Janji Manis Wapres Kamala Harris Melawan Diskriminasi di AS

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris mempertaruhkan kariernya sebagai jaksa agung dan senator California untuk meraih posisi puncak, yakni sebagai orang kedua yang berkuasa di negara Paman Sam.

Harris merupakan perempuan keturunan Afrika-Amerika dan Amerika-Asia Selatan pertama yang menjadi wakil presiden AS dari partai besar. Bersama dengan Presiden AS Joe Biden, dia mengalahkan Donald Trump dan wakilnya, Mike Pence dalam pemilihan presiden AS 2020.

Anggota Partai Demokrat itu lahir di Oakland, California, pada 26 Oktober 1964 dari orang tua imigran. Ibunya merupakan kelahiran India dan ayahnya kelahiran Jamaika.

Setelah orang tuanya bercerai, Harris dibesarkan oleh ibunya yang beragama Hindu, seorang peneliti penyakit kanker dan aktivis hak-hak sipil.

Dia tumbuh dengan memeluk kebudayaan India, namun karena ibunya mengadopsi budaya Afrika-Amerika, hal tersebut memengaruhi Harris dan adik perempuannya, Maya.

Harris menjajaki perkuliahan di Universitas Howard, salah satu perguruan tinggi untuk orang kulit hitam terkemuka di AS. Selama berkuliah, Harris banyak mendapat pengalaman yang membentuk dirinya.

Setelah menyelesaikan studinya di Howard, Harris mendapatkan gelar hukumnya di Universitas California dan memulai kariernya di Kantor Kejaksaan Distrik Alameda County.

Dia menjadi jaksa wilayah untuk San Francisco pada tahun 2003, sebelum terpilih sebagai perempuan pertama dan orang Afrika-Amerika pertama yang menjabat sebagai jaksa agung California, pejabat penegak hukum tertinggi di negara bagian tersebut.

Dalam dua periode masa jabatannya sebagai jaksa agung, Harris mendapatkan reputasi sebagai salah satu bintang Partai Demokrat yang sedang naik daun. Hal itu mendorong pemilihannya sebagai senator junior mewakili California di tahun 2017.

Pada awal tahun 2019, Harris mencalonkan diri sebagai presiden dalam kampanye yang dihadiri lebih dari 20.000 orang di Oakland.

Selama masa kampanye, Harris cenderung bersandar ke sisi kiri pada masalah-masalah seperti hukuman mati, akses perawatan kesehatan, larangan penggunaan senjata serbu, pemberian jalan bagi imigran yang tidak memliki dokumen untuk memperoleh kewarganegaraan, serta kesetaraan tempat kerja bagi perempuan dan kaum gay.

Karena hal itu, Harris menghadapi serangan berulang-ulang dari kaum progresif. Dia dianggap menghindari pertempuran progresif yang melibatkan isu-isu seperti reformasi polisi, reformasi narkoba, dan penuntutan yang salah.

Dia kemudian mengakhiri pencalonannya sebagai presiden pada Desember 2019. Beberapa bulan setelahnya, tepatnya Maret 2020, Harris bergabung bersama Joe Biden dalam pemilu sebagai calon wakil presiden.

Harris menuai kritik tajam setelah Biden mengumumkan dirinya sebagai pasangan calonnya untuk melawan Donald Trump dan Mike Pence pada pilpres AS. Serangan terhadap Harris dilatarbelakangi karena sosoknya sebagai perempuan, sekaligus berasal dari kelompok multietnis.

Kendati begitu, Harris memiliki banyak pendukung setia, terutama dukungan dari kalangan perempuan warga AS dan orang kulit hitam. Dukungan terhadap Harris dalam setiap kampanye tidak hanya karena persoalan empati minoritas, tetapi juga mengalir karena sosoknya mampu mewakili mereka.

Setelah sentimen rasial menguat di AS dengan sejumlah insiden yang menewaskan warga kulit hitam dan sorotan terkait kebrutalan polisi, Harris menjadi pihak yang vokal terhadap kelompok progresif (yang sebelumnya terkesan dihindari). Dia aktif menyerukan penataan ulang keamanan publik dan perlunya membongkar rasialisme sistemik di AS.

Harris juga mengungkapkan bahwa pemerintahan Biden akan mengubah sejumlah kebijakan kontroversial pada periode Trump, salah satunya berkaitan dengan Palestina dan Timur Tengah.

Dia berkoitmen akan mengusung solusi dua negara bagi Israel dan Palestina yang permasalahannya tidak kunjung selesai, yang mana akan menentang setiap langkah sepihak yang merusak tujuan, menentang aneksasi dan perluasan pemukiman.

Harris juga berjanji membatalkan kebijakan Trump untuk mencabut organisasi yang memberikan bantuan ekonomi dan kemanusiaan kepada Palestina. Selain itu, akan membantu mengatasi krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza, membuka kembali konsulat AS di Yerusalem Timur dan misi Palestina Liberation Organization di Washington, D.C.

Pemerintahan yang dipimpin Biden-Harris juga akan berdiri dengan masyarakat sipil dan pro demokrasi di Suriah, serta berjanji membantu memajukan penyelesaian politik di Suriah.

Salah satu janji yang sangat dinantikan diungkapkan oleh Harris adalah tidak adanya diskriminasi terhadap Muslim dalam pemerintahan Biden. Rencananya, tidak ada lagi larangan perjalanan Muslim non-Amerika dan para pengungsi untuk datang ke AS.

Selain mencabut larangan perjalanan, Biden-Harris juga akan mengakhiri perlakuan tidak adil terhadap Muslim terkait masalah keamanan nasional melalui program federal.

Hal ini membawa harapan besar bagi Muslim yang selama ini dipinggirkan pada masa pemerintahan Trump. Diharapkan, umat Muslim mendapat kesempatan yang setara dengan warga lainnya selama periode pemerintahan baru.

Reporter: Safira Ginanisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Program AMANAH Kembangkan SDM Muda Kelola Potensi Kekayaan Aceh

Program Aneuk Muda Aceh Unggul dan Hebat (AMANAH) mampu mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) muda di Tanah Rencong...
- Advertisement -

Baca berita yang ini