Rekam Jejak Thomas Americo, Petinju Asal Timor Leste di Malang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Nama Thomas Americo mungkin tak terlalu dikenal oleh anak-anak muda masa kini. Namun dalam sejarah tinju tanah air, namanya masuk dalam deretan petinju legendaris.

Sososk kelahiran Bobonaro, Timor Timur (kini Timor Leste) 24 Desember 1959 tersebut adalah salah satu ikon tinju nasional, sebelum muncul nama Elliyas Pical.

Thomas adalah putra dari seorang perempuan dari suku Tetun, penduduk asli Timor Leste. Sementara ayahnya Mamel Borgis berasal dari Angola. Sayangnya Thomas tak pernah mengenal ayahya secara langsung karena semenjak dalam kandungan ayahnya telah kembali ke Angola.

Thomas yang hidup dalam kemiskinan dan tak pernah menamatkan pendidikan SD-nya. Ketika terjadi pergolakan di Tim-Tim, ia mengabungkan diri dengan Tenaga Bantuan Operasi yang bertugas mengangkut perbekalan.

Ia kemudian berjumpa dengan Killin Sidabalok, seorang laki-laki kelahiran Pulau Samosir dan berpangkat kapten TNI-AD dan mengangkatnya sebagai anak. Di sinilah nasibnya perlahan berubah.

Tahun 1976, Ia dibawa oleh Killin Sidabalok ke Malang, Jawa Timur. Di sana, ia diberikan kesempatan untuk berlatih tinju di Sasana Arek Malang.

Thomas kemudian dikenal dengan nama panggilan Jimmy Kelton. Tak butuh waktu lama, Thomas akhirnya mampu menguasai teknik bertinju. Maklum ia cukup menguasai seni bela diri tarung bebas asli Timor Leste yang bernamaa Tukumalu.

5 bulan pasca latihan di sasana tinju Sucipto Murni yang adalah bagian dari Sasana Arek Malang, ia diperkenankan naik ring. Ia melawan Key Siong dari Sasana Sawunggaling. Thomas berhasil mencatatkan kemenangan perdana dan menerima bayaran Rp 6.000.

Di Tahun 1978, Thomas mencoba mencari peruntungan di Jakarta dengan bergabung Sasana Waringin, namun ia tidak betah di sana. Ia pun balik lagi ke Malang. Ia kemudian bergabung dengan Sasana Gajayana, asuhan Walikota Surabaya waktu itu, Sugiyono.

Tahun 1979, ia kembali bertanding melawan Wongso Suseno untuk perebutan gelar juara Orien Pacific Boxing Federation (OPBF). Hasilnya Wongso Suseno pun berhasil dikalahkan Thomas.

Setahun berselang, ia berhasil mengalahkan Eddi Button, petinju kelas welter dari Australia. Ia juga sempat mengkanvaskan Sang Mo Koo, seorang petinju asal Korea Selatan dalam perebutan gelar juara tinju profesional Asia Pasifik (OPBF) kelas welter ringan. Saat itu Thomas menerima Rp 6 juta, sebuah bayaran tertinggi petinju pro Indonesia di masanya.

Rekor kemenangannya pun terhenti saat berhadapan dengan juara dunia welter ringan WBC, Saoul Mamby asal Amerika Serikat. Dalam laga yang dihelat di Istora Senayan, Jakarta pada tahun 1981, Thomas kalah setelah sanggup bertahan selama 15 ronde.

Pasca kekalahan tersebut, Thomas mencoba bangkit dan kembali bertinju di atas ring, namun nasib sial ia alami dengan menelan tiga kekalahan beruntun, termasuk kehilangan sabuk juara OPBF.

Thomas Americo akhirnya memutuskan pensiun sebagai petinju pro, setelah dikalahkan petinju asal Papua, Bongguk Kendy pada tahun 1987 silam.

Thomas yang di masa mudanya disanjung bak pahlawan, di akhirnya hayat malah harus tewas di tangan milisi dalam perang saudara di Timor Leste pada tahun 1999 silam. Ia diduga dibunuh secara keji dan jasadnya kemudian dikuburkan bersama 12 orang lainnya di kompleks kantor Perdana Menteri Timor Leste.

Selamat jalan Thomas, bahagia di Surga!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Produksi Sampah Capai 65 Ton selama Lebaran, WALHI Jogja Ingatkan Penanganan Jangan hanya Menumpuk

Mata Indonesia, Yogyakarta - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY mencatat peningkatan sebanyak 65 ton sampah di Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul selama periode 8-15 April 2024 atau masa lebaran. Persoalan sampah di DIY ini juga diingatkan oleh WALHI agar Pemda mencari penanganan lanjutan ke depan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini