Ketika Daendels Membangun Jalan Raya Pos Lewat Bandung

Baca Juga

MATA INDONESIA, BANDUNG – Desember 1799, VOC mengalami kebangkrutan. Seluruh aset dan kekuasaannya pun diambil alih oleh Republik Batavia yang didirikan Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte.

Republik Batavia sebagai penerus Kerajaan Belanda. Napoleon lantas mengangkat adiknya, Louis Napoleon (Lodewijk Napolen) sebagai raja.

Untuk mempertahankan wilayah koloninya dari ancaman Inggris terutama Indonesia, Louis Napoleon kemudian mengangkat seorang yang berpengalaman dalam militer bernama Herman Willem Daendels sebagai Gubernur jenderal Hindia Belanda (1808-1811). Misi utama Daendels adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.

Agar bisa menggempur Inggris di tanah Jawa, Daendels pun menerapkan strategi mobilisasi darat. Maklum Inggris mempunyai kekuatan armada laut yang unggul pada saat itu. Untuk itu, salah satu misinya adalah membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg). Jalanan menghubungkan Anyer di ujung barat Pulau Jawa hingga Panarukan di ujung timur Jawa sepanjang 1000 km.

Meski demikian, banyak korban berjatuhan selama proses pengerjaan jalan tersebut lantaran Daendels menerapkan sistem kerja paksa atau kerja rodi. Konon, kalau tak sanggup lagi bekerja karena kelaparan para pekerja tersebut dibunuh dan kepala mereka digantung di pucuk-pucuk pepohonan di kiri-kanan ruas jalan.

Di sisi lain, pembangunan jalan ini nampaknya terbukti mampu mengusir Inggris dari Nusantara. Selain itu, jalan raya ini memberikan dampak besar bagi sebagian besar kota di Jawa, salah satunya adalah Bandung.

Dari Batavia, jalur jalannya mengarah ke selatan menembus Buitenzorg (Bogor) sampai bagian jantung bumi Priangan/Jawa Barat.

Ketika proyek Jalan Raya Pos yang dikepalainya masuk daerah dataran tinggi Parahyangan, Daendels dan Bupati Tatar Ukur (Kini Bandung) Wiranatakusumah II mencoba mencari lokasi bagi ibu kota baru Kabupaten Bandung.

Tempat yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan, terletak di tepi barat Sungai Cikapundung (kini Jalan Asia Afrika), tepi selatan Jalan Raya Pos yang sedang dibangun.

Kota Bandung mulai dijadikan sebagai kawasan permukiman sejak Daendels mengeluarkan surat keputusan tanggal 25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan prasarana untuk kawasan ini. Di kemudian hari peristiwa ini diabadikan sebagai hari jadi kota Bandung.

Alasan Daendels memerintahkan agar ibukota Bandung dipindahkan lantaran ia melihat struktur topografi Bandung yang sejuk dan indah sehingga bisa menjadi kawasan pemukiman yang layak bagi warga Belanda.

Selain itu, letak Bandung yang diapit oleh pegunungan juga dinilai bisa menjadi benteng pertahanan alami yang tangguh bagi Belanda. Hal ini didasari juga oleh pengalaman pahit Belanda yang mengalami kekalahan telak dari pasukan Inggris yang dipimpin Lord Minto saat menyerang Batavia di permulaan abad ke-19.

Usai sukses merebut Jawa dari Inggris, Belanda pun segera memindahkan pangkalan militernya ke daerah pedalaman yang tidak terlalu jauh dari ibu kota, yakni ke Cimahi (sebelah barat kota Bandung) pada tahun 1896.

Dua tahun kemudian, Artillerie Constructie Winkel atau pabrik senjata yang sekarang menjadi Perindustrian Angkatan Darat (Pindad) dipindahkan dari Surabaya ke Bandung di sisi sebelah timur kota, yakni daerah Kiaracondong.

“Untuk memperkuat pertahanan, Cimahi juga dihubungkan jalur kereta api dengan pusat pertahanan Belanda di Samudera Hindia, yaitu Cilacap,” tulis Iwan Hermawan dalam Arkeologi Masa Kini (2010).

Saat Perang Dunia I (1914-1918), Belanda juga membangun beberapa benteng pertahanan di daerah sekitar Bandung, di antaranya sejumlah benteng di pergunungan Sumedang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Kota Jogja Mulai Disorot, Heroe Poerwadi Akhirnya Diusung PAN, Budi Waljiman Dikawal Gerindra

Mata Indonesia, Yogyakarta - Persiapan untuk Pilkada pada pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jogja mulai memanas. Beberapa figur telah muncul sebagai calon potensial dari berbagai partai politik, di antaranya adalah Heroe Poerwadi dan Budi Waljiman.
- Advertisement -

Baca berita yang ini