Paulus Panjaitan, Penerus Bintang Panjaitan di Tubuh TNI AD

Baca Juga

MATAINDONESIA, JAKARTA – Nama Panjaitan sudah malang melintang dalam dunia keprajuritan Tanah Air. Tercatat ada beberapa nama yang hadir dan mewarnai sejarah TNI AD. Yang paling anyar adalah Mayor Infanteri (Inf) Paulus Panjaitan.

Tak ada yang pernah menduga jika ia adalah putra dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Paulus dapat dikatakan sebagai penerus dan penjaga agar bintang generasi Panjaitan dalam tubuh TNI AD tak meredup.

Sebelumnya ada nama Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Sintong Hamorangan Panjaitan, Letnan Jenderal (Purnawirawan) Hotmangaraja Panjaitan hingga ayahnya sendiri, Letnan Jenderal (purn) Luhut Binsar Panjaitan.

Ia adalah seorang perwira menengah TNI-AD yang sudah menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di US Army Commanding General and Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat.

Paulus juga pernah tergabung di Satuan Tugas Batalyon Mekanik TNI Kontingen Garuda XXIII-B/Unifil tahun 2007. Ia kini berpangkat Mayor Satuan Infanteri Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD.

Namun di balik semua itu, perjalanan Paulus menjadi tentara bukan sebuah hal yang mudah. Mulanya sang ayah menolak niatnya untuk berkiprah dalam dunia militer. Namun, tekadnya yang kuat akhirnya membuat Luhut pun luluh

”Sebagai seorang ayah, ada kalanya keinginan kita bertolak belakang dengan cita-cita anak. Contohnya yang terjadi 20 tahun silam, ketika saya melarang anak laki-laki saya Paulus yang sangat ingin menjadi prajurit TNI seperti bapaknya. Tapi, kemauan keras Paulus akhirnya menjadikan dia seorang tentara jua,” tulis Luhut dalam postingan Facebooknya, Jumat 21 Juni 2019.

Pada tanggal 14 Juni 2019 lalui, Paulus telah berhasil menyelesaikan pendidikannya. Luhut pun hadir di acara pelantikan tersebut.

”Ada satu momen di sana yang tidak akan pernah terlupakan yaitu ketika anak laki-laki saya itu berkata Pa, saya sudah selesaikan Seskoad saya. Ucapan yang mungkin biasa saja ketika didengar oleh orang lain. Tapi bagi saya kata-kata itu cukup membuat air mata menitik. Ada rasa haru yang bercampur bangga di situ,” ujar Luhut.

Ucapan itu membuat ingatan Luhut kembali mengembara ke tahun 1999. Saat di mana Paulus yang baru lulus SMA dan Luhut sedang bertugas menjadi Duta Besar RI di Singapura.

”Dia sampai datang mengejar saya dan memohon-mohon supaya diperbolehkan masuk Akademi Militer. Tapi saya berkata tidak. Saya tahu bahwa saya sangat keras menentang kemauannya sampai dia menangis pada ibunya. Tapi saya tetap bersikukuh supaya Paulus menjadi sarjana saja,” kata dia mengenang.

Di balik itu sikap tegas itu, sebenarnya Luhut menyimpan rasa sedih yang mendalam untuk putranya. Sebagai seorang ayah, ia tidak mau melihat putranya nanti mengalami kesusahan seperti yang pernah dialaminya sebagai tentara. Maka Luhut berpikir, menjadi pengusaha atau politisi adalah jalan yang lebih baik untuk Paulus.

”Kau masuk tentara mau diapain kau nanti? Sudah cukup saya mengalami rona-rona kehidupan di sana, bahwa seberapa keras pun dulu bekerja, seberapa hebatnya pun prestasi, saya tidak pernah mencapai puncak karir di lingkungan TNI. Tidak pernah jadi Kasdam, Pagdam atau Danjen Kopassus,” gumamnya dalam hati.

Tapi nampaknya, larangan Luhut tak mengendorkan niat Paulus untuk menjadi tentara. Ia memang mendaftar di dUniversitas Pelita Harapan dan lulus 4 tahun kemudian sebagai sarjana hukum. Menjelang wisuda di tahun 2002, Paulus kembali meminta waktu untuk bicara dengan sang ayah perihal cita-citanya itu.

”Saya pikir mau apa lagi dia? Minta kawin atau apa? Tiba-tiba dia kembali meminta izin saya untuk diperbolehkan masuk tentara. Kali itu saya bilang bahwa sudah terlambat baginya untuk masuk Akmil karena bakal tertinggal 4 tahun di belakang teman-teman seangkatannya,” ujar Luhut.

Tapi Paulus tetap bersikukuh dengan pilihannya. Paulus juga menekankan bahwa kalaupun dia tidak mungkin masuk lewat jalur Akmil, Jalur Sekolah Perwira Prajurit Karier pun tidak masalah.

Akhirnya dengan berat hati Luhut mengabulkan permintaan putranya. Ia pun mengirim Paulus ke Kepala Dinas Psikologi Angkatan Darat Mayjen Dr. Heriyono untuk menjalani psikotes. Hasilnya, Paulus dinilai mumpuni baik secara kepribadian maupun intelektual.

”Sesuai dengan janji saya pada Paulus, maka saya mengijinkan dia masuk tentara karena lolos psikotes. Berbagai tes kemudian dia jalani termasuk ujian Komando. Dia kemudian tetap bertekun, lulus, dan semua proses dijalani dengan normal tanpa campur tangan saya,” kata Luhut.

Setelah menjadi prajurit komando Paulus pun memilih untuk tinggal di barak di Cijantung, ketimbang bersama dengan orangtuanya lagi. Dia kemudian tetap hidup di mes tentara sampai menikah, kemudian mengambil Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa), melanjutkan S2 di Australia, dan akhirnya lulus tes Seskoad dan dikirim ke Amerika.

Pengalaman ini lantas membuka mata Luhut untuk tak lagi mengatur atau mengekang pilihan karir anak-anaknya. Ke depannya, ia memberikan kebebasan kepada Paulus untuk berkarir.” Apapun pilihan Paulus dan ketiga anak saya yang lain, yang penting mereka menjadi orang baik,” tandas dia.

Karena menurut Luhut, pencapaian tertinggi seorang ayah terletak pada keberhasilannya mendorong anak untuk menyelesaikan studi dengan bagus, bekerja dengan hati, dan tidak memanfaatkan keberadaan ayahnya.

”Biarlah setiap anak kita menjadi dirinya sendiri. Dan sampai sekarang, saya bangga dengan anak-anak saya, selain ada Paulus dan istrinya Novella, ada Uli dengan suaminya Maruli yang mengabdi sebagai prajurit TNI, David yang berbisnis didampingi istrinya Intan, juga Kerri yang sibuk dengan kegiatan sosialnya,” ujar dia.

Luhut pun berkata, pengalamannya bersama Paulus seperti de javu dalam hidupnya. Dulu ia nekad masuk AKABRI padahal tidak diperbolehkan ayahnya yang ingin Luhut masuk ITB saja.

”Nah, sekarang dibalas oleh anak saya yang bersikeras mau jadi tentara, padahal ayahnya menginginkan dia jadi pengusaha atau politisi. Memang agak lain bentuknya, tapi hal ini terulang seperti de javu,” ungkap Luhut.

Namun selain Paulus, ada juga Mayor Inf. Delly Yudha Nurcahyo dan Mayor Inf. Alzaki yang ketiganya bersamaan lulus Seskoad di Amerika dengan hasil yang baik dan memuaskan.

Padahal Seskoad adalah tahapan pendidikan di lingkungan TNI-AD yang sangat sulit, terseleksi, dan sangat menentukan perkembangan karir selanjutnya. Bahkan Alzaki yang sempat bekerja dengan Luhut di Kemenko Polhukam dan Maritim, adalah satu-satunya perwira dalam sejarah TNI-AD yang memperoleh penghargaan The Simon Center Interagency Writing Award.

”Jika talenta muda seperti mereka dikembangkan maka ke depannya mereka bisa membawa TNI menjadi lebih profesional dan betul-betul bisa membuat TNI menjadi penjaga NKRI, Pancasila, UUD NKRI Tahun 1945, serta berpegang teguh pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit,” kata Luhut. (Krisantus de Rosari Binsasi)

Berita Terbaru

AMN Manado Bangkitkan Etos Pemuda Jadi Cendekia Cerdas dan Terhormat

Asrama Mahasiswa Nusantara (AMN) Manado membangkitkan etos para pemuda untuk menjadi cendekia yang cerdas dan terhormat, sehingga mereka terampil...
- Advertisement -

Baca berita yang ini