikan.

Karena paham dari Muhammad bin Abdul Wabab ini selalu meresahkan masyarakat, mereka pun berdalih jika Wahabi sebetulnya istilah yang digunakan untuk menyebut pengikut dari ayahnya, Abdul Wahab bin Rustum.

Terdapat beberapa larangan yang harus dipatuhi oleh seorang Wahabi seperti meninggalkan qunut dan meninggalkan sholat sunnah qabliyah.

Selain itu para Wahabi pasti selalu mengkafirkan umat Islam yang bertawassul dengan Rasulullah SAW, menganggap Taqlid kepada imam-imam mazhab adalah syirik, mengharamkan maulid Nabi, mengharamkan bacaan Alquran kepada orang yang meninggal, dan mengharamkan ziarah.

Reporter: Diani Ratna Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini