Mengenang Zulkifli Lubis, Peletak Dasar Intelijen Indonesia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Jauh sebelum L.B. Moerdani, telah ada nama Kolonel Zulkifli Lubis yang menjabat sebagai komandan intelijen pertama di Badan Istimewa (BI) di bulan-bulan pertama kemerdekaan Indonesia.

Ia lahir di Kuta Raja, Banda Aceh, 26 Desember 1923. Sang ayah Aden Lubis, yang bergelar Sutan Sanalam, pernah bertugas sebagai juru tulis di kantor gubernur. Sedangkan ibunya bernama Siti Rewan Nasution.

Sejak kecil, Zulkifli bisa mendapat pendidikan dengan baik karena keluarganya punya jabatan di pemerintahan. Selepas dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), dia pindah ke Yogyakarta dan masuk AMS-B. Di AMS-B, meski bukan bintang kelas, dia mengklaim selalu nomor satu dalam pelajaran aljabar.

Namun sayang, ia hanya sanggup menyelesaikan hingga kelas dua saja karena Jepang keburu datang di Indonesia. Perang Pasifik pecah, dan Jepang menutup sekolah-sekolah Belanda. Gantinya, Jepang membuka Seinen Kurenso atau Tempat Latihan Pemuda.

Di tempatnya yang baru, Zulkifli Lubis menjalani dua bulan latihan semi militer dan indoktrinasi. Ia pun teringat akan nasihat kedua orang tuannya saat hendak ke Yogyakarta.

“Met de hoed in de hand, komt je in de gang in de wereld” yang berarti dengan menghargai orang lain, dunia akan menerimamu, begitu pesan sang Ayah. Nasihat tersebut menjadi pegangan bagi Zulkifli sepanjang hidupnya.

Pada awal 1943, Zulkifli bersama Kemal Idris dan Daan Mogot terpilih sebagai angkatan pertama masuk akademi intelijen (Seinen Dojo) di bawah Markas Besar Intelijen Jepang. Kala itu usianya baru 19 tahun. Penggemblengan di Seinen Dojo Tangerang sangat keras. Instruktur tak segan menempeleng kadet yang terlihat kurang.

“Dalam latihan ilmu militer, saya nomor satu. Saya siswa yang tidak pernah dapat tempelengan Jepang,” kata Zulkifli ujarnya dalam buku Zulkifli Lubis Kolonel Misterius karya Peter Kasenda.

Pertengahan tahun 1944, Zulikfli Lubis diajak oleh Rokugawa (bekas komandan Seinen Dojo) ke Malaysia dan Singapura. Di sana ia berkenalan dan satu kamar dengan Mayor Ogi, perwira intelijen Jepang yang mahir berbahasa Prancis.

Ogi memberi banyak pelajaran kepada Zulkifli, terutama bagaimana cara di negara asing dapat mempengaruhi komandan musuh sedemikian rupa, sampai bisa menyerah, tanpa melalui pertempuran. Sementara itu, di Malaysia, dia banyak belajar cara mengetahui jumlah penduduk dalam satu kota. Juga bagaimana mengetahui rakyat anti-Jepang atau pro-Jepang.

Setelah belajar intelijen di luar negeri, Zulkifli kembali ke tanah air. Ia melibatkan diri dalam rencana Jepang untuk membentuk kelompok-kelompok intelijen di berbagai tempat di Jawa sebagai pasukan gerilya untuk menghadapi pasukan Sekutu jika kelak mendarat. Setelah Jepang menyerah, Sekutu pun mendarat dan tidak mendapat perlawanan yang berarti sebagaimana mestinya dari kelompok intelijen yang diorganisir oleh Zulkifli Lubis.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Zulkifli Lubis dipercayakan sebagai pimpinan pusat Badan Keamanan Rakyat yang diketuai oleh Kaprawi dan dibantu oleh Sutalaksana (Ketua I), Latief Hendraningrat (Ketua II), Arifin Abdurrachman dan Machmud.

Disinilah ia mulai mempersiapkan pembentukan badan intelijen yang diberi nama Badan Istimewa. Zulkifli Lubis, Sunarjo, Juwahir dan GPH Djatikusumo membidani lahirnya badan itu. Sekitar 40 orang bekas Giyugun dari seluruh Jawa bergabung dalam badan itu.

Zulkifli Lubis juga membentuk Penyelidikan Militer Chusus (PMC) pada akhir tahun 1945, Sutopo Yuwono termasuk di dalamnya. PMC bertanggung jawab langsung kepada Presiden Soekarno. Zulkifli membangun sel-sel jaringan di tiap kota. Sejumlah ekspedisi intelijen berlangsung di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara pada akhir 1945.

Kepada para kadernya, ia berpesan bahwa intelijen harus pandai menilai untuk mencari obyektivitas. Intelijen juga harus punya security minded dan tanpa pamrih.

“Total abdi mutlak. TNI masih bisa dapat bintang, naik pangkat, kalau mati masih bisa dimakamkan di makam pahlawan. Kalau intelijen, tidak boleh begitu,” kata Zulkifli.

Pada bulan April 1946, cabang PMC di Purwakarta mendapat reaksi yang sengit dari pihak tentara, karena dianggap melakukan serangkaian penangkapan dan penyitaan yang semena-mena. Keberatan itu muncul pula di berbagai daerah lain dan menyebabkan PMC dibubarkan oleh Markas Besar Tentara Keamanan Rakyat pada tanggal 3 Mei 1946.

Kemudian beberapa bulan berikutnya, Zulkifli dan Sutjipto (pemimpin Penyelidik Umum Militer) terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946, yaitu percobaan perebutan kekuasaan yang dimotori oleh Mayor Jenderal Sudarsono, Kepala Divisi III Yogyakarta. Sutjipto tertangkap, akan tetapi sebaliknya Zulkifli Lubis berhasil lolos.

Akibat kecerdikan Zulkifli Lubis, ia bisa menghapus jejak setelah melakukan aksi dan mendapat pemberian grasi Presiden Sukarno atas keterlibatannya dalam Peristiwa 3 Juli 1946. Zulkifli Lubis kemudian mendapat kepercayaan membentuk Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) dan menjadi ketuanya.

Untuk merekut anggota BRANI, Zulkifli menggunakan sebagian besar pelajar, bekas Seinen Dojo maupun Yugeki di antaranya Bambang Supeno, Kusno Wiwoho, Dirgo, Sakri, Suparto dan Tjokropranolo.

Namun usia BRANI cuma seumur jagung. Tak lama setelah BRANI berdiri, badan intel bernama Kementerian Pertahanan Bagian B dibentuk Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin.

Lalu pada 30 April 1947, Sukarno menyatukan Bagian B dengan BRANI ke dalam badan intel baru di tubuh Kementerian pertahanan yang biasa disebut Bagian V. Amir menunjuk Abdoelrachman sebagai Kepala Bagian V.

Organ intel ini juga tidak tahan lama. “Arsip Kementerian Pertahanan RI nomor 883 tentang situasi Kementerian Bagian V (tanggal 5 Maret 1948)” menyebut, Bagian V dituduh “menyimpang dari syarat mutlak” sebuah badan intelijen yang seharusnya objektif. Badan ini pun dituntut untuk dibubarkan setelah kabinet Amir jatuh pada awal 1948.

Setelah Bagian V bubar, Lubis ditempatkan untuk memimpin dua badan intel. Pertama di intelijen Markas Besar Komando Djawa, yang disingkat MBKD-I dan kedua di intelijen Staf Umum Angkatan Darat yang disebut SUAD-I.

Di masa-masa ini Lubis kerap bertemu dengan sepupu jauhnya yang kemudian dikenal sebagai musuh bebuyutannya dalam sejarah Angkatan Darat: Abdul Haris Nasution.

“(Dari sebelum 1950) sudah terjadi ketidakserasian antara TB Simatupang, AH Nasution dan Z Lubis. Ketiga perwira berkedudukan tinggi ini punya pendukung masing-masing,” tulis Hario Kecik alias Brigadir Jenderal Suhario Padmodiwiryo dalam Memoar Hario Kecik: Autobiografi Seorang Mahasiswa Prajurit (1995: 399).

Setelah 1949, Lubis memimpin Intelijen Kementerian Pertahanan ketika Hamengkubuwana IX alias Dorodjatun jadi Menteri Pertahanan. Kemudian, Lubis diangkat sebagai Kepala Biro Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP) oleh Simatupang.

Setelah peristiwa 17 Oktober 1952 yang melibatkan konflik internal dalam Angkatan Darat, Zulkifli diangkat menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) oleh Menteri Pertahanan Indonesia Iwa Kusumasumantri pada bulan Desember 1953, mendampingi Bambang Sugeng.

Setelah Bambang Sugeng mengundurkan diri pada pertengahan 1955 ia diangkat menjadi Pejabat KASAD. Karena banyaknya suara yang menentang dia karena dianggap lebih intelijen dibanding militer dan pro-Barat, maka posisinya digantikan oleh Bambang Utoyo.

Zulkifli Lubis meninggal pada 23 Juni 1993, tepat hari ini 27 tahun lalu. Ia sangat layak diberi gelar Bapak Intelijen Indonesia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Upaya Berantas Paham Radikalisme dan Terorisme, Aparat Keamanan Berhasil Tangkap 7 Teroris di Sulteng

Aparat keamanan Republik Indonesia (RI) terus berupaya untuk memberantas penyebaran paham radikalisme dan terorisme di Tanah Air. Upaya tersebut...
- Advertisement -

Baca berita yang ini