Mengenal Hagia Sophia, Masjid Bercita Rasa Kristen di Turki

Baca Juga

MATA INDONESIA, ISTAMBUL – Jauh sebelum dijadikan masjid, Hagia Sophia adalah sebuah gereja. Nama Hagia Sophia, dalam bahasa Yunani adalah Aya Sofia berarti Kebijaksanaan Suci.

Bangunan tersebut diresmikan pada 15 Februari 360 M di masa pemerintahan kaisar Konstantinus II oleh uskup Eudoxius dari Antiokia. Gereja ini dibangun di sebelah tempat istana kekaisaran Byzantium.

Pada 7 Mei 558 M, di masa kaisar Justinianus, kubah sebelah timur runtuh terkena gempa. Kemudian, pada 26 Oktober 986 M pada masa pemerintahan Kaisar Basil II (958-1025) juga kembali terkena gempa.

Akhirnya, pada awal abad ke-14 dilakukan renovasi besar-besaran agar tidak terkena gempa lagi. Keistimewaan kubah ini terletak pada bentuk kubahnya yang besar dan tinggi. Ukuran tengahnya 30 meter, tinggi dan fundamentalnya 54 meter.

Interiornya pun dihiasi mosaik dan fresko, tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni dan dindingnya dihiasi dengan mozaik kaca yang indah. Pada dindingnya juga terdapat ukiran-ukiran. Ada mozaik yang menggambarkan Bunda Maria dan Yesus Kristus.

Ketika Sultan Mehmed II dari dinasti Utsmaniyah atau kesultanan Ottoman menaklukkan Konstantinopel pada 29 Mei 1453, ia memerintahkan untuk mengubah Hagia Sophia menjadi masjid tempat umat muslim shalat berjamaah. Ornamen dan lukisan kekristenan ditutup dengan kaligrafi.

Mengenal Hagia Sophia, Masjid Bercita Rasa Kristen di Turki

Kala itu sejumlah fasilitas ditambahkan untuk mendukung ibadah, seperti mimbar, mihrab, air untuk wudhu, menara, sampai pondok Sultan. Fasilitas tersebut masih dapat dilihat sampai sekarang.

Selama lebih dari 500 tahun Hagia Sophia berdiri sebagai masjid. Tetapi Sultan sendiri tidak jadi menggunakannya. Sultan Mehmed II justru memerintahkan mendirikan masjid baru berdekatan dengan Hagia Sophia, yaitu Masjid Sultan Ahmet atau dikenal dengan Blue Mosque.

Sayangnya kejayaan Ottoman menjadi surut. Turki berubah menjadi negara Republik di bawah kekuasaan Mustafa Kemal Ataturk, yang juga mendapat julukan sebagai Bapak Turki modern. Ataturk memerintahkan agar Kaligrafi di dalam Hagia Sophia dihilangkan sehingga memunculkan kembali lukisan kuno.

Dengan renovasi berulangkali yang tidak pernah selesai, Hagia Sophia menyimpan dua ‘kepribadian’. Di satu sisi masih menampilkan ciri khas Kristiani, dengan lukisan Yesus dan Bunda Maria. Di sisi lain menampakkan kemegahan Islam dengan kaligrafi raksasa dengan Asmaul Husna dan nama agung Rasulullah.

Ataturk yang beraliran nasionalis sekuler ini akhirnya menetapkan Hagia Sophia sebagai museum. Kemudian karena sejarah dan keunikannya itu, Hagia Sophia ditetapkan pula sebagai Warisan Dunia UNESCO.

Seiring berjalannya waktu, di era pemerintahan Tayyip Erdogan wacana mengembalikan fungsi Hagia Sophia sebagai masjid mengemuka, tepatnya di tahun 2005. Selama 15 tahun, terjadi perdebatan dalam pembahasan usulan tersebut sebelum akhirnya pengadilan mengetok palunya pada 2020 ini.

Erdogan pun telah menandatangani dektrit presiden soal status Hagia Sophia pada Jumat 10 Juli 2020 waktu setempat. Dengan penetapan Hagia Sophia menjadi masjid itu, umat Islam di Turki dapat melangsungkan salat mulai 24 Juli 2020 mendatang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Program AMANAH Kembangkan SDM Muda Kelola Potensi Kekayaan Aceh

Program Aneuk Muda Aceh Unggul dan Hebat (AMANAH) mampu mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) muda di Tanah Rencong...
- Advertisement -

Baca berita yang ini