Kisah Penanganan Wabah di Kota Alghero Italia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA –  Beberapa ratus tahun lalu, seorang pelaut tiba di Marseille Prancis setelah melintasi Laut Mediterania. Saat itu, wabah pes sedang terjadi di Marseille selama setahun. Pelaut itu akhirnya  terjangkit wabah itu.

Pelaut itu kemudian keluar dari kota ini. Ia berhasil melewati pengawas wabah yang disebut Morbers. Mereka adalah orang yang bertugas menghentikan orang-orang bergejala. Lalu, pelaut itu diam-diam masuk ke kota Alghero, Pulau Sardinia Italia. Beberapa hari kemudian ia meninggal. Wabah pes di kota itu pun merebak.

Saat itu, banyak orang di Alghero tak dapat menghindar dari kematian. Berdasarkan catatan, sejarawan memperkirakan bahwa epidemi itu menyebabkan 6.000 kematian dan hanya menyisakan 150 warga yang tetap hidup. Wabah itu diyakini bisa memberi dampak yang lebih buruk. Namun, sebagian besar desa di sekitar Alghero terhindar dari epidemi ini. Penularan penyakit itu hanya berkutat di Alghero dan menghilang dalam delapan bulan.

The Black Death

Wabah The Black Death yang melanda Eropa dan Asia pada 1346, wabah paling terkenal dalam sejarah modern. Wabah ini menewaskan sekitar 50 juta orang di seluruh dunia.

Di Florence, penyair Italia bernama Francesco Petrarca menyebut generasi yang masih hidup tidak akan mampu memahami dampak kehancuran yang diakibatkan wabah ini.

Catatan menunjukkan bahwa setidaknya 50.000 mayat menumpuk di bawah kawasan Farringdon dan sempat muncul ketika penggalian proyek pembuatan terowongan jalur kereta api Crossrail di London sekitar tahun 90 an.

Wabah ini beberapa kali terjadi kembali pada abad-abad selanjutnya. Tercatat wabah ini pernah menimpa Paris satu kali dalam setiap tiga tahun hingga 1670. Sementara pada 1563, wabah itu diperkirakan membunuh 24 persen populasi London.

Pemahaman mengenai penanganan wabah itu masih sangat jauh dari era ilmu pengetahuan modern seperti saat ini. Saat itu, mandi dengan air seni dan menggosokkan dubur ayam hidup ke area tubuh yang terinfeksi diyakini bisa menyembuhkan wabah ini.

Pengetahun tentang wabah

Seorang peneliti wabah bernama Benedictow menjelaskan, Alghero tidak siap menghadapi epidemi. Sistem penanganan kota ini tidak terorganisasi dengan baik. Selain itu, sebagian tenaga media di Alghero banyak yang tidak terlatih. Ada pula persoalan tradisi medis yang kuno.

Lalu muncullah Quinto Tiberio Angelerio, dokter berusia 50 tahun yang berasal dari kelompok masyarakat kelas atas. Ia menempuh pendidikan di luar negeri karena saat itu belum ada perguruan tinggi di Sardinia.

Beruntung bagi penduduk Algherio, ia baru saja mengunjungi Sisilia yang baru saja tertimpah wabah pada 1575. Naluri pertamanya adalah meminta izin untuk mengisolasi pasien, tapi ditolak karena hakim dan senat menganggap kecemasannya sebagai sesuatu yang berlebihan.

Namun, setelah disetujui, ia membentuk tiga lapis penjagaan di sekitar perbatasan kota. Tujuannya jelas, mencegah perdagangan antara warga yang tinggal di dalam dan luar kota. Awalnya, warga kota tidak setuju dan berniat membunuh Angelerio. Namun, karena semakin banyak yang meninggal, mereka mulai mendukung upayanya.

Ia sepenuhnya mendapatkan tugas menangani wabah. Bertahun-tahun kemudian, ia menerbitkan sebuah buklet berjudul Ectypa Pestilentis Status Algheriae Sardiniae. Buku ini merinci 57 aturan yang ia terapkan di kota itu.

Karantina wilayah

Pertama, warga Alghero diimbau untuk tetap di rumah dan tidak bepergian. Angelerio juga melarang semua jenis pertemuan, pertunjukan tari, dan berbagai hiburan. Ia menetapkan bahwa hanya satu orang per rumah yang boleh keluar rumah, itu pun hanya untuk berbelanja.

Selama periode itu, Alghero tidak benar-benar dalam karantina wilayah secara menyeluruh, tapi jika anggota rumah tangga mereka dicurigai menderita wabah maka mereka harus mengisolasi diri selama 40 hari. Dari sinilah terminologi “karantina” muncul, yaitu “quaranta giorni” yang dalam bahasa Italia berarti 40 hari.

Karantina wilayah tidak hanya terjadi di Alghero. Di Florence, misalnya, mereka memberlakukan karantina kota secara total pada musim semi 1631.

Jarak fisik

Aturan selanjutnya yang diterapkan Angelerio adalah batas jarak sosial sejauh 1,8 mete. Ia mengharuskan orang-orang yang diizinkan keluar rumah untuk membawa tongkat sepanjang enam kaki.

Angelerio benar-benar menyebut dirinya sebagai ahli jarak sosial. Tidak ada pakar yang pernah mendengar ketentuan ini terjadi di tempat lain. Namun, pada awal pandemi Covid-19, banyak negara di seluruh dunia mengadopsi kebijakan ini, yaitu menganjurkan orang-orang berjarak sejauh dua meter (6,6 kaki).

Bagaimana pun, ternyata ketentuan ini mungkin benar dalam sudut pandang ilmu pengetahuan. Sebuah penelitian memperkirakan risiko penularan lebih tinggi 2-10 kali lipat jika aturan jaga jarak tidak diberlakukan.

Sang dokter pun menerapkan metode lainnya, ia menetapkan bahwa pagar besar harus dipasang di etalase toko yang menjual makanan. Ia juga menganjurkan agar setiap umat Katolik harus berhati-hati saat berjabat tangan pada seremoni misa.

Ia paham bentul bahwa penyakit atau wabah seperti ini tersebar melalui kontak dan koneksi, salah satu contohnya adalah ketentuannya agar pemilik rumah harus mendisinfeksi, mengapuri, membuat ventilasi, dan menyirami kediaman mereka.

Angelerio menjelaskan, benda apa pun yang tidak terlalu berharga harus dibakar. Adapun barang mahal bisa dicuci, diangin-anginkan, atau didesinfeksi di dalam pemanggang.

Selain itu, cara ampuh untuk mencegah munculnya wabah adalah dengan berhati-hati memeriksa status kesehatan siapa pun yang hendak memasuki kota. Meskipun sistem itu gagal di Algherio karena pasien pertama pada 1582 menyelinap melewati penjaga yang ditempatkan di pelabuhan, skema ini umum diterapkan di tempat lain di Eropa pada saat itu.

Ketika pandemi Covid-19 dimulai, konsep ini diberlakukan lagi. Beberapa bandara internasional di London, New York, Hong Kong, dan Singapura telah menguji coba Common Pass, sebuah dokumen digital yang dapat menampilkan hasil tes dan catatan vaksin penggunanya.

Italia adalah pelopor awal dalam mengisolasi orang-orang yang dicurigai menderita penyakit menular. Karantina terhadapnya dilakukan dalam skala yang sangat besar. Keberadaan fasilitas karantina merupakan keharusan.

Di samping persamaan penanganan wabah antara abad ke-16 dan saat ini, terdapat beberapa perbedaan mencolok. Pada pertengahan abad di Sardinia, takhayul dan agama masih menjadi elemen kunci dari kebijakan kesehatan masyarakat yang diambil Angelerio.

Ia menyatakan kepada publik bahwa wabah adalah hukuman ilahi untuk memperingatkan manusia agar berperilaku dengan standard moral tertinggi. Salah satu contohnya adalah instruksi bahwa kalkun dan kucing dibunuh dan dibuang ke laut.

Daniel Defoe, seorang penulis pernah melaporkan, selama wabah 1665 di London, wali kota memerintahkan untuk membunuh 40.000 anjing dan 200.000 kucing. Kebijakan ini mungkin memiliki dampak yang bertolak belakang karena binatang yang dikenal sebagai pembawa wabah adalah tikus. Pada 2020, meskipun ada bukti kuat bahwa kucing dan anjing dapat terinfeksi Covid-19, dua binatang ini tetap dicintai.

Reporter : Afif Ardiansyah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Harga Daging Sapi di Bantul mulai Turun, Ini yang jadi Penyebabnya

Mata Indonesia, Bantul - Setelah Lebaran, harga daging sapi di Bantul mulai mengalami penurunan secara perlahan. Nur Wijaya, Lurah Pasar Niten, membenarkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa pada 15-16 April 2024, harga daging sapi sudah stabil.
- Advertisement -

Baca berita yang ini