Home Kisah Mengenal Sejarah Konferensi Meja Bundar, Indonesia Rebut Kedaulatan

Mengenal Sejarah Konferensi Meja Bundar, Indonesia Rebut Kedaulatan

0
1004
konferensi meja bundar
Konferensi Meja Bundar. (wikipedia)

MATA INDONESIA, JAKARTA – Bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya melalui pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun, Belanda masih mencoba menguasai wilayah Indonesia ketika Jepang kalah dalam Perang Dunia II dengan membonceng pasukan Sekutu.

Sekutu yang dipimpin Inggris itu bertujuan melucuti Jepang sebagai negara yang kalah perang.

Maka, Indonesia harus berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru seumur jagung kala itu. Maka, terjadilah banyak konflik senjata yang dikenal dengan agresi militer sebanyak dua kali.

Dilansir Kompas.com, aksi Belanda itu rupanya mendapat kecaman dari dunia internasional, termasuk Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sampai akhirnya DK PBB mengeluarkan resolusi yang mengecam serangan militer Belanda ke Indonesia.

Hingga akhirnya dilakukanlah sejumlah perundingan untuk menghentikan kontak senjata tersebut. Salah satunya dikenal dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang melibatkan delegasi Indonesia dan Belanda.

Sebelum terjadi KMB didahului dengan Perjanjian Linggarjati 10 November 1946 dan Renville 25 Maret 1947.

KMB diselenggarakan pada 23 Agustus – 2 November 1949. Sebelumnya terlebih dahulu terjadi perundingan pendahuluan yang dipimpin Muhammad Roem dari Indonesia dan Herman van Roijen dari Belanda hingga dua pertemuan itu dikenal dengan nama Roem-Royen.

Perundingan Roem-Royen berlangsung di Hotel Des Indes, Jakarta 14 April – 19 Mei 1949 yang hasilnya Pemerintah Belanda harus mengakui kedaulatan Indonesia. Hingga akhirnya PBB memutuskan melanjutkan ke perundingan KMB.

Di KMB delegasi Indonesia dipimpin Moh.Hatta sebagai ketua, Moh. Roem, Prof Dr.Mr. Supomo, J. Leitnena, Ali Sastroamijojo, Djuanda, Sukiman, Suyono Hadinoto, Sumitro Djojohadikusumo, Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Muwardi.

Sedangkan Belanda dipimpin Johannes Henricus van Maarseveen, seorang pengacara sekaligus politisi negeri kincir angin itu. Selain itu, Majelis Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) yang diwakili Sultan Hamid II.

BFO oor Federaal Overleg (BFO) adalah sebuah komite yang didirikan oleh Belanda untuk mengelola Republik Indonesia Serikat (RIS) selama Revolusi Nasional Indonesia (1945–1949).

Di akhir perundingan 2 November 1949, delegasi Indonesia berhasil memenangkan perundingan dan mengakui kedaulatan kita dengan syarat harus berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).

Hasil KMB dirangkum menjadi empat hal:
• Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir Desember 1949.
• Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda. Dalam uni itu, Indonesia dan Belanda akan bekerja sama. Kedudukan Indonesia dan Belanda sederajat.
• Indonesia akan mengembalikan semua milik Belanda dan memabayar utang-utang Hindia Belanda sebelum tahun 1949.
• Masalah Irian Barat akan dibahas satu tahun kemudian.

Delegasi Indonesia menerima hasil KMB tersebut karena menyadari ada harga yang harus dibayar untuk memperoleh kedaulatan NKRI seutuhnya, termasuk bersedia membayar utang Pemerintah Hindia Belanda senilai 4,3 miliar gulden.

Pada 27 Desember 1949 penyerahan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia melalui RIS dilakukan. Prosesinya dilakukan di dua tempat, Jakarta Indonesia dan Amsterdam Belanda. (Dhelana Unggul Parastri)

 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here