Perjuangan Walkman dari Rilis, Lenyap, hingga Reinkarnasi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Generasi Z mungkin tak lagi mengenal Walkman. Namun, untuk generasi sebelum mereka, Walkman merupakan sebuah gadget legendaris yang begitu dikagumi di zamannya.

Walkman lahir di Jepang pada 1 Juli 1979. Perangkat pemutar kaset musik portabel ini,  boleh dibilang revolusioner pada zamannya dan menjadi tren anak-anak muda kala itu.

Masaru Ibuka yang juga merupakan salah satu pendiri Sony, sering bepergian memakai pesawat ke banyak tempat. Maklum saja, Ibuka adalah bos besar perusahaan yang punya banyak kepentingan.

Nah, Masaru Ibuka ini gemar mendengarkan lagu-lagu klasik. Terkadang, selama perjalanan di pesawat yang membosankan itu, dia ingin mendengarkan musik sebagai hiburan, tapi dengan cara yang praktis.

Sony yang saat itu sudah berkembang menjadi perusahaan elektronik besar. Tentunya mereka mempunyai sumber daya untuk membuat perangkat semacam itu. Pulang dari bepergian, Ibuka meminta Norio Ohga, manajer di divisi tape recorder untuk memenuhi keinginannya.

Rencananya adalah, Sony akan menciptakan perangkat audio kecil. Ukurannya kurang lebih seperti Sony Pressman (TC-D5), produk tape recorder Sony yang sudah lebih dulu diproduksi dan dijual pada 1977.

Secara umum, Pressman dibuat Sony untuk kalangan profesional, terutama jurnalis atau seorang sekretaris yang perlu merekam perbincangan bisnis. Bagi kalangan awam, Pressman hanyalah perangkat audio biasa, terutama karena ukurannya yang cukup besar.

Teknisi Sony pun mengutak atik Pressman. Kerja keras terbayar, mereka sukses menghasilkan perangkat seperti Pressman yang punya kemampuan untuk memutar musik stereo.

Ibuka menyukai prototipe tersebut dan langsung memamerkannya pada Akio Morita, salah satu pendiri Sony lainnya. “Cobalah ini. Pemutar kaset stereo yang bisa didengarkan saat berjalan itu ide yang menarik bukan?” kata Ibuka kala itu.

Morita mencobanya dan ia setuju, bahkan yakin dunia akan menyukai perangkat semacam itu. Dia langsung menginstruksikan tim teknisi Sony membuat versi komersialnya. Tujuannya terutama untuk memuaskan anak muda yang ingin mendengarkan musik sepanjang hari.

Morita memberi ultimatum, perangkat itu harus cepat jadi dan harganya cukup terjangkau agar laris di pasaran. Tim teknisi Sony menyanggupinya. Maka, hanya dalam kurun waktu 4 bulan, versi pertama pemutar musik portabel itu sudah tercipta.

Tapi apakah nama yang tepat untuknya? Ibuka mengusulkan Walkman, akan tetapi beberapa orang meragukan apakah itu nama yang tepat. Malah di Amerika Serikat, perangkat tersebut sempat dinamai Sound-About. Sementara di Swedia bernama Freestyle, dan di Inggris disebut dengan Stowaway. Namun, pada akhirnya, nama Walkman-lah yang dipilih.

Pada proses penciptaan rancangan Walkman. Nobutoshi Kihara, yang merancang bentuknya, mengatakan bahwa ia beserta timnya menggambar desain Walkman di atas kertas dan menutup matanya untuk membayangkan bagaimana bentuk Walkman.

Pada 1 Juli 1979, Sony merilis Walkman (TPS-L2). Pemutar kaset portabel, memiliki dua buah lubang jack 3,5 mm untuk menghubungkannya pada headphone/earphone.

‘Nenek Moyang’ Walkman ini membutuhkan dua baterai AA sebagai sumber daya dan dijual dengan harga super mahal, yaitu 39.433 yen atau seharga 57.109 yen (Rp 7,4 juta; kurs 1 yen= Rp130) jika dikonversi mengikuti inflasi saat ini. Dalam dollar, saat itu Walkman pertama seharga $150. Kini harganya dapat mencapai $500.

Sayang, Walkman pertama itu tidak langsung laris. Mungkin karena banyak orang belum tahu kemampuannya. Maka, karyawan Sony turun ke jalan untuk mendemonstrasikan Walkman dan calon konsumen bisa mencoba sendiri. Strategi itu berhasil. Mendekati Agustus, persediaan Walkman mulai habis. Sebanyak 30 ribu Walkman terjual dalam waktu dua bulan sejak peluncuran.

Hingga 1995, Sony baru bisa memasarkan lebih dari 150 juta Walkman. Selepas TPS-L2, Sony merilis versi-versi baru Walkman: TCD-D3 (Walkman yang menggunakan Digital Audio Tape) pada 1987, Sports WM-B52 (Waklman bertema sports, berjuluk “Yellow Monster) pada 1988, MZ-1 (Walkman yang menggunakan MiniDisc) pada 1992, D-E01 (Walkman yang menggunakan Compact Disc) pada 1884, dan NW-MS70D (Walkman yang menggunakan memori flash) pada 2000.

Pada 1986, kata “Walkman” masuk ke dalam Oxford English Dictionary. Rebecca Tuhus-Dubrow dalam bukunya berjudul “Personal Stereo” mengatakan secara tersirat bahwa Walkman telah menjadi kata generik: alat pemutar kaset portabel dengan headphone.

Tahun 1980 hingga 1990-an Walkman berada di masa keemasannya. Akan tetapi, masa kejayaan perkakas karya Masaru Ibuka, Kozo Ohsone, dan Akio Morita itu, kini telah berlalu.

Era musik digital sejak 2006, Walkman harus takluk oleh kedigdayaan Apple iPod. Bahkan, di tanah airnya sendiri, Jepang, Walkman harus merelakan posisinya direbut iPod.

Tahun 2005, Apple iPod menguasai 53% pasar pemutar musik digital mini di Jepang, jauh melampaui pangsa Walkman yang hanya 11%. Namun, tidak berarti Sony merelakan begitu saja posisinya direbut Apple iPod. Sony terus bertarung di semua lini beradu dengan iPod dan merebut kembali posisinya. Upaya ini jelas tidak mudah, pasalnya iPod telah begitu perkasa di pasar.

Di Amerika Serikat misalnya, iPod menguasai sekitar 70 sampai 90 persen pemutar MP3.  Lebih dari itu, selain harus bersaing dengan iPod, Walkman juga dikepung kerumunan puluhan merek pemutar MP3 lain, seperti Creative, iRiver, Cowon, dan Archos.

Walkman perlu strategi khusus agar tidak terjebak di tengah kerumunan pemutar musik digital. Bos Sony Corporation yang baru, Sir Howard Stringer, langsung mencanangkan “perang” melawan keseragaman pemutar MP3 sebagai strategi Walkman keluar dari kerumunan.

Inti dari strategi ini adalah desain. Sebagai komandan pelaksanaan strategi Walkman, Kepala Pusat Strategi Kreatif Sony, Takashi Asidah dan Kepala Desainer Walkman, Yujin Morisawa, mengatakan “Semangat Sony adalah bagaimana membuat (desain) yang original, tidak sekedar tiruan. Kami biasanya tidak mengandalkan survei karena kami ingin menciptakan sesuatu yang tidak pernah dibuat sebelumnya,” ujar Ashida seperti dikutip Business Week.

Pada generasi awal pemutar musik digital Sony, Network-Walkman (NW) HD1, desainnya masih kotak dan kaku dengan navigasi yang rumit. Alhasil, penjualan HD1 yang dipasarkan awal 2004 jauh dari harapan Sony. Hingga seri NW-HD5, wajah Walkman belum banyak yang berubah.

Menurut Yujin, perubahan yang dibawa Stringer sejak ia menjabat mulai 2003, langsung kelihatan. Perintahnya adalah bagaimana membuat desain perkakas musik yang benar-benar baru, yang tidak mirip sama sekali dengan label lain.

Pada seri Walkman NW-E100 dan Walkman Bean alias buncis yang diluncurkan pada Maret dan Agustus 2005, desain kotak Walkman pun lenyap. Pilihan warnanya juga sangat manis seperti permen. Desain revolusioner Walkman terus berlanjut pada seri NW-A1000 dan NW-A3000 yang rilis September 2005 serta Walkman terbaru yang diluncurkan awal April 2006.

Meski begitu, desain Walkman Sony masih belum menunjukkan hasil spektakuler. Pada Februari 2006, di Jepang pangsa Walkman baru sedikit beringsut ke posisi 15%. Tapi, paling tidak, kebangkitan Walkman mulai terlihat.

Di sisi lain, Meaghan Haire, dalam tulisannya di Time menyebut bahwa secara teknis, Walkman bukanlah lompatan teknologi besar. Philips, perusahaan asal Belanda, pada tahun 1963 pernah menciptakan produk serupa. Lalu, Andreas Pavel, mencetuskan ide serupa Walkman pada 1977 dengan mematenkan “belt stereo”.

Menurut Haire, Sony sukses mentransformasikan teknologi yang telah ada ke dalam bentuk terbaik, mengecilkan ukuran dan menghadirkannya pada pasar. Walkman juga sukses membuka pasar baru.

Mulai 2006 hingga 2014, sebagaimana dikutip dari Statista, Apple menjual 368,85 juta unit iPod ke seluruh dunia. Ia menjadi kompetitor sungguhan Walkman yang menjual 385 juta unit selama 10 tahun eksistensinya.

Karena iPod “dijual” sepaket dengan iTunes, selain untung dari penjual iPod, Apple juga untung dari menjual lagu dari iTunes. Pada 2017, Apple dilaporkan memperoleh pendapatan $8,7 miliar dari iTunes. Sumber pendapatan yang tidak dimiliki Sony meskipun mereka memiliki Walkman.

Selepas iPod, dunia kini dihadapkan pada sistem baru mendengarkan musik. Spotify, aplikasi musik streaming bikinan Daniel Ek adalah salah satunya.

Aplikasi yang menurut Ek sebagai “mempersembahkan musik ke pesta” itu mengubah bagaimana masyarakat mendengar musik. Dengan biaya 10 USD atau 49.990 Rupiah, masyarakat dapat menikmati lagu apapun, dari album apapun, dari seluruh dunia. Tanpa ada sekat pembatas seperti yang terjadi pada dunia kaset ataupun iTunes, yang menuntut pendengarnya membeli seutuh album atau satu lagu.

iPod dan Spotify pun sukses melenyapkan Walkman pada 22 Oktober 2010. Setelah 9 tahun lenyap, Sony mengumumkan untuk menghidupkan kembali nostalgia dengan merilis Walkman yang dilengkapi ‘kaset’ edisi khusus untuk memperingati 40 tahun usia Walkman pada November 2019.

Walkman dengan seri NW-A100TPS ini memiliki tampilan yang unik.  Dilihat dari tampilan luar tampak ‘sarung’ berwarna biru serupa dengan Walkman seri pertama, TPS-L2 sehinga membuatnya tampak seperti pemutar kaset sungguhan.

Dalam presentasinya di ajang IFA, Sony menunjukkan ‘walkman’ yang dilengkapi jendela kecil pada soft case untuk memperlihatkan seakan-akan ada kaset sungguhan yang sedang diputar di layar.

Saat sarung dibuka, Walkman akan menampilkan antarmuka modern dengan sampul album yang disertai detail trek lagu, termasuk informasi nama penyanyi dan judul lagu.

Seperti halnya walkman yang dirilis pada 1 Juli 1979, versi ‘reinkarnasi’ juga dilengkapi fitur pause, play, fast forward, dan rewind.

Ketka ditutup, layar akan tetap menampilkan informasi lagu yang sedang dimainkan dengan tampilan seperti halnya kaset sungguhan. Judul dan nama penyanyi juga akan terlihat di jendela kecil yang terdapat pada sarung penutup.

Mengutip Forbes, Walkman ini bekerja dengan sistem operasi Android. Untuk menikmati lagu yang diputar, Walkman perlu tersambung dengan koneksi WiFi dan mulai memutar musik secara streaming.

Walkman edisi khusus ini memiliki layar HD seluas 3,6 inci. Selain itu perangkat ini juga didukung dengan kapasitas penyimpanan 16 GB dan baterai yang bisa bertahan hingga 26 jam.

NW-A100TPS juga didukung dengan audio jack dan koneksi Bluetooth untuk tersambung dengan perangkat lain seperti headphone.

Dilansir Engadget, perangkat ini mulai dipasarkan di Eropa pada November 2019 dengan harga 440 euro atau sekitar Rp6,8 juta. Sementara di Australia dijual dengan harga 599 dolar Australia atau sekitar Rp5,7 juta.

Reporter: Indah Utami

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Antisipasi Daging Sapi Terjangkit Antraks, Pemkot Jogja Sidak Pedagang Pasar

Mata Indonesia, Gunung Kidul - Kasus antraks yang terjadi di Gunungkidul dan Sleman diantisipasi lebih cepat oleh Pemkot Jogja. Meski Kementan sudah menggerakkan jajarannya termasuk Pemkab Gunungkidul untuk memvaksinasi hewan ternak warga, antisipasi oleh pemerintah wilayah lain juga harus dilakukan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini