Matahari Terus Bersinar di Tromso, Sulitnya Tentukan Jadwal Shalat

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tromso merupakan sebuah kota di bagian utara Norwegia yang punya fenomena matahari tidak tenggelam. Lalu, bagaimana cara umat Islam di sana melaksanakan shalat?

Dilansir dari BBC Travel, setiap dua bulan selama setahun di musim panas, Kota Tromso akan mengalami fenomena midnight sun alias mataari tidak tenggelam. Sehingga, setiap hari terus terang, alias tidak ada gelap dan bulan di sana.

Fenomena tersebut merupakan hal yang wajar di bagian utara dan selatan Bumi. Begitu juga saat musim dingin, matahari tidak akan muncul.

Bagi umat Muslim, perhitungan waktu shalat adalah dengan melihat matahari sebagai patokannya. Tentu, itu hal yang mudah dilakukan di negara dengan dua musim, termasuk Indonesia.

Namun, bagi negara dengan 4 musim, penentuan waktu shalat akan berbeda jauh. Contohnya, bisa saja waktu shalat Maghrib pada pukul 22.00 malam ketika matahari benar-benar tenggelam.

Lalu, bagaimana dengan umat Muslim di Tromso?

Mari mengenal Kota Tromso lebih dekat. Kota ini berada di bagian utara Norwegia, yang dapat ditempuh sekitar 1 jam naik pesawat dari Oslo (ibu kota negara Norwegia).

Kota Tromso dihuni sekitar 70 ribu penduduk. Banyak pendatang dari Afrika dan kawasan Asia, yang kebanyakan dari mereka adalah umat muslim. Mereka pindah ke Tromso untuk menyelamatkan hidupnya dan sudah dilakukan sejak tahun 1980-an.

Para pendatang dan penduduk aslinya pun hidup dalam penuh kedamaian. Bahkan, penduduk asli tidak melarang para pendatang untuk mendirikan masjid. Total, ada 2 masjid besar di Tromso.

Soal waktu shalat sudah jadi masalah bagi umat muslim di Tromso. Mereka selalu kebingungan.

Hussein Abdi Yusuf seorang imam di Ar-Rahma, satu dari dua masjid di Tromso bercerita tentang pengalamannya dengan matahari sewaktu kecil. Masjid ini terletak di sebuah rumah hijau sederhana yang disewa jemaah setempat sejak tahun 1991.

“Dulu saat saya kecil, begitu mudah mendengarkan azan lima kali sehari. Tapi kini, jangankan azan, menentukan waktu shalat saja selalu jadi perdebatan,” kata Yusuf.

Hal itu karena Yusuf merupakan salah seorang pendatang dari Somalia. Di negara asalnya, waktu shalat tetap berjalan normal, yaitu lima hari sekali.

Lain cerita dengan Mansoor Waizy yang berada di dewan pemerintahan Alnor Senter (masjid yang lebih besar dari Ar-Rahma), bercerita tentang kepindahannya dari Kabul ke Jerman. Menurut penuturannya, di Kabul penduduk setempat membagi hari sesuai dengan waktu shalat.

Berbeda dengan Jerman. Di sana terdapat perubahan penentuan waktu yang membuat Waizy sedikit frustrasi. Meski, demikian ia tetap bersyukur lantaran masih bisa melihat matahari terbit dan terbenam.

Waizy juga bercerita mengenai pengalamannya yang paling berkesan di tahun 2007, yaitu saat ia pertama kali pindah ke Tromso. Ia merasa terdisorientasi ketika harus melaksanakan shalat maghrib saat matahari masih tinggi di langit. “Saya shalat dalam kebingungan,” katanya.

Menurutnya, untuk mengurangi kebingungan seperti yang dialaminya adalah tantangan besar bagi komunitas Islam di kawasan Arktik Norwegia.

Selain dua masjid di Tromso, terdapat masjid kecil di Kota Alta, di kawasan timur dan sedikit lebih jauh ke utara. Satu masjid lagi di Hammerfest yang bahkan lebih jauh ke utara.

Menurut pemaparan Ole Martin Risan, seorang mualaf kelahiran Tromso penduduk setempat masih berusaha mencari tahu bagaimana cara menentukan waktu shalat sesuai prinsip Islam.

Sementara itu pariwisata di Tromso turut memengaruhi perkembangan Islam di sana. Masjid-masjid kecil itu akan penuh sesak dijejali penduduk muslim baik yang sudah menetap ataupun turis yan tinggal sementara.

“Dalam beberapa tahun terakhir pariwisata telah meledak,” kata Nadia Hakmi yang terlahir dari keluarga muslim di Tromso.

Turis-turis muslim, termasuk mereka kelompok wisata halal, sering mampir di Alnor Senter untuk melakukan rutinitas shalat mereka sehari-hari.

“Kadang-kadang ruang shalat menjadi begitu penuh dengan turis sehingga jamaah meluap ke ruang kelas tetangga,” kata Siv Samira Kofoed, seorang jamaah lama Alnor Senter.

Tromso merupakan kota yang dikenal sebagai kota dengan tingkat pengangguran terendah berkat kemajuan pariwisatanya. Kemakmuran inilah yang menjadi salah satu faktor yang menarik imigran dari negara-negara seperti Somalia dan Ethiopia. Mereka melarikan diri dari perang dan kemiskinan hingga menemukan semacam stabilitas serta peluang di ujung utara Eropa.

Kebimbangan menentukan waktu shalat membuat para imam masjid di Tromso menanyakannya pada para cendekiawan Islam dari Arab Saudi, Mesir, dan Kuwait.

Para ulama menawarkan tiga pilihan. Salah satunya adalah mengoordinasikan waktu shalat dengan negara terdekat tempat matahari terbit dan terbenam secara teratur sepanjang tahun.

Sedangkan dua opsi lainnya adalah mengizinkan setiap jamaah mengikuti waktu shalat di negara asal mereka atau menyelaraskan jadwal Tromso dengan jadwal shalat di kota suci Mekah, tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Akhirnya sejak bulan April, perpaduan waktu lokal dan Mekkah telah dijadikan sistem resmi untuk shalat di Tromso. Namun, ini masih dalam proses.

Reporter: Indah Utami

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Upaya Berantas Paham Radikalisme dan Terorisme, Aparat Keamanan Berhasil Tangkap 7 Teroris di Sulteng

Aparat keamanan Republik Indonesia (RI) terus berupaya untuk memberantas penyebaran paham radikalisme dan terorisme di Tanah Air. Upaya tersebut...
- Advertisement -

Baca berita yang ini