Di Balik Kelucuannya Dono Warkop Adalah Pribadi Jenius dan Kritis

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Berawal dari siaran bareng di radio di Prambors, munculah grup lawak DKI beranggotakan lima orang. Salah satu dari mereka ialah Wahyu Sardono atau Dono.

Meski begitu, Dono bukan hanya dikenal sebagai pemancing tawa orang tetapi juga pribadi yang kritis dan jenius.

Dono lahir pada 30 September 1951 di kecamatan Delanggu, Klaten, Jawa Tengah. Sebelum Dono bergabung, sudah ada tiga orang di kelompok komedi tersebut yaitu Kasino, Nanu, dan Rudy.

Setelah bergabungnya Dono, Prambors membuat acara untuk mereka yang diberi nama “Obrolan Santai di Warung Kopi.”

Saat itu, Dono masih menjadi mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Indonesia. Ia termasuk mahasiswa yang kritis dan dikenal sebagai aktivis UI. Sebab itulah akhirnya Dono diajak untuk bergabung dengan radio warkop.

Lalu di tahun 1976, Indro ikut bergabung. Dengan formasi yang terdiri dari lima orang itulah secara perlahan nama mereka semakin dikenal pendengar Prambors dengan panggilan kawula muda.

Acara “Obrolan Santai di Warung Kopi” pun akhirnya lebih dikenal dengan Warkop atau warung kopi.

Sewaktu di bangku perkuliahan, Dono aktif mengisi koran kampus dan rajin menyumbang karikatur. Dono juga senang naik gunung bersama temannya, Anto dan Kasino, sehingga menjadi bagian dari MAPALA UI (Mahasiswa Pecinta Alam).

Selain memiliki sisi humoris, Dono suka berdiskusi dan seperti aktivis lainnya sering mengkritik pemerintah periode 1960-1970.

Dono juga ada di garda terdepan saat para tentara melakukan aksi represif di Universitas Atma Jaya. Ia membuktikan bahwa dirinya adalah warga negara yang kritis menghadapi pemerintahan semena-mena.

Maka, saat melawak dan memberi hiburan dengan Warkop, sering disisipi kritik sosial. Di waktu lain dia sering menyiapkan terms of reference (TOR) seminar-seminar, berkunjung ke DPR dan menyiasati demo-demo.

Setelah menyelesaikan skripsinya, ia menjadi asisten dosen Prof. Selo Soemardjan yang dikenal sebagai “Bapak Sosiologi Indonesia.”

Setelah itu, Dono juga sempat menjadi dosen, tetapi tidak lama. Dia lebih tertarik pada dunia film.

Setelah dikenal Warkop DKI membuat film komedi yang kemudian sangat digemari masyarakat sampai-sampai mereka membuat dua judul film setiap tahun dalam periode 1980-1990.

Film pertama mereka berjudul “Mana Tahaaan…” dibuat pada tahun 1979. Menceritakan tentang kehidupan empat mahasiswa yang diperankan oleh Dono, Kasino, Indro, dan Nanu. Cerita nya menarik ditambah dengan logat-logat daerah seperti Jawa, Batak, dan Betawi. Menurut data, film ini menjadi film terlaris ke-2 di Jakarta pada tahun 1980.

Menurut sang anak, Aria, ayahnya juga pernah menjadi kartunis, mengembangkan bakat yang muncul sejak Dono sebagai siswa SMP. Saat itu dia mengirimkan kartun karyanya ke koran-koran wilayah Klaten. Uniknya, Dono tak menggunakan nama istrinya di setiap kartun itu.

Sampai pada suatu hari, ada surat kabar yang mengundang kartunis-kartunis untuk menjadi pembicara di acara termasuk istri Dono karena dianggap sebagai kartunis. Hal itu membuat istrinya kelabakan karena tidak tahu membuat sebuah kartun karena pekerjaan tersebut dilakukan suaminya.

Kejeniusan dan kecerdasan Dono ternyata menurun kepada tiga anaknya. Damar Canggih Wicaksono misalnya kini dikenal sebagai ahli nuklir, Andika Aria Sena lulusan UI, dan Satrio Sarwo Trengginas menyelesaikan pendidikan di Belanda. (Annisaa Rahmah)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Terima Lapang Dada

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Keputusan yang diambil oleh Mahkamah...
- Advertisement -

Baca berita yang ini