Ronin, Samurai yang Kehilangan Tuannya

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Ketika menonton film laga tradisional Jepang, pasti kita sudah tidak asing dengan nama samurai.

Samurai merupakan prajurit elit pada masa pra-industri Jepang. Samurai yang memiliki tuan disebut daimyo, sedang yang tak bertuan disebut ronin.

Dilansir dari ThoughtCo, seorang samurai bisa saja menjadi ronin dengan beberapa cara seperti ditinggal mati tuannya, diusir, kehilangan dukungan dan perlindungan dari tuannya.

Secara harfiah, ronin memiliki arti “manusia gelombang”. Pada era Nara dan Heian, kata ronin disematkan kepada budak-budak yang melarikan diri dari tuannya. Demi menghidupi diri sendiri, mereka kerap melakukan kejahatan seperti merampok.

Seiring berjalannya waktu, kata ronin digunakan untuk menyebut samurai yang nakal. Para samurai tersebut dinilai sebagai penjahat yang diusir oleh kelompok mereka atau yang telah meninggalkan tuannya.

Para periode Sengoku, mulai tahun 1467 hingga 1600, seorang samurai dapat dengan mudah menemukan tuan baru jika tuan sebelumnya terbunuh dalam pertempuran. Saat itu, para daimyo membutuhkan prajurit yang berpengalaman. Mereka pun tak sungkan untuk meminta bantuan kepada ronin.

Namun, ketika Toyotomi Hideyoshi menjabat sejak tahun 1585 hingga 1598, ia menyatakan jika Jepang tidak lagi membutuhkan prajurit tambahan. Pada masa itu, mereka yang menjadi ronin hidup dalam keterpurukan dan kemiskinan.

Sebetulnya, para samurai bisa mengabdi kepada daimyo baru jika tuannya digulingkan dari posisinya atau terbunuh dalam pertempuran. Namun, jika mereka merasa memiliki kesetiaan yang luar biasa pada tuannya, mereka akan melakukan ritual bunuh diri atau seppuku.

Menurut kode samurai bushido, seharusnya samurai bunuh diri jika tuannya dikalahkan atau terbunuh dalam pertempuran. Itu lah satu-satunya cara untuk mengembalikan kehormatan samurai tersebut.

Para ronin yang melawan tradisi untuk terus hidup, akan memiliki reputasi yang buruk. Tak jarang, mereka dianggap sebagai aib.

Seharusnya, samurai memiliki dua pedang. Namun, para ronin harus rela menjual barang berharganya itu untuk menghadapi masa-masa sulitnya.

Dalam pemerintahan yang ketat, mereka juga tidak bisa mendapat pekerjaan secara legal, baik itu sebagai petani, pengrajin, atau pedagang.

Ronin yang memiliki reputasi yang baik memiliki hidup yang lebih baik. Biasanya, mereka disewa untuk menjadi pengawal atau tentara bayaran untuk pedagang kaya.

Karena sulitnya mencari uang, para ronin banyak yang terjun dalam dunia kriminal. Banyak dari mereka yang membentuk sebuah kelompok, menjalankan rumah bordil, dan mendirikan toko perjudian ilegal.

Bahkan, beberapa dari mereka kerap mengganggu para pedagang lokal. Hal ini lah yang membuat citra ronin rusak di mata masyarakat.

Namun, pandangan tersebut tak berlaku untuk 47 ronin. Mereka memilih hidup sebagai ronin demi balas dendam atas kematian tuan mereka yang tak adil. Setelah mereka selesai menjalankan tugasnya, mereka bunuh diri. Tindakan mereka ini dianggap sebagai lambang kesetiaan dan pelayanan kepada tuan mereka.

Kini, masyarakat Jepang menggunakan kata ronin dengan konteks bergurau untuk menggambarkan lulusan sekolah menengah yang belum terdaftar di universitas atau seseorang yang menganggur.

Reporter: Diani Ratna Utami

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini